#TITLE_ALTERNATIVE#

Reformasi sektor keamanan di Indonesia berawal sejak adanya tuntutan yang sangat kuat terhadap TNI agar melepaskan peran Dwi Fungsi menyusul keluarnya Ketetapan MPR No VI/2000 tentang Pemisahan TNI dan POLRI dan Ketetapan MPR No VII/2000 tentang Peran TNI dan POLRI. Pemisahan TNI-POLRI adalah suat...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: RASYID (NIM 24006055); Pembimbing: Dr. Romie Oktavianus Bura, B.Eng. (Hons.), SUWEDI
Format: Theses
Language:Indonesia
Online Access:https://digilib.itb.ac.id/gdl/view/14510
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Institut Teknologi Bandung
Language: Indonesia
id id-itb.:14510
institution Institut Teknologi Bandung
building Institut Teknologi Bandung Library
continent Asia
country Indonesia
Indonesia
content_provider Institut Teknologi Bandung
collection Digital ITB
language Indonesia
description Reformasi sektor keamanan di Indonesia berawal sejak adanya tuntutan yang sangat kuat terhadap TNI agar melepaskan peran Dwi Fungsi menyusul keluarnya Ketetapan MPR No VI/2000 tentang Pemisahan TNI dan POLRI dan Ketetapan MPR No VII/2000 tentang Peran TNI dan POLRI. Pemisahan TNI-POLRI adalah suatu keputusan politik yang tepat dalam rangka mewujudkan TNI-POLRI yang profesional. Namun demikian, respon politik tidak diikuti penataan sektor keamanan yang komprehensif, dimana instumen-instrumen keamanan nasional belum terintegrasi dalam suatu sistem yang utuh, masih parsial dan mendikotomi secara hitam putih antara pertahanan dan keamanan. Hal ini terlihat sejak pemisahan TNI-POLRI, berbagai pesoalan muncul ketika peraturan perundangan-undangan tidak mampu mengantisipasi daerah grey area yang menimbulkan kerancuan di tingkat kewenangan dan pada akhirnya memicu munculnya keraguan, salah pengertian, persaingan dan bahkan pertentangan antara aparat keamanan saat pelaksanaan tugas di lapangan. Belum adanya regulasi yang jelas dan tegas yang mengatur hubungan antara TNI-POLRI menyebabkan penanganan isu-isu keamanan nasional mengalami hambatan.<p>Paska pemisahan TNI-POLRI, Indonesia mengalami berbagai isu keamanan dalam negeri seperti aksi separatis di Aceh, Papua dan Maluku, koflik komunal di Maluku dan Kalimantan serta aksi terorisme di berbagai daerah. Disamping itu, aksi anarkis dan main hakim sendiri oleh sekelompok masyarakat semakin marak terjadi di Tanah Air. Konflik kekerasan ini rawan sewaktu-waktu bisa meledak kembali jika aparat keamanan tidak memiliki kesiapan dan kemampuan mengantisipasinya mengingat ancaman yang dihadapi saat ini sifatnya azimutal. Meskipun penanganan keamanan dalam negeri telah menjadi tanggung jawab POLRI, namun, bahkan dalam hal penegakan hukum dan ketertiban umum kapasitas POLRI masih dianggap lemah, oleh karena itu, kekuatan POLRI perlu diperkuat sebelum membatasi TNI hanya untuk external defence. POLRI dengan keterbatasan kemampuan operasional sementara TNI menghadapi dilema antara kebutuhan aktual dan kewenangan. Jadi yang menjadi pertimbangan, bagaimana transisi peran militer dalam internal security ketika kekuatan POLRI sedang dibangun tanpa mengaburkan garis batas antara keduanya. Di sisi lain, persoalan semakin rumit dan menambah kekuatiran ketika intensitas betrok fisik antar oknum TNI-POLRI tiap tahun sering terjadi, menimbulkan korban jiwa dari kedua belah pihak, kerusakan materi dan korban dari sipil. Fenomena ini menggambarkan bahwa Hubungan TNI-POLRI mengalami berbagai kendala sehingga sulit membangun efektifitas.<p>Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat hubungan TNI-POLRI, kemudian menemukan upaya yang perlu dilakukan untuk membangun hubungan TNI-POLRI dalam kerangka tata kelola yang baik reliable mengatasi isu-isu keamanan dalam negeri dan bisa berkontribusi mengatasi bentrok fisik antara oknum TNI-POLRI. Metode penelitian menggunakan penilitian kualitatif-deskriptif-deduktif dengan pendekatan studi kasus penugasan TNI-POLRI menangani isu-isu keamanan dalam negeri di Maluku. Data yang digunakan adalah data primer meliputi wawancara dan observasi, data sekunder melalui berbagai studi literatur.<p>Hasil Penelitian menunjukkan bahwa munculnya kendala berawal dari penyerdehanaan yang berlebihan tentang keamanan nasional, regulasi yang tumpang tindih dan tidak konsisten menyebabkan hubungan TNI-POLRI tidak efektif. Sementara pada level operasional lemahnya kinerja aparat keamanan menangani meluasnya ancaman keamanan di Maluku disebabkan kurangnya kerjasama, koordinasi dan komunikasi antara aparat TNI dan POLRI. Hal ini menyebabkan transisi manajemen keamanan dalam negeri tidak berjalan mulus dimana terjadi pertentangan otoritas. TNI dan POLRI tidak memberikan perhatian kepada daerah abu-abu yang seharusnya diisi melalui kerjasama, komunikasi dan koordinasi. Hal ini terjadi karena tidak adanya Undang-Undang yang mengatur secara jelas tentang pelibatan atau hubungan tersebut. <br />
format Theses
author RASYID (NIM 24006055); Pembimbing: Dr. Romie Oktavianus Bura, B.Eng. (Hons.), SUWEDI
spellingShingle RASYID (NIM 24006055); Pembimbing: Dr. Romie Oktavianus Bura, B.Eng. (Hons.), SUWEDI
#TITLE_ALTERNATIVE#
author_facet RASYID (NIM 24006055); Pembimbing: Dr. Romie Oktavianus Bura, B.Eng. (Hons.), SUWEDI
author_sort RASYID (NIM 24006055); Pembimbing: Dr. Romie Oktavianus Bura, B.Eng. (Hons.), SUWEDI
title #TITLE_ALTERNATIVE#
title_short #TITLE_ALTERNATIVE#
title_full #TITLE_ALTERNATIVE#
title_fullStr #TITLE_ALTERNATIVE#
title_full_unstemmed #TITLE_ALTERNATIVE#
title_sort #title_alternative#
url https://digilib.itb.ac.id/gdl/view/14510
_version_ 1820737240610897920
spelling id-itb.:145102017-09-27T15:28:18Z#TITLE_ALTERNATIVE# RASYID (NIM 24006055); Pembimbing: Dr. Romie Oktavianus Bura, B.Eng. (Hons.), SUWEDI Indonesia Theses INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG https://digilib.itb.ac.id/gdl/view/14510 Reformasi sektor keamanan di Indonesia berawal sejak adanya tuntutan yang sangat kuat terhadap TNI agar melepaskan peran Dwi Fungsi menyusul keluarnya Ketetapan MPR No VI/2000 tentang Pemisahan TNI dan POLRI dan Ketetapan MPR No VII/2000 tentang Peran TNI dan POLRI. Pemisahan TNI-POLRI adalah suatu keputusan politik yang tepat dalam rangka mewujudkan TNI-POLRI yang profesional. Namun demikian, respon politik tidak diikuti penataan sektor keamanan yang komprehensif, dimana instumen-instrumen keamanan nasional belum terintegrasi dalam suatu sistem yang utuh, masih parsial dan mendikotomi secara hitam putih antara pertahanan dan keamanan. Hal ini terlihat sejak pemisahan TNI-POLRI, berbagai pesoalan muncul ketika peraturan perundangan-undangan tidak mampu mengantisipasi daerah grey area yang menimbulkan kerancuan di tingkat kewenangan dan pada akhirnya memicu munculnya keraguan, salah pengertian, persaingan dan bahkan pertentangan antara aparat keamanan saat pelaksanaan tugas di lapangan. Belum adanya regulasi yang jelas dan tegas yang mengatur hubungan antara TNI-POLRI menyebabkan penanganan isu-isu keamanan nasional mengalami hambatan.<p>Paska pemisahan TNI-POLRI, Indonesia mengalami berbagai isu keamanan dalam negeri seperti aksi separatis di Aceh, Papua dan Maluku, koflik komunal di Maluku dan Kalimantan serta aksi terorisme di berbagai daerah. Disamping itu, aksi anarkis dan main hakim sendiri oleh sekelompok masyarakat semakin marak terjadi di Tanah Air. Konflik kekerasan ini rawan sewaktu-waktu bisa meledak kembali jika aparat keamanan tidak memiliki kesiapan dan kemampuan mengantisipasinya mengingat ancaman yang dihadapi saat ini sifatnya azimutal. Meskipun penanganan keamanan dalam negeri telah menjadi tanggung jawab POLRI, namun, bahkan dalam hal penegakan hukum dan ketertiban umum kapasitas POLRI masih dianggap lemah, oleh karena itu, kekuatan POLRI perlu diperkuat sebelum membatasi TNI hanya untuk external defence. POLRI dengan keterbatasan kemampuan operasional sementara TNI menghadapi dilema antara kebutuhan aktual dan kewenangan. Jadi yang menjadi pertimbangan, bagaimana transisi peran militer dalam internal security ketika kekuatan POLRI sedang dibangun tanpa mengaburkan garis batas antara keduanya. Di sisi lain, persoalan semakin rumit dan menambah kekuatiran ketika intensitas betrok fisik antar oknum TNI-POLRI tiap tahun sering terjadi, menimbulkan korban jiwa dari kedua belah pihak, kerusakan materi dan korban dari sipil. Fenomena ini menggambarkan bahwa Hubungan TNI-POLRI mengalami berbagai kendala sehingga sulit membangun efektifitas.<p>Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat hubungan TNI-POLRI, kemudian menemukan upaya yang perlu dilakukan untuk membangun hubungan TNI-POLRI dalam kerangka tata kelola yang baik reliable mengatasi isu-isu keamanan dalam negeri dan bisa berkontribusi mengatasi bentrok fisik antara oknum TNI-POLRI. Metode penelitian menggunakan penilitian kualitatif-deskriptif-deduktif dengan pendekatan studi kasus penugasan TNI-POLRI menangani isu-isu keamanan dalam negeri di Maluku. Data yang digunakan adalah data primer meliputi wawancara dan observasi, data sekunder melalui berbagai studi literatur.<p>Hasil Penelitian menunjukkan bahwa munculnya kendala berawal dari penyerdehanaan yang berlebihan tentang keamanan nasional, regulasi yang tumpang tindih dan tidak konsisten menyebabkan hubungan TNI-POLRI tidak efektif. Sementara pada level operasional lemahnya kinerja aparat keamanan menangani meluasnya ancaman keamanan di Maluku disebabkan kurangnya kerjasama, koordinasi dan komunikasi antara aparat TNI dan POLRI. Hal ini menyebabkan transisi manajemen keamanan dalam negeri tidak berjalan mulus dimana terjadi pertentangan otoritas. TNI dan POLRI tidak memberikan perhatian kepada daerah abu-abu yang seharusnya diisi melalui kerjasama, komunikasi dan koordinasi. Hal ini terjadi karena tidak adanya Undang-Undang yang mengatur secara jelas tentang pelibatan atau hubungan tersebut. <br /> text