Proses Pencapaiankepuasan Perkawinanpada Pasangandengananak Penyandang Autism Spectrum Disorder (ASD)
Pasangan dengan anak penyandang Autism Spectrum Disorder (ASD) selalu dikaitkan dengan kepuasan perkawinan yang rendah dan potensi perceraian yang lebih tinggi, namun tidak semuanya demikian, karena mereka bisa mempertahankan dan mampu mencapai kepuasan perkawinan selama mengasuh anak penyandang ASD...
Saved in:
Summary: | Pasangan dengan anak penyandang Autism Spectrum Disorder (ASD) selalu dikaitkan dengan kepuasan perkawinan yang rendah dan potensi perceraian yang lebih tinggi, namun tidak semuanya demikian, karena mereka bisa mempertahankan dan mampu mencapai kepuasan perkawinan selama mengasuh anak penyandang ASD. Tujuan penelitian untuk mengeksplorasi pengalaman pencapaian kepuasan perkawinan pada pasangan dengan anak penyandang ASD dalam perspektif teori sistem keluarga. Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data menggunakan wawancara semi-terstruktur. Data dianalisis melalui Interpretative Phenomenological Analysis (IPA). Partisipan yang terlibat terdiri dari 7 pasangan dan 4 informan. Kuesioner Couple Satisfaction Index (CSI-16) digunakan sebagai preliminary study dalam mengidentifikasi pasangan yang memiliki kepuasan perkawinan yang tinggi. Uji validitas menggunakan teknik member check dan triangulasi sumber data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pencapaian kepuasan perkawinan pasangan dengan anak penyandang ASD melibatkan 1) Pengalaman awal pasangan selama mengasuh anak penyandang ASD seperti kaget, menyangkal, stres, konflik pasangan, dan konsep diri negatif. 2) Pemenuhan kebutuhan pasangan selama mengasuh anak penyandang ASD seperti kebutuhan dukungan sosial, komunikasi, dukungan pasangan, penerimaan keluarga, dan motivasi eksternal. 3) Pemenuhan harapan pasangan yang mencakup kebahagiaan hubungan, menjalin kebersamaan, dukungan pasangan, dan komunikasi yang intens. Pasangan merealisasikan harapan tersebut dengan melakukan kontrol diri, komunikasi, menciptakan kepedulian, dan mencari dukungan sosial. 4) Tindakan yang dilakukan oleh pasangan dalam mencapai kepuasan perkawinan seperti penerimaan, kontrol diri, kebersamaan, kesamaan peran, komunikasi, optimisme hubungan, keterbukaan, kepercayaan bersama, bersyukur, evaluasi diri, dan mencari dukungan sosial ke orang yang dipercaya atau kepada para ahli. Proses pencapaian kepuasan perkawinan pada pasangan yang mengasuh anak penyandang ASD cenderung berbeda sesuai durasi, namun selalu diawali dengan keterpurukan dan berlanjut pada keinginan untuk mencapai kepuasan perkawinan. |
---|