Perlindungan Hukum Konsumen Pengguna Jasa Asuransi Kerugian Akibat Pencantuman Klausula Baku pada Polis (Studi Kasus Polis Asuransi Wahana Tata)

Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka sebagai akhir dari skripsi dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : a. Berdasarkan UUPK, pencantuman klausula baku yang bersifat eksenorasi pad a polis asuransi adalah bertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal18 Undang-unda...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Sapta Aprilianto
Format: Theses and Dissertations NonPeerReviewed
Language:Indonesian
Indonesian
Published: 2003
Subjects:
Online Access:https://repository.unair.ac.id/136055/1/KKB%20KK-2%20%20FH%20Sap%20p_ABSTRAK.pdf
https://repository.unair.ac.id/136055/2/KKB%20KK-2%20%20FH%20Sap%20p.pdf
https://repository.unair.ac.id/136055/
http://lib.unair.ac.id
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: Indonesian
Indonesian
Description
Summary:Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka sebagai akhir dari skripsi dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : a. Berdasarkan UUPK, pencantuman klausula baku yang bersifat eksenorasi pad a polis asuransi adalah bertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal18 Undang-undang tersebut. Pada prinsipnya UUPK tidak melarang pelaku usaha (pihak asuransi) membuat pe~anjian baku yang mencantumkan klausula baku dalam polis asuransi, namun dalam hal ini Undang-undang memberikan pembatasan mengenai klausula baku tersebut, yaitu pencantuman klausula baku tidak boleh melanggar ketentuan dalam Pasal 18 UUPK. Dan apabila pelaku usaha menyimpangi ketentuan dalam Pasal 18 (1) Undang-undang tersebut, maka sesuai dengan Pasal 18 (3) Undang-undang tersebut dinyatakan batal demi hukum. b. Pihak konsumen yang merasa dirugikan dengan adanya pencantuman klausula baku pad a polis asurasi kerugian, dapat melakukan upaya hukum dengan gugatan berdasarkan Perbuatan Melanggar Hukum, Kemudian mengenai penyelesaian sengketa konsumen dapat menempuh jalur pertama yaitu Nonlitigasi, ( penyelesaian sengketa diluar pengadilan ) dan atau jalur kedua litigasi. ( penyelesaian sengketa melalui pengadilan ) yang mana kedua jalur tersebut diataur secara jelas dalam UUPK.