THE VISUAL DEVELOPMENT OF MOSQUES IN CIREBON SULTANATE AREA OF THE XV-XX CENTURY (STUDY OF SOCIAL HISTORY )
Keberadaan bangunan masjid sebagai tempat ibadah umat Islam mengalami perkembangan menarik dari waktu ke waktu. Relatif tuanya usia perkembangan Islam di Cirebon membawa pengaruh pula pada beragamnya bentuk-bentuk bangunan masjid yang didirikan di Cirebon. Masjid-masjid kuno yang berada di wilayah K...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Dissertations |
Language: | Indonesia |
Online Access: | https://digilib.itb.ac.id/gdl/view/44086 |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Institution: | Institut Teknologi Bandung |
Language: | Indonesia |
Summary: | Keberadaan bangunan masjid sebagai tempat ibadah umat Islam mengalami perkembangan menarik dari waktu ke waktu. Relatif tuanya usia perkembangan Islam di Cirebon membawa pengaruh pula pada beragamnya bentuk-bentuk bangunan masjid yang didirikan di Cirebon. Masjid-masjid kuno yang berada di wilayah Kesultanan Cirebon didirikan pada sekitar abad XV. Empat masjid yang menjadi objek kajian yaitu Masjid Pejlagrahan, Masjid Merah Panjunan, Tajug Agung Pangeran Kejaksan, dan Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Masjid-masjid tersebut memiliki kekhasan dan keunikan yang masih dipertahankan hingga saat ini. Walaupun masyarakat berkembang mengikuti zamannya, tetapi masjid masih dipertahankan dengan bentuk aslinya. Oleh karena itu, hal ini layak untuk diriset, karena untuk mengetahui dan memahami hal-hal apa saja yang menjadi kausalitas hal itu terjadi. Berpijak pada pemikiran-pemikiran tersebut, masalah utama yang akan diteliti adalah bagaimana sejarah sosial budaya di wilayah Kesultanan Cirebon mempengaruhi keberadaan dan keberlangsungan masjid-masjid kuno ini.
Metodologi Sejarah digunakan dalam penelitian ini. Ada empat tahapan kerja dari metode sejarah yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Penggalian sumber visual dengan cara konvensional dilakukan dengan pola pencarian sebagaimana yang selama ini dikenal dalam proses penggalian sumber sejarah pada umumnya (heuristik). Penelitian ini juga diperkaya dengan data-data terbaru di lapangan dan melakukan wawancara pada tokoh-tokoh yang kredibel. Selain dilakukan pendekatan historis yang menekankan pada aspek prosesual juga digunakan pendekatan sosial yang menekankan pada aspek struktural. Teori atau konsep yang digunakan di antaranya, sejarah sosial, dan sejarah budaya.
Cirebon sebagai kota tua yang telah terbentuk sejak abad ke-15 memiliki warisan sejarah dan budaya yang kaya akan nilai dan seni tradisi yang masih bertahan hingga saat ini. Hal ini terjadi karena didukung oleh masyarakatnya. Cirebon sebagai pusat perdagangan di masa lalu banyak disinggahi berbagai bangsa dan agama. Dalam perkembangannya, dampak sebagai kota pelabuhan pada Cirebon memunculkan ciri multikulturalisme dalam tiap aspek kehidupan masyarakat di
ii
Cirebon, termasuk juga dalam hal ini pada sebuah bangunan. Hal ini terlihat dari adanya bangunan-bangunan yang kental dengan pengaruh Hindu-Budha, Islam, Cina, dan Eropa. Dampak lain Cirebon sebagai kota pelabuhan adalah masuknya Islam di tanah Priangan. Persinggahan para pedagang-pedagang Islam di Cirebon, dan juga keberterimaan masyarakat Cirebon terhadap Islam menunjukkan bahwa dampak multikulturalisme di Cirebon telah memengaruhi keterbukaan masyarakat Cirebon saat itu terhadap sesuatu yang baru, termasuk Islam. Keselarasan Islam dan masyarakat Cirebon menunjukan gejala yang harmonis, dengan fakta bahwa kemudian Cirebon menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat. Sebagai konsekuensi dari itu, keberadaan masjid dalam jumlah yang tidak sedikit sebagai tempat sembahyang orang muslim di Cirebon menjadi hal yang lumrah. Keberagaman bangunan masjid di Cirebon tentunya tidak dapat dilepaskan dari pengaruh budaya yang melingkupinya, terutama saat masjid tersebut dibangun atau direnovasi. Baik itu pengaruh budaya lokal maupun pengaruh budaya luar, seperti Arab, India, dan Cina. Temuan pertama dari penelitian ini adalah kompleksitas multikulturalisme di Cirebon yang mewujud dalam ornamen masjid, hal itu ditunjukkan oleh beragamnya ornamen masjid yang berada di wilayah Kasultanan Cirebon. Temuan kedua adalah ekslusivitas masyarakat Cirebon yang mewujud dalam beberapa ornamen masjid di wilayah Kasultanan Cirebon. Temuan ketiga adalah representasi dan resistensi masyarakat Cirebon terhadap arus perubahan. Temuan keempat adalah sinkretisme visual pada elemen-elemen masjid. Temuan kelima adalah periodisasi perkembangan visual pada masjid-masjid di Cirebon. |
---|