Pelaksanaan Kewajiban Bagi Pelaku Pembangunan Dan Restrukturisasi Dalam Pemenuhan Kewajiban Perjanjian Pengikatan Jual Beli Properti Melalui Pre-Project Selling di Masa Pandemik Covid-19
Jual beli merupakan hal yang dilakukan manusia dalam kehidupan sehari-hari tak terkecuali jual beli hak atas tanah dan bangunan. Salah satu proses jual beli yang banyak dilakukan oleh para pelaku usaha perumahan adalah pre project selling. World Health Organization menyatakan bahwa Covid-19 sebaga...
Saved in:
Summary: | Jual beli merupakan hal yang dilakukan manusia dalam kehidupan sehari-hari tak terkecuali jual beli hak atas tanah dan bangunan. Salah satu proses jual beli yang
banyak dilakukan oleh para pelaku usaha perumahan adalah pre project selling.
World Health Organization menyatakan bahwa Covid-19 sebagai pandemik global pada Maret 2020. Kemudian pada April 2020, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan
Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional (selanjutnya disebut Keppres 12/2020). Maka, muncul persoalan hukum yaitu : (1) Akibat Hukum keadaan Force majeure dikarenakan
Covid-19 terhadap pemenuhan prestasi oleh Pelaku Pembangunan dalam PPJB secara Pre Project Selling dan, (2) Productwarranty dan restrukturisasi sebagai bentuk upaya pertanggung jawaban antara Pelaku Pembangunan dan pembeli terhadap pemenuhan prestasi pada masa Covid-19. Penelitian ini adalah penelitian hukum dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan studi kasus. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpul-kan bahwa dengan diberlakukannya Keppres 12/2020. Padahal klaim force majeure hanya membuat daya kerja perjanjian saja yang berhenti karena Covid-19, dalam hal ini
tidak membatalkan perjanjian. Sedangkan apabila klaim force majeure tidak berhasil tentunya membuat para pihak dirugikan dan para pihak dapat dinyatakan wanprestasi. Dengan klaim force majeure subjektif dan temporer pada Covid-19, Perjanjian awal tidaklah dapat dibatalkan, akan tetapi hanya pada daya kerja dalam perjanjian tersebutlah yang terhenti untuk sementara waktu, maka pemenuhan prestasi para pihak tentunya juga terhenti untuk sementara, dan pada suatu keadaan normal nantinya pemenuhan prestasi dapat berjalan lagi, sehingga
mengacu pada ketentuan POJK 14/2020. Restrukturisasi haruslah dilakukan oleh LPSP atau terhadap pembayaran pembeli, yang mana merupakan bentuk konsekuensi yang equal terhadap keterlambatan pembangunan yang dilakukan
oleh Pelaku Pembangunan akibat Covid-19. |
---|