Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya terhadap Efektivitas Program Keluarga Berencana dalam Hubungan Penurunan Tingkat Fertilitas pada Masyarakat Jawa Timur

Jawa Timur salah satu provinsi yang telah berhasil dalam usaha mengendalikan jumlah penduduk. Disadari atau tidak jumlah penduduk yang besar lebih merupakan beban dibanding sebagai modal pembangunan. Provinsi Jawa Timur selama 30 tahun terakhir telah berhasil menurunkan pertumbuhan penduduk, dari...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Mohamad Saleh
Format: Theses and Dissertations NonPeerReviewed
Language:Indonesian
Indonesian
Published: 2004
Subjects:
Online Access:https://repository.unair.ac.id/32636/7/ABSTRAK.pdf
https://repository.unair.ac.id/32636/13/32636.pdf
https://repository.unair.ac.id/32636/
http://lib.unair.ac.id
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: Indonesian
Indonesian
Description
Summary:Jawa Timur salah satu provinsi yang telah berhasil dalam usaha mengendalikan jumlah penduduk. Disadari atau tidak jumlah penduduk yang besar lebih merupakan beban dibanding sebagai modal pembangunan. Provinsi Jawa Timur selama 30 tahun terakhir telah berhasil menurunkan pertumbuhan penduduk, dari rata-rata 1,54% per tahun (SP-1971) menjadi 0,63% (SP-2000). Penurunan tadi diimbangi dengan menurunnya tingkat kelahiran (TFR), dari 4,72 menjadi 2,00 pada kurun waktu yang sama. Dengan menurunnya tingkat pertumbuhan penduduk dan tingkat kelahiran (TFR) di Jawa Timur selama ini, adakah pengaruh dari faktor sosial, faktor ekonomi, faktor budaya, faktor pelaksanaan Keluarga Berencana, faktor efektivitas program Keluarga Berencana, faktor pekerjaan ibu dan tingkat produktivitas ibu Pasangan Usia Subur (PUS)? Faktor mana yang paling berpengaruh terhadap efektivitas dan tingkat fertilitas baik secara positif maupun secara negatif? Jenis penelitian bersifat korelasional, yaitu suatu upaya untuk meneliti hubungan antar variabel dan hubungan tersebut dapat bersifat simetris, asimetris atau resiprokal. Ditinjau dari sifat permasalahannya, penelitian ini dapat juga digolongkan sebagai jenis penelitian eksplanatori, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menjelaskan gejala yang ditimbulkan oleh suatu obyek penelitian. Dalam penelitian ini faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan program Keluarga Berencana dan terhadap tingkat fertilitas (TFR) diukur melalui faktor sosial, ekonomi dan budaya. Masing-masing faktor memiliki indikator sebagai berikut : -Faktor sosial, dengan tiga indikator yaitu tingkat pendidikan PUS, tingkat pendidikan suami dan pekerjaan suami. -Faktor ekonomi, diukur dengan empat indikator yaitu besarnya pengeluaran keluarga untuk makan dan non makan, status tempat tinggal, lantai rumah dan sarana transportasi. -Faktor budaya, diukur dengan menggunakan 9 indikator yaitu norma anak jumlah anak/ sumber rejeki, jenis kelamin, fungsi anak sebagai penyambung generasi, fungsi sebagai tempat berlindung hari tua dan sebagai sumber rezeki, kepatuhan tokoh formal dan non formal, pemilikan sarana hiburan, pemilikan sarana informasi. . -Faktor pelaksanaan program KB, diukur dengan tujuh indikator yaitu frekuensi penyuluhan dari Dinas, tokoh masyarakat, tokoh agama, pengetahuan aseptor tentang KB, kemudahan untuk memperoleh alat dan pelayanan KB, serta besarnya biaya. Metode penelitian dilakukan dengan cara survei, dengan pendekatan kuantitatif-metode pengumpulan data menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian lewat wawancara. Jumlah sampel kurang lebih 643 responden dari pasangan usia subur. Penarikan sampel dari populasi dilakukan secara multistage sampling, responden tersebar di tiga wilayah budaya, untuk wilayah budaya Mataraman diwakili 210 resoponden, Pesisir Arek diwakili 212 responden dan Madura diwakili 221 responden. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan Structural Equitation Modeling (SEM) dengan software AMOS 4.01. Profil Responden yang Diteliti Jumlah Responden yang diteliti sebanyak 643 PUS, tersebar di 3 wilayah budaya yang ada di Jawa Timur, dari mereka sebanyak 76,7% sebagai aseptor aktif dan 22,7% bukan sebagai aseptor. Dari jumlah tersebut hanya 4,8% responden menyatakan tidak pernah sama sekali ikut Keluarga Berencana. Tingkat pendidikan responden sebanyak 10,0% tidak tamat, 29,9% tamat SD, 19,8% tamat SMP, 27,7% tamat SLTA dan 12,8% tamat Perguruan Tinggi. Jenis pekerjaan 42,9% tidak bekerja sebagai ibu rumah tangga, 24,4% sebagai pedagang dan 16,2% sebagai pegawai. Kondisi ekonomi dari jumlah 643 PUS 34,69% termasuk kelompok miskin, 55,66% kelompok menengah dan 9, 65% termasuk kelompok mampu. Jumlah anak yang dilahirkan (TFR) dari kelompok miskin (78,80%) dan kelompok menengah (71,20%) memiliki anak #8804; 2 dan kelompok mampu (57.00%) memiliki anak :2: 2. Kelompok mampu rata-rata memiliki anak lebih banyak dibandingkan kelompok miskin. Untuk mengukur efektivitas pelaksanaan program KB digunakan alat analisis dengan uji statistik t-test clan F-test (ANOVA). Hasil temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program KB di Jawa Timur selama 30 tahun sudah efektif (TFR dari 4.72 turun menjadi 2.15), dengan urutan keberhasilan sebagai berikut; wilayah budaya Pesisir Arek paling berhasil TFR (2.06), kemudian diikuti wilayah budaya Mataraman TFR (2.10) dan terakhir wilayah budaya Madura TFR (2.29). Dari analisis SEM, diketahui bahwa faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor budaya serta faktor pelaksanaan program KB, faktor pekerjaan PUS dan faktor produktivitas ibu PUS berpengaruh terhadap efektivitas KB dan tingkat fertilitas, baik secara positif maupun negatif. Pengaruh positif berarti bila terjadi perubahan perbaikan dari faktor-faktor tersebut akan berdampak adanya kenaikan terhadap efektivitas dan tingkat tertilitas. Misalnya dengan adanya perbaikan ekonomi PUS berpengaruh terhadap meningkatnya jumlah anak yang dilahirkan, dan sebaliknya bila terjadi perbaikan ekonomi justru berdampak menurunnya tingkat fertilitas demikian juga pengaruh faktor-faktor lain (sosial, budaya, pelaksanaan Keluarga Berencana, efektivitas Keluarga Berencana, pekerjaan ibu serta produktivitas PUS). Kuatnya pengaruh dari masing-masing faktor sangat dipengaruhi oleh maju tidaknya pembangunan sosial, ekonomi dan budaya/ modernisasi di masing-masing wilayah. I. Wilayah Jawa Timur 1. Faktor ekonomi-berpengaruh positif terhadap efektivitas dan tingkat fertilitas dengan besaran angka koefisien path (6.854) dan (7.595). Semakin besar angka koefisien path semakin kuat pengaruhnya terhadap efektivitas dan tingkat fertilitas. Faktor ekonomi pengaruhnya paling kuat dibanding faktor so sial dan budaya dengan pengaruh positif tersebut berarti semakin baik kondisi ekonomi PUS di Jawa Timur semakin mengharapkan jumlah anak ideal maupun anak yang dilahirkan semakin besar. Kondisi ini sesuai dengan pendapat dari para penyaji teori Transisi Demografi Easterlin (1975), Ekonomi Fertilitas Becker (1960), Hoffman Wyatt (1960), Freedman (1975) dan dari teori Ekonomi Rumah Tangga Caldwell (1960) serta beberapa hasil penelitian Hull and Hull (1978) dan Singarimbun (1976). Kondisi ini menggambarkan keadaan masyarakat pada lahap pra-modernisasi (masyarakat agraris di mana sebagian besar penduduknya tergolong miskin, anak masih dianggap sebagai investasi atau sebagai faktor produksi). 2. Faktor Sosial-berpengaruh negatif terhadap efektivitas Keluarga Berencana dan tingkat fertilis dengan besaran angka koefisien path (-1.085) dan (-1.202). Pengaruh negatif berarti semakin balk tingkat sosial (pendidikan dan pekerjaan) anggota masyarakat semakin mengharapkan jumlah anak ideal maupun jumlah anak yang dilahirkan semakin kecil, kondisi ini didukung oleh teari Transisi Demografi Easterlin (1975), Teori Ekonomi Fertilitas Hoffman Wyatt (1960), Kondisi ini menunjukkan semakin maju keadaan sosial masyarakat mengakibatkan perubahan pola berfikir penduduk terhadap jumlah anak yang diinginkan yaitu pada tahap modernisasi awal, jumlah anak yang diinginkan maupun jumlah anak yang dilahirkan terus menurun, 3. Pengaruh faktor budaya bersifat positif dan fix terhadap efektivitas program Keluarga Berencana dan signifikan terhadap tingkat fertilitas namun pengaruhnya relatif lemah dibanding dengan pengaruh faktor sosial maupun faktor ekonomi. Mengingat pengaruhnya relatif lemah baik terhadap efektivitas maupun tingkat fertilitas di Jawa Timur menandakan bahwa peran faktor budaya dalam mempengaruhi tingkat efektivitas dan fertilitas sangat sedikit (0.090) dan (0.100). Hal ini dapat dimaklumi bahwa indikator budaya yang digunakan untuk mengukur tingkat efektivitas dan fertilitas sangat terbatas (9 indikator) yang rata-rata sebagian indikator tersebut pada saat sekarang kurang diinformasikan baik oleh Dinas, tokoh formal maupun non formal, bahkan sebagian idikator tadi sudah merupakan bagian dari kehidupan masyarakat (sudah membudaya) ini sesuai dengan pendapat Kottak (1999), akibat modernisasi terjadi perubahan-perubahan terhadap perilaku masyarakat. 4. Faktor Pelaksanaan Keluarga Berencana-Faktor ini berpengaruh secara negatif terhadap efektivitas dan tingkat fertilitas dengan besaran angka koefisien path (-0.211) dan (-0.234) ini berarti semakin intensif pelaksanaan Keluarga Berencana semakin sedikit terhadap jumlah anak yang diinginkan maupun yang dilahirkan. Kondisi ini sejalan dengan pendapat Freedman (1983) tentang Teori Penurunan Fertilitas-yang menyatakan motivasi untuk fertilitas yang lebih rendah diperoleh dari persepsi orang tua yang tumbuh karena beberapa perubahan kualitas kehidupan - intinya memiliki anak yang lebih sedikit lebih menguntungkan dibanding jumlah anak yang lebih banyak. 5. Tingkat fertilitas berpengaruh positif terhadap produktivitas PUS, dengan besaran angka koefisien path (7.727), artinya semakin tinggi tingkat fertilitas semakin mengharapkan tingkat produktivitas ibu meningkat, untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Gambaran ini sejalan dengan teori tentang terjadinya pembentukan budaya (culture patterns) akibat adanya modernisasi pada bidang tehnologi. Misalnya berubahnya peran wanita akibat adanya pola baru dari ibu runah tangga berubah sebagai ibu karir bekerja di luar rumah (Kottak, 1999). 6. Faktor pekerjaan ibu berpengaruh positif dan langsung terhadap efektivitas dengan besaran angka koefisien path (2.630), ini berarti ibu yang dapat bekerja mengharapkan anak yang semakin banyak. Faktor produktivitas ibu PUS-berpengaruh negatif terhadap efektivitas dengan besaran angka koefisien path (-7.817), ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat produktivitas ibu semakin mengharapkan jumlah anak ideal sedikit. II. Wilayah Budaya Mataraman, Pesisir Arek dan Madura. Pengaruh masing-masing faktor yang berlaku di Jawa Timur tidak semuanya berlaku sama di masing-masing wilayah budaya. Pengaruh masing-masing faktor dapat diterima disuatu wilayah dan ditolak di wilayah lain. Masing-masing faktor tadi ada yang pengaruhnya bersifat positif di suatu wilayah dan dapat bersifat negatif di wilayah lain terhadap faktor yang sama. Dan hasil analisis di 3 wilayah budaya menunjukkan adanya kesamaan berlakunya pengaruh faktor-faktor tersebut pada wilayah budaya Mataraman dan Madura dengan wilayah Jawa Timur secara menyeluruh, namun untuk wilayah Pesisir Arek menunjukkan ciri-ciri yang berbeda dibandingkan dengan wilayah Mataraman dan Madura serta wilayah Jawa Timur. Hal ini dikarenakan bahwa wilayah budaya Pesisir Arek merupakan wilayah yang lebih maju dibanding dengan wilayah Mataraman dan Madura baik dalam bidang pembagunan ekonomi, sosial, budaya, maupun politik, dan wilayah ini secara historis sejak jaman Majapahit sudah menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan bahkan bagian pesisir utara sudah merupakan pintu gerbang internasional. masuknya budaya dari luar (Timur Tengah/ Islam dan Barat/ modern) ke wilayah Jawa Timur lewat pelabuhan Tuban dan Gersik. Akibat adanya perbedaan berlakunya pengaruh faktor-faktor tersebut untuk masing-masing wilayah budaya, maka perlu dikemukakan tentang besarnya pengaruh masing-masing faktor di masing-masing wilayah budaya sebagai berikut: 1. Pengaruh faktor ekonomi untuk semua wilayah budaya berlakunya hampir sama yaitu bersifat positif baik terhadap efektivitas KB maupun terhadap tingkat fertilitas, kecuali pada wilayah budaya Pesisir Arek, pengaruh faktor ekonomi terhadap efektivitas Keluarga Berencana bersifat negatif dengan besaran angka koefisien path (-14600) dan positif terhadap tingkat fertilitas dengan besaran angka koefisien path (196.151). Ini berarti semakin baik kondisi ekonomi masyarakat mengharapakan jumlah anak ideal semakin besar kecuali di wilayah Pesisir Arek justru sebaliknya, untuk tingkat fertilitas pengaruh faktor ekonomi berlaku sama dengan wilayah lain (positif) yang besarnya tidak sama, ini berarti rata-rata masyarakat Jawa Timur apakah diwilayah budaya Mataraman, Pesisir Arek dan Madura menunjukkan bahwa semakin baik kondisi ekonomi semakin mengharapkan jumlah anak yang dilahirkan lebih besar meskipun kenyataannya rata-rata TFR 2.15. Gambaran ini tidak sejalan dengan pendapat para penyaji Teori Ekonomi Fertilitas Beeker (1960), Transisi Demografi Easterlin (1977), Teori Ekonomi Rumah Tangga Narlove (1974) dan Caldwell (1978). 2. Pengaruh faktor sosial berlakunya untuk semua wilayah berbeda-beda, di wilayah budaya Pesisir Arek sangat kuat pengaruhnya dan bersifat positif, di wilayah Mataraman tidak berpengaruh sedang di wilayah Madura bersifat negatif seperti yang berlaku di wilayah Jawa Timur juga bersifat negatif terhadap efektivitas Keluarga Berencana dan tingkat fertiltas. 3. Pengaruh faktor budaya terhadap efektivitas Keluarga Berencana dan tingkat fertilitas di wilayah Pesisir Arek ditolak (tidak memiliki pengaruh) baik terhadap efektifitas maupun tingkat fertilitas, sedang di wilayah Mataraman dan Madura berpengaruh negatif meskipun sifatnya lemah, ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat budaya masyarakatnya semakin mengharapkan jumlah anak yang dilahirkan (TFR) semakin kecil sesuai dengan pendapat Kottak (1999). Lain halnya di wilayah Jawa Timur pengaruh faktor budaya justru bersifat positif meskipun lemah. Walaupun lemah pengaruhnya terhadap efektivitas program Keluarga Berencana dan tingkat fertilitas di wilayah Mataraman dan Madura, akan tetapi ada perbedaan dengan wil ayah budaya Pesisir Arek. Di Pesisir Arek faktor budaya tidak berpengaruh terhadap efektivitas dan fertilitas. Hal ini diperkuat hasil uji ANOVA, di mana terdapat perbedaan yang nyata tentang norma anak sebagai karunia Tuhan, anak sumber rejeki dan anak tempat berlindung pada hari tua di tiga wilayah budaya tersebut. 4. Pengaruh faktor pelaksanaan Keluarga Berencana-pelaksanaan Keluarga Berencana mempunyai pengaruh negative untuk semua wilayah budaya di Jawa Timur kecuali Pesisir Arek, ini berarti bahwa semakin intensif pelayanan Keluarga Berencana, semakin sedikit jumlah anak yang diinginkan dan semakin sedikit pula jumlah anak yang dilahirkan. Gambaran ini sesuai dengan Teon Penurunun Fertilitas Freedman (1975). Untuk wilayah Pesisir Arek pengaruh faktor pelaksanaan Keluarga Berencana terhadap efektivitas dan tingkat fertilitas ditolak (tidak berpengaruh ). 5. Pengaruh tingkat fertilitas di semua wilayah budaya bersifat positif terhadap produktivitas ibu PUS, ini menunjukkan bahwa semakin besar jumlah anak, seorang ibu PUS harus berusaha meningkatkan produktivitas kerjanya guna memenuhi kebutuhan keluarga. Di wilayah budaya Madura fertilitas secara eksplisit tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pekerjaan ibu PUS/ ditolak. Sedangkan di Mataraman dan Pesisir Arek, fertilitas berpengaruh positif terhadap tingkat pekerjaan ibu PUS. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak anak yang dimiliki menuntut seorang ibu untuk bekerja, guna menambah penghasilan untuk mencukupi kebutuhan keluarga. 6. Pengaruh pekerjaan ibu PUS terhadap tingkat efektivitas bersifat positif, kecuali di wilayah Pesisir Arek tidak ada pengaruhnya. Faktor produktivitas ibu PUS berpengaruh negatif terhadap efektivitas Keluarga Berencana di wilayah Mataraman (-4098) dan wilayah Madura (-2.415), ini berarti semakin tinggi tingkat produktivitas ibu PUS tnengharapkan jumlah anak ideal semakin kecil. Secara keseluruhan di wilayah Jawa Timur faktor produktivitas ibu PUS berpengaruh negatif juga (-7.817) terhadap efektivitas. Kecuali di wilayah Pesisir Arek pengaruh faktor produktivitas ibu PUS terhadap efektivitas ditolak/ tidak berpengaruh. </description