Pengaruh Imunisasi Sperma Terhadap Angka Kebuntingan, Kematian Dini Dan Efek Teratogenik Pada Tikus Putih

Salah satu metode kontrasepsi yang dikembangkan saat ini adalah metode imunokontrasepsi atau vaksin kontrasepsi ( Alexander, 1993 ). Imunisasi spermatozoa akan menginduksi produksi antibodi anti spermatozoa yang akan menyelubungi antigen pada kepala dan ekor spermatozoa, yang akan mengganggu proses...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Authors: Tri Wahyu Suprayogi, -, Suherni Susilowati, -, Indah Norma Triana, -
Format: Monograph NonPeerReviewed
Language:Indonesian
Published: LEMBAGA PENELITIAN 2005
Subjects:
Online Access:https://repository.unair.ac.id/119166/1/LP_19_08%20SUP%20P.pdf
https://repository.unair.ac.id/119166/
http://www.lib.unair.ac.id
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: Indonesian
Description
Summary:Salah satu metode kontrasepsi yang dikembangkan saat ini adalah metode imunokontrasepsi atau vaksin kontrasepsi ( Alexander, 1993 ). Imunisasi spermatozoa akan menginduksi produksi antibodi anti spermatozoa yang akan menyelubungi antigen pada kepala dan ekor spermatozoa, yang akan mengganggu proses kapasitasi, sehingga akan menghambat terjadinya reaksi akrosom akibatnya kemampuan fertiIisasi berkurang. Respon imun yang terbentuk akan mengurangi ikatan spermatozoa terhadap zona pelusida dan mengurangi jumlah embrio yang mencapai tahap blastosit ( King,dkk, 2001 ). Tujuan dari peneIitian ini adalah untuk mengetahui persentase kebuntingan, kematian dini dan efek teratogenik pada tikus putih setelah imunisasi dengan sperma. Sedangkan manfaat penelitian ini adalah memperoleh bahan yang bersifat imunogen yang dapat digunakan sebagai imunokontrasepsi. Adapun hipotesis penelitian ini adalah terdapat perbedaan persentase angka kebuntingan, kematian dini, efek teratogenik pada tikus putih setelah imunisasi dengan sperma dan tanpa imunisasi. Penelitian ini menggunakan suspensi sperma, dimana sperma ditampung dengan vagina buatan , kemudian disentrifuge dengan kecepatan 10000 rpm selama 10 menit, cairan bagian atas tabung dibuang dan peletnya ditambah dengan PBS ( Phosphat Buffer Saline) dan siap untuk disuntikkan pada tikus putih betina. Sebanyak 30 ekor tikus putih betina dibagi secara acak menjadi 3 kelompok: Kelompok I : sebagai kontrol ( imunisasi dengan Na CI fisiologis ) Kelompok II : imunisasi dengan 0,1 ml suspensi sperma sci 2 hari sekali selama 21 hari. Kelompok III : imunisasi dengan 0,1 ml suspensi sperm a sc/setiap hari selama 21 hari. Kemudian dilakukan perkawinan dengan tikus putih dengan perbandingan 1 tikus putih jantan dikawinkan dengan 2 ekor tikus putih betina. Imunisasi Pada Tikus Putih Betina untuk melihat kematian dini Sebanyak 30 ekor tikus putih betina dibagi menjadi 3 kelompok secara acak. Kelompok I : sebagai kontrol ( imunisasi dengan Na CI fisiologis ) Kelompok II : imunisasi dengan 0,1 ml suspensi sperma sci 2 kali sehari selama 21 hari Kelompok III : imunisasi dengan 0,1 ml suspensi sperma sc/setiap hari selama 21 hari Kemudian pada akhir imunisasi , semua tikus putih betina dikawinkan dengan tikus putih jantan dengan perbandingan 1 tikus putih jantan dikawinkan dengan 2 ekor tikus putih betina. Selanjutnya dilakukan pembedahan 3 hari setelah perkawinan untuk melihat adanya kematian dini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase angka kebuntingan pada kelompok I masih 100%, sedangkan pada kelompok II sebesar 70% , tidak terjadi kematian dini dan efek teratogenik pada penyuntikan dengan suspensi sperma. Kesimpulan penelitian ini adalah penyuntikan suspensi sperma pada tikus putih betina belum 100% menurunkan angka kebuntingan, tidak mempengaruhi kejadian kematian dini dan efek teratogenik. Saran penelitian ini adalah dosisnya dapat ditingkatkan agar menurunkan angka kebuntingan sehingga dapat digunakan sebagai imunokontrasepsi.