Terapi Xerostomia Akibat Radiasi dengan Menggunakan Bone Marrow Messenchymal Ste, Cell (MBSCs)

Mesenchymal Stem Cells (MSCs) telah banyak menarik perhatian para klinisi karena aplikasi potensialnya dalam terapi berbasis sel. MSCs dapat ditemukan hampir pada semua jaringan tubuh dan merupakan sumber sel utama untuk memperbaiki dan meregenerasi jaringan yang rusak termasuk xerostomia akibat...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Sri Wigati Mardi Mulyani, -
Format: Monograph NonPeerReviewed
Language:Indonesian
Published: UNIVERSITAS AIRLANGGA 2018
Subjects:
Online Access:https://repository.unair.ac.id/115646/1/2022_03_17_12_18_14.pdf
https://repository.unair.ac.id/115646/
http://lib.unair.ac.id
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: Indonesian
Description
Summary:Mesenchymal Stem Cells (MSCs) telah banyak menarik perhatian para klinisi karena aplikasi potensialnya dalam terapi berbasis sel. MSCs dapat ditemukan hampir pada semua jaringan tubuh dan merupakan sumber sel utama untuk memperbaiki dan meregenerasi jaringan yang rusak termasuk xerostomia akibat defek kelenjar saliva yang disebabkan paparan radiasi ionisasi. Efikasi dan potensi terpiutikMSCs tergantung pada beberapa hal antara lain kondisi keradangan pada daerah injuri pada saat akan ditransplantasikan. Ketika kerusakan jaringan terjadi, MSCs baik di daerah selcitar atau yang berasal dari sumsum tulang dimobilisasi dan bermigrasi ke jaringan yang rusak. Pada umumnya kerusakan jaringan akan disertai dengan pelepasan faktor proinflamasi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ada interaksi dua arah antara MSCs dan sel inflamasi, yang menentukan hasil proses perbaikan jaringan yang dimediasi oleh MSCs. Mekanisme perbaikan jaringan yang dimediasi MSC sangat kompleks, namun faktor tropik yang dilepaskan MSC sepert fibroblas growth factor (FGF), vascular endothelial growth factor (VEGF), stromal derived factor-1 (SDF-1), CXCR4 dan lain-lain mempunyai peran yang penting yaitu meregulasi homing, retensi dalam microenvironment dan memberikan signal untuk cell growth dan diferensiasi. Pada keadaan akut pada umumnya kerusakan jaringan diikuti oleh inflamasi, diduga bahwa faktor inflamasi yang dihasilkan selama immune respon bertindak untuk mengaktifkan kapasitas imunosupresif MSCs. Sebaliknya, beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa MSCs tidak dapat bertahan hidup pada saat ditransplantasikan atau tidak dapat menekan Graft vs Host Disease (GvHD), meskipun secara in vitro dapat menekan proliferasi limfosit sampai batas tertentu. Oleh karena itu, status peradangan pada kondisi akut ataupun kronis pada lingkungan mikro tertentu yang terkait dengan kerusakan jaringan mungkin perlu dipertimbangkan saat dilakukan transplantasi MSCs. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari waktu pemberian transplantasi MSCs yang tepat sehingga dapat meningkatkan efikasi dan potensi terapi dari MSCs ini sehingga diharapkan dapat terjadi proses regenerasi jaringan yang lebih optimal. Penelitian ini adalah true experimental dengan rancangan post test only control group design. BM-MSCs diisolasi dari femur tikus janta Wistar dengan umur 3-4 bulan dan berat 200 gram, kemudian dikultur dalam kondisi normolcsia (02 21%) dan kondisi hipoksia dengan menggunakan hypoxia chamber yang mengadung N2 95%. CO2 5% dan 02 1% selama 48 jam. Sebanyak 30 ekor tikus Wistar jantan dibagi dalam 6 kelompok yaitu 2 kelompok Kontrol (kontrol normal dan kontrol defek) serta 4 kelompok perlakuan. Seluruh sampel kecuali kontrol normal dibuat defek pada kelenjar salivanya dengan cara memberi paparan radiasi sebesar 15 Gy pada daerah ventral leher tikus. Pada kelompok perlakuan kemudian diberi transplantasi BM-MSCs pada 4 minggu setelah radiasi dan kemudian dibandingkan dengan pemberrian BM-MSCs pada 4 minggu setelah radiasi. Pengamatan terhadap sampel dilakukan setelah 30 hari pasca transplantasi terhadap proses regenerasi kelenjar saliva melalui ekspresi sejumlah chemokines dan protein yaitu SDF1-CXCR4, Bc12 pada jaringan kelenjar saliva yang defek dengan metode Imunohistokimia dan pemeriksaan aktivitas enzim a-amilase yang diproduksi sel acinar dengan cara ELISA aktivitas sebagai penanda terjadinya proses regenerasi kelenjar saliva. Data yang terkumpul dianalisis dengan uji statistik MANOVA.