RESISTENSI PEREMPUAN DALAM KONFLIK: TINJAUAN TERHADAP YEKINEYEN PARASTINA JINE/KURDISH WOMEN PROTECTION UNIT (YPJ)
Penelitian ini berangkat dari masalah mengapa perempuan-perempuan Kurdi dalam Yekineyen Parastina Jine/Kurdish Women’s Protection Unit (YPJ) di Rojava melakukan perlawanan bersenjata terhadap Islamic State (IS) di Suriah. Hal ini menjadi problematik karena perempuan menjadi frontliner dalam konflik...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Theses and Dissertations NonPeerReviewed |
Language: | Indonesian Indonesian |
Published: |
2016
|
Subjects: | |
Online Access: | http://repository.unair.ac.id/71084/1/ABSTRAK_Fis.HI.73%2016%20Sil%20r%202.pdf http://repository.unair.ac.id/71084/2/FULLTEXT_Fis.HI.73%2016%20Sil%20r.pdf http://repository.unair.ac.id/71084/ http://lib.unair.ac.id |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Institution: | Universitas Airlangga |
Language: | Indonesian Indonesian |
Summary: | Penelitian ini berangkat dari masalah mengapa perempuan-perempuan Kurdi dalam Yekineyen Parastina Jine/Kurdish Women’s Protection Unit (YPJ) di Rojava melakukan perlawanan bersenjata terhadap Islamic State (IS) di Suriah. Hal ini menjadi problematik karena perempuan menjadi frontliner dalam konflik yang bersinggungan dengan IS ini. Sehingga diperlukan penjelasan secara menyeluruh untuk menjelaskan pola keputusan perempuan-perempuan tersebut. Penelitian ini menelusuri faktor-faktor apa yang menyebabkan pilihan untuk mengangkat senjata sesuai untuk diambil oleh mereka dengan menggunakan perspektif gender dan teori konflik. Peneliti mengajukan hipotesis bahwa keputusan perempuan-perempuan Kurdi ini tidak dapat dilepaskan dari irisan opresi terhadap konstruksi gender, etnis, dan kelas yang memicu tahapan-tahapan politik berkelanjutan terhadap kelompok lain dengan ideologi berbeda di wilayah mereka. Opresi ini meliputi status kewarganegaraan, pembatasan hak-hak warga negara, serta meningkatnya kekerasan domestik akibat konstruksi gender. Hal tersebut menghadirkan pilihan politik yang telah diambil oleh perempuan-perempuan Kurdi sejak tahun 2004 akibat kerusuhan di kota Qamishli yang dikontrol oleh otoritas Suriah. Kekacauan politik domestik tahun 2011 di Suriah membuka peluang konsolidatif bagi pergerakan etnis Kurdi di Rojava, sehingga munculnya IS yang menekan etnis Kurdi dalam konteks gender dan akses sumber daya mendorong perempuan-perempuan Kurdi untuk bergabung dalam YPJ dan mengangkat senjata terhadap keberadaan IS di Suriah yang memiliki ideologi berbeda dengannya. |
---|