SINTESIS DAN INVESTIGASI SIFAT MAGNETIK KRISTAL TUNGGAL NACRO2
Senyawa yang memiliki keadaan frustrasi magnetik menjanjikan munculnya berbagai kondisi magnetik yang unik lainnya. Senyawa tersebut dapat menunjukkan perilaku spin-glass, menghasilkan berbagai spin-spiral, atau bahkan mengandung skyrmion. Secara geometris, frustrasi magnetik adalah situasi di ma...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Theses |
Language: | Indonesia |
Subjects: | |
Online Access: | https://digilib.itb.ac.id/gdl/view/47543 |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Institution: | Institut Teknologi Bandung |
Language: | Indonesia |
Summary: | Senyawa yang memiliki keadaan frustrasi magnetik menjanjikan munculnya berbagai
kondisi magnetik yang unik lainnya. Senyawa tersebut dapat menunjukkan perilaku
spin-glass, menghasilkan berbagai spin-spiral, atau bahkan mengandung skyrmion.
Secara geometris, frustrasi magnetik adalah situasi di mana sebagian besar situs
magnetik dalam kisi memenuhi interaksi pertukaran yang saling bersaing atau
bertentangan, yang biasanya merupakan akibat dari geometri atau topologi kisi. Salah
satu senyawa yang menarik adalah NaCrO2. Polikristalin NaCrO2 dilaporkan sebagai
antiferromagnet dengan kisi-segitiga dua-dimensi dengan tingkat frustrasi magnetik
yang sangat kuat. Namun, senyawa ini telah banyak dipelajari hanya untuk bulk-nya.
Selain itu, metode untuk menumbuhkan kristal tunggal dari senyawa ini belum
banyak dikembangkan. Di sini, kami melaporkan beberapa upaya untuk
menumbuhkan kristal tunggal NaCrO2 menggunakan metode fluks dengan beberapa
fluks yang berbeda seperti NaCl, B2O3, dan fluks campuran PbO – B2O3. Kristal yang
telah ditumbuhkan kemudian dikarakterisasi sifat strukturalnya menggunakan X-Ray
Diffraction (XRD), single-crystal XRD, Scanning Electron Microscopy (SEM), dan
Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDS). Selanjutnya, sifat magnetik dari
kristal yang ditumbuhkan dikarakterisasi menggunakan Magnetic Properties
Measurement System (MPMS) dan kemudian dibandingkan dengan sifat magnetic
polikristalin NaCrO2 yang telah diselidiki sebelumnya. Setelah sintesis solid-state, bubuk NaCrO2 berwarna hijau tua diperoleh. Sampel
tersebut kemudian dianalisis menggunakan XRD dan hasil analisis Rietveld-nya
menunjukkan bahwa komposisi NaCrO2 dan Na2CrO4 dalam sampel adalah 46:4. Hal
tersebut mungkin disebabkan oleh oksidasi NaCrO2 menjadi Na2CrO4 selama
persiapan sampel karena senyawa tersebut dapat dengan mudah teroksidasi ketika
terkena udara bebas. Na2CrO4 tidak terlalu menarik untuk dipelajari lebih lanjut
karena merupakan senyawa non-magnetik. Sampel yang telah diperoleh kemudian
direkristalisasi menggunakan fluks NaCl. Kristal yang diperoleh memiliki warna hijau
gelap yang dikelilingi oleh kristal transparan dari fluks NaCl. Kristalisasi banyak
terjadi pada dinding tabung kuarsa dan sulit untuk memisahkan kristal yang
ditumbuhkan dari tabung kuarsa tersebut. Setelah proses pencucian, kristal-kristal
tersebut masih berwarna hijau tua, tetapi mereka melekat erat satu sama lain dan tidak
dapat diteliti lebih lanjut sebagai kristal tunggal.
Kemudian, dua hasil yang berbeda diperoleh dari sintesis kristal tunggal
menggunakan fluks B2O3, bagian hitam di bagian atas dan bagian hijau gelap di
bagian bawah. Hasil XRD dari bagian hitam menegaskan bahwa bagian ini sebagian
besar terdiri dari Cr2O3 dan sejumlah kecil NaCrO2. Setelah dicuci dengan air
sulingan, kristal yang diperoleh memiliki struktur datar dan warna hijau gelap ketika
diamati di bawah mikroskop optik. Sementara itu, bagian bawahnya terdiri dari Cr2O3
dan Na2CrO4 yang dikonfirmasi oleh hasil XRD. Sejumlah bagian dari sampel dapat
teroksidasi selama persiapan sampel untuk XRD. Bagian hijau tua berubah menjadi
warna kuning ketika berada di udara terbuka akibat berubahnya bilangan oksidasi
kromium dari Cr3+ menjadi Cr6+.
Beberapa metode telah dilakukan untuk menumbuhkan kristal tunggal NaCrO2.
Metode yang paling cocok untuk menumbuhkan kristal dengan bentuk yang bagus
adalah menggunakan fluks campuran PbO–B2O3 dan diperoleh kristal dengan
komposisi actual sebesar Na0.86CrO2. Masalah yang dihadapi selama proses pencucian
dengan HNO3 atau/dan air suling adalah deinterkalasi ion Na+ pada permukaan kristal
yang dipengaruhi oleh ketebalan kristal. Untuk mencegah proses deinterkalasi
tersebut, diperlukan kristal yang lebih tebal yang dapat ditumbuhkan menggunakan
komposisi fluks yang lebih besar dari material prekursor. Komposisi fluks yang lebih
besar membuat supersaturasi dan pembentukan inti fase kristal lebih mudah terjadi.
Akan tetapi, sifat magnetik kristal Na0.86CrO2 berbeda dari bulk NaCrO2 dan tidak
dapat dianalisis menggunakan hubungan Curie-Weiss tetapi masih memiliki transisi
sekitar 46 K yang dapat dikaitkan dengan temperatur Néel dari NaCrO2. Pengukuran
suseptibilitas magnetik untuk kedua sampel yang ditumbuhkan menggunakan fluks
PbO–B2O3 menunjukkan bahwa keteraturan spin magnetik dipertahankan di atas suhu
kamar berbeda dengan bulk NaCrO2 yang keteraturan antiferromagnetiknya
menghilang setelah 46 K. Di sisi lain, ketergantungan medan magnet dari kurva
magnetisasi menunjukkan peningkatan magnetisasi seiring meningkatnya medan
magnet yang diterapkan untuk kedua sampel yang serupa dengan yang terjadi pada
bulk NaCrO2. |
---|