Status Dan Akibat Hukum Perkawinan Beda Agama

Dari serangkaian uraian dan pembahasan yang saya sampaikan pada bab bab terdahulu maka selanjutnya dapat saya sampaikan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut : Bahwa perkawinan antara pria yang beragama Islam dengan seorang wanita yang beragama Kristen untuk saat sekarang tidak dapat dibenarkan wala...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Siska Fibrie Anggraini, -
Format: Theses and Dissertations NonPeerReviewed
Language:Indonesian
Published: 2003
Subjects:
Online Access:https://repository.unair.ac.id/136176/1/siska%20fibre%20a.pdf
https://repository.unair.ac.id/136176/
http://www.lib.unair.ac.id
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: Indonesian
Description
Summary:Dari serangkaian uraian dan pembahasan yang saya sampaikan pada bab bab terdahulu maka selanjutnya dapat saya sampaikan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut : Bahwa perkawinan antara pria yang beragama Islam dengan seorang wanita yang beragama Kristen untuk saat sekarang tidak dapat dibenarkan walaupun berdasarkan pemahaman surat AI Maidah ayat 5 diperbolehkan dengan syarat bahwa wanita tersebut adalah ahli kitab dan selanjutnya berdasarkan penafsiran bahwa wanita ahli kitab ada1ah mereka yang masih tetap berpegangan terhadap kitab yang mumi seba~a: wahyu lllahi dar. pada saat sekarang keberadaan wanita sesuai kriteria tersebut sangatlah mustahil. Sedangkan Pria yang diperbolehkan w1tuk k:w.; n dengan wanita Kristen adalah mereka yang taat beribadah, kuat imannya. baik budi pekertinya serta memiliki moral islam dalam membangun rumah tangga yang !islami sehingga wanna yang dikawin pria tersebut dapat mengikuti agama suaminya Dalam penerapan undang-undang Nomor I tahun 1974 JUga tidak mengatur arJanya perkawinan beda agama, selan.1umya pada pasal 2 ayat disampaikan bahwa perkawinan adALah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Hal ini menunjukan bahwa hukum agama merupakan !andasan filosofis dan landasan hul.um yang merupakan persyaratan mutlak dalam menentukan keabsaban perkawinan. Oleh karena dengan mendasarkan pada Undang-undang nomor I tahun 1974, tidak dimungkinkan adanya perkawinan beda agama, karena pada masing-masing agama telah ada ketentuan hukum yang mengikat kepada mereka dan mengandung perbedaan yang prinsip serta tidak mungkin untuk dipersatukan. Akibat yang ditimbulkan dari adanya perkawinan beda agama tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menentukan keputusan dan penetapan baik dalam hal harta benda, anak yang dihasilkan dari perkav•inan beda agama dan selanjutnya akan menyisakan permasalahan ketika ada sengketa dalam penentuan waris. Hal ini terjadi karena setiap menentukan dan atau menetapkan hal-hal yang berhubung2~1 dengan akibat perkawinan selalu berhubungan dengan sah tidaknya perkawinan. Sedangkan perkawinan beda agama secara jelas tidak dapat dianggap sah karena tidak dapat memenuhi ketentuan -ketentuan yang dipersyaratkan dalam perkawinan.