Efek Pemberian Ekstrak Etanol Polong Okra Merah (Abelmoschus Esculentus L. Moench) Terhadap Ekspresi Onkogen Kanker Serviks (Studi In Vitro Pada Sel HeLa)
Pada wanita, kanker serviks merupakan kanker dengan jumlah insiden dan kematian terbesar setelah kanker payudara. Kanker serviks juga memiliki persebaran yang paling luas, kasusnya terjadi di hampir seluruh belahan dunia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi ekstrak etanol polong ok...
Saved in:
Summary: | Pada wanita, kanker serviks merupakan kanker dengan jumlah insiden dan kematian terbesar setelah kanker payudara. Kanker serviks juga memiliki persebaran yang paling luas, kasusnya terjadi di hampir seluruh belahan dunia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi ekstrak etanol polong okra merah sebagai antikanker berdasarkan pengaruhnya pada pertumbuhan sel HeLa dan ekspresi mRNA tiga onkogen yaitu MYC, TYMS, dan MDM2. Serbuk polong okra dimaserasi menggunakan etanol absolut lalu diuapkan pelarutnya menggunakan rotary evaporator. Sel HeLa dikultur dalam media DMEM dan diseeding semalam sebelum dilakukan perlakuan. Sel HeLa dibagi menjadi tujuh kelompok yaitu, kontrol (K), kontrol positif yang diberi methotrexate 10 μg/mL, P1-P5 dengan pemberian ekstrak etanol polong okra merah dengan dosis masing-masing 50, 100, 250, 500, dan 1000 μg/mL. Pengukuran pertumbuhan sel HeLa menggunakan uji 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium (MTT), sedangkan ekspresi onkogen dievaluasi dengan qRT-PCR kemudian dihitung menggunakan metode Livak dan Schmittgen (2001). Seluruh data dianalisis secara statistik menggunakan α=0,05. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak etanol polong okra merah secara signifikan mampu menurunkan pertumbuhan sel HeLa dan menurunkan ekspresi mRNA pada ketiga onkogen sel HeLa. Kelompok P5 dengan konsentrasi ekstrak etanol polong okra merah 1000 μg/mL dan waktu inkubasi 72 jam memiliki pertumbuhan yang paling rendah yaitu 43,08 % serta mengalami penurunan ekspresi onkogen dalam jumlah yang paling tinggi yaitu MYC, TYMS, dan MDM2 masing-masing sebesar 6,154; 3,373; dan 5,170 kali dibandingkan dengan kelompok kontrol, sehingga kelompok P5 dengan waktu inkubasi 72 jam merupakan dosis dan waktu inkubasi yang paling optimal dalam penelitian ini. |
---|