Cancel Culture sebagai Pengendalian Sosial terhadap Influencer Penyebar Berita Hoaks mengenai Pandemi Covid-19
Penyebaran hoaks mengenai pandemi COVID-19 marak terjadi di media sosial sejak awal pandemi diumumkan di Indonesia. Penyebaran informasi palsu tersebut tentu akan membahayakan keselamatan jiwa masyarakat luas yang notabene awam terhadap penyakit COVID-19. Pelaku penyebar hoaks yang mengakibatkan dam...
Saved in:
Summary: | Penyebaran hoaks mengenai pandemi COVID-19 marak terjadi di media sosial sejak awal pandemi diumumkan di Indonesia. Penyebaran informasi palsu tersebut tentu akan membahayakan keselamatan jiwa masyarakat luas yang notabene awam terhadap penyakit COVID-19. Pelaku penyebar hoaks yang mengakibatkan dampak negatif secara signifikan adalah para influencer. Hal ini dikarenakan mereka memiliki fans atau pengikut yang berjumlah jutaan di media sosialnya, yang memungkinkan dapat menggiring opini dan merubah paradigma masyarakat secara luas untuk tidak taat terhadap protokol kesehatan. Dalam negara demokrasi, dimana mengungkapkan gagasan maupun protes adalah hak, telah dilakukan oleh masyarakat Indonesia melalui cancel culture. Cancel culture merupakan kontrol sosial yang dirupakan dalam bentuk sanksi informal yang dilakukan secara online dan dikenakan kepada influencer yang menyimpang dari norma yang telah disepakati oleh masyarakat.
Meski secara etika bentuk penghukuman ini masih diperdebatkan oleh para akademisi sosial, dalam kasus penyimpangan perilaku penyebar hoaks, cancel culture mampu memberikan efek positif yakni menggiring para influencer Indonesia hingga menjalani proses hukum formal. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan fenomena cancel culture yang dilakukan masyarakat Indonesia kepada para influencer penyebar hoaks mengenai pandemi COVID-19. Metode penelitian yang digunakan adalam penelitian studi kasus, teknik analisa menggunakan metode analisis isi. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah bentuk cancel culture yang dilakukan masyarakat yakni mengungkapkan kritik dalam bentuk argumentasi, sebagai pengendalian sosial yang bersifat edukasi, merendahkan persona subyek dalam bentuk hinaan fisik, kepribadian, karya, dan keahlian, serta melakukan boikot karya, sebagai pengendalian sosial yang bersifat penghukuman. |
---|