Aplikasi Transfer Embrio Sapi Madura Hasil Fertilisasi In Vitro Pada Sapi Perah Tujuh Hari Pasca Inseninasi

Transfer embrio (TE) dan Fertilisasi in vitro (FIV) sebagai generasi kedua bioteknologi reproduksi setelah inseminasi buatan (IB) diyakini memiliki beberapa kelebihan antara lain dapat digunakan untuk penyebaran bibit unggul ternak dengan cara yang lebih cepat kapada masyarakat. Satu-satunya faktor...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Authors: Imam Mustofa, -, Pudji Srianto, -, Laba Mahaputra, -
Format: Monograph NonPeerReviewed
Language:Indonesian
Published: Fakultas Kedokteran Hewan 1998
Subjects:
Online Access:https://repository.unair.ac.id/114994/1/KKC%20573%206%20Mus%20a-1%20-.pdf
https://repository.unair.ac.id/114994/
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: Indonesian
Description
Summary:Transfer embrio (TE) dan Fertilisasi in vitro (FIV) sebagai generasi kedua bioteknologi reproduksi setelah inseminasi buatan (IB) diyakini memiliki beberapa kelebihan antara lain dapat digunakan untuk penyebaran bibit unggul ternak dengan cara yang lebih cepat kapada masyarakat. Satu-satunya faktor yang masih dirasakan sebagai kendala adalah mahalnya harga prepflt hormon untuk penyerentakan birahi dalam aplikasi teknologi tersebut. Sapi betina dapat mengandung lebih dari satu fetus dalam sekali masa kebuntingan. Untuk meningkatkan penerimaan uterus terhadap embrio yang ditransferkan dapat dilakukan penyuntikan preparat progesteron ekSogen yang dalam bentuk medroxy progesterone acetate (MPA) dapat diperoleh dengan harga yang relatif murah. Berdasarkan fakta di atas perlu diteliti kelayakan pelaksanaan TE hasil FIV pada sapi tujuh hari pasca IB. Sebagai pembeda antara hasil IB dengan hasil TE resipien yang dipakai adalah sapi perah FH yang telah di IB dengan semen beku pejantan sapi FH, sedangkan embrio yang ditransferkan adalah embrio sapi madura hasil FIV. Empat puluh ekor sapi perah Frisian Holstein betina yang sehat dan dalam keadaan tidak bunting (milik peternak anggota Koperasi Harum Kotamadya Surabaya) dibagi secara acak menjadi empat keiompok percobaan. Untuk memudahkan jadwal pelaksanaan penelitian kepada hewan coba dilakukan penyerentakan birahi. Inseminsi buatan dilakukan 8-10 jam setelah birahi. Kelompok pertama tidak diberi perlakuan (kontrol), sedangkan tiga kelompok yang lain masing-masing disuntik MPA 100 mg. + TE, MPA 150 mg. + TE, dan MPA 200 mg. + TE. Penyuntikan MPA dilakukan secara intra muskuler pada hari ke-3 setelah IB. Transfer embrio dilakukan hari ketujuh setelah IB secara kontra lateral (berlawanan tempat dengan keberadaan korpus luteum). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebuntingan yang terjadi pada kelompok kontrol, perlakuan transfer embrio dengan suplementasi MPA 100, 150 dan 200 mg berturut-turut sebesar 60 %, 37,5 %, 37,5 % dan 55,6 % (p>0,05).