INTEGRASI FAKTOR KEBERHASILAN MANAJEMEN PROYEK PT. DIRGANTARA INDONESIA UNTUK KEBERLANGSUNGAN (STUDI KASUS DARI PROJECT MANAGEMENT DI SPIRIT AEROSYSTEM PROGRAM)
Penelitian ini akan mengambil kasus manajemen proyek untuk Program IPT Spirit Aerosystem di PT Dirgantara Indonesia (Indonesia Aerospace) yang berlokasi di Bandung, Indonesia. PT. Dirgantara Indonesia (Indonesia Aerospace) adalah satu-satunya di Asia Tenggara yang memiliki kompetensi dalam desain da...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Theses |
Language: | Indonesia |
Online Access: | https://digilib.itb.ac.id/gdl/view/21476 |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Institution: | Institut Teknologi Bandung |
Language: | Indonesia |
Summary: | Penelitian ini akan mengambil kasus manajemen proyek untuk Program IPT Spirit Aerosystem di PT Dirgantara Indonesia (Indonesia Aerospace) yang berlokasi di Bandung, Indonesia. PT. Dirgantara Indonesia (Indonesia Aerospace) adalah satu-satunya di Asia Tenggara yang memiliki kompetensi dalam desain dan pengembangan pesawat terbang, manufaktur struktur pesawat terbang, perakitan pesawat terbang, dan layanan pesawat udara untuk sipil atau militer. Salah satu unit usaha di PT. Dirgantara Indonesia adalah unit bisnis Aero yang bergerak di bidang perancangan, pembuatan komponen, dan perakitan sub-rakitan pesawat tempur. Program Spirit Aerosystem mengerjakan bagian, komponen, peralatan dan peralatan part-air untuk jenis pesawat Airbus. Dalam program tersebut ada 3 proyek yang sedang berjalan. Proyek pertama adalah inboard Outer Fixed Leading Edge (IOFLE). Proyek ini dimulai pada tahun 2002 untuk pembuatan pesawat A380. Kemudian proyek selanjutnya adalah Single Aisle Project. Bagian A320 / A321 adalah Project Root End Fillet Fairing (REFF). Proyek ini dimulai pada tahun 2010. <br />
<br />
Dengan kapasitas produksi yang besar, PT Dirgantara telah menunda pengiriman produk. Keterlambatan produksi merupakan masalah yang harus diatasi diminimalisir oleh PT Dirgantara Indonesia. Saat ini ketiga proyek tersebut berjalan bersamaan dengan menerapkan sistem shift kerja secara bergantian. Menyeimbangkan kinerja finansial dan operasional merupakan fokus utama untuk menciptakan efektivitas proyek dalam rangka mencapai tujuan bisnis. Dengan demikian, faktor-faktor tersebut dapat dianggap sebagai faktor keberhasilan kritis proyek. Faktor keberhasilan adalah komponen proyek yang harus disiapkan untuk memastikan penyelesaian proyek. Secara sederhana, mereka menciptakan lingkungan yang mendukung agar proyek ini berjalan sesuai tujuan. Dan untuk menciptakan lingkungan tersebut, manajer proyek (Spirit Aerosystem) harus mengemukakan isu terkini yang terjadi dalam proses produksi. <br />
<br />
Karena kebutuhan masa depan untuk PT Dirgantara adalah perusahaan kelas dunia yang berbasis teknologi tinggi dan memiliki harga bersaing di pasar dunia maka perusahaan harus meningkatkan efektivitas dan efisiensi lini produksinya. PT. Dirgantara Indonesia tidak memiliki teknologi TSA (prosedur pelapisan) yang sesuai dengan kebutuhan Airbus, selain itu permasalahan terjadi pada sistem input SAP yang tidak sesaui dengan keadaan lapangan. Kedua masalah ini menjadi penyebab utama masalah keterlambatan pada proses produksi Program Spirit Aerosystem, dimana masalah terebut dapat menyebabkan pemberhentian kontrak kerja di masa mendatang. Untuk itu faktor-faktor penting agar mencapai keberhasilan perlu diaplikasikan dan menjaga keberlangsungan proyek dimasa mendatang. <br />
<br />
Dalam hal memenuhi faktor keberhasilan PT. Dirgantara Indonesia, solusi dan tujuan program harus diselaraskan dan keduanya harus sepenuhnya mendukung penyelesaian program. Untuk itu, penulis mengajukan penunjukan KPI (Key Performance Indicators) dalam proyek tersebut. Solusi bisnis yang diusulkan akan menciptakan kejelasan dalam tujuan bisnis dan lingkup pekerjaan dalam produksi. Kemajuan teknologi dalam produksi akan memecahkan masalah yang tertunda. Pengiriman tertunda disebabkan oleh: pengiriman bahan baku terlambat, downtime mesin, menunggu dalam proses (yaitu kalibrasi manual, dan waktu tambahan untuk penggunaan yang tidak terserap), lembar kerja yang diabaikan, dan pengukuran manual. Dan dengan menggunakan manajemen nilai yang diperoleh mengenai sistem pelaporan dan proyek sistem kontrol program. |
---|