PERWAKAFAN ATAS TANAH YANG BELUM DIDAFTAR

Perwakafan dapat dilakukan terhadap barang bergerak dan barang yang tidak bergerak berupa tanah yang sudah terdaftar atau tanah yang belum terdaftar. Wakaf adalah pranata hukum yang berasal dari hukum Islam. Bagi masyarakat Islam,wakaf merupakan amalan yang paling besar karena wakaf merupakan sod...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: KUSUMAWATI WIDURI, 030942133
Format: Theses and Dissertations NonPeerReviewed
Language:Indonesian
Indonesian
Published: 2012
Subjects:
Online Access:http://repository.unair.ac.id/37156/1/gdlhub-gdl-s2-2011-widurikusu-23199-4.abstr-.pdf
http://repository.unair.ac.id/37156/13/gdlhub-gdl-s2-2011-widurikusu-23199-full%20text.pdf
http://repository.unair.ac.id/37156/
http://lib.unair.ac.id
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: Indonesian
Indonesian
Description
Summary:Perwakafan dapat dilakukan terhadap barang bergerak dan barang yang tidak bergerak berupa tanah yang sudah terdaftar atau tanah yang belum terdaftar. Wakaf adalah pranata hukum yang berasal dari hukum Islam. Bagi masyarakat Islam,wakaf merupakan amalan yang paling besar karena wakaf merupakan sodaqoh jariyah yang nilai pahalanya tidak terputus . Di samping itu memberikan manfaat bagi masyarakat Perwakafan telah diterima masyarakat Indonesia dianggap sebagai lembaga hukum yang timbul dari hukum adat dan dari pergaulan hidup. Ada 2 (dua) macam wakaf yaitu: 1).Wakaf Dzuri yang ditujukan pada orang tertentu, seorang atau lebih, keluarga wakif atau bukan.2). Wakaf Khairi/Choiri untuk kepentingan umum dan kepentingan agama. Peraturan tentang wakaf telah diatur sejak zaman kolonial yang kemudian sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keagamaan di Indonesia, sehingga pemerintah mengeluarkan PP No.28 Th..1977 tentang perwakafan tanah milik. Lajunya perkembangan penduduk dan semakin pesatnya pembngunan nasional di segala bidang, tanah menjadi primadona sehingga kasus tanah menduduki peringkat paling tinggi, termasuk kasus tanah wakaf. Oleh karena itu pemerintah merasa bahwa perwakafan tidak cukup hanya diatur dalam bentuk Peraturan Pemerintah saja, tetapi harus diatur oleh Undang – undang, sehingga lahirlah Undang –Undang No.41 Th.2004 tentang Wakaf. Peraturan perundang –undangan sudah mengharuskan dilaksanakan pendaftaran tentang tanah wakaf, tetapi kesadaran masyarakat belum merata, disisi lain kesulitan dana dan birokrasi pendaftaran tanah dirasakan masyarakat sangat kaku dan berbelit – belit.Akibat tidak didaftarkan akta ikrar wakaf, dan berkas lain yang berkaitan dengan bukti kepemilikan tanah yang diwakafkan, banyak terjadi penyimpangan tujuan wakaf, karena dengan tidak dilakukan pendaftaran berarti belum terjadi peralihan hak atas tanah, sehingga wakif dan atau ahkiwarisnya merasa masih berhak atas tanah tersebut.Sebaliknya Nazhir dan atau ahli warisnya dapat menguasai seolah – olah milik pribadi. Perlindungan hukum dengan tidak didaftarkannya tanah wakaf kalau terjadi sengketa diusahakan diselesailan dengan musyawarah. Kalau musyawarah tidak berhasil diupayakan dengan Mediasi yaitu pihak ketiga yang telah disepakati kedua belah pihak, yang dirasa cerdas ,berwibawa dan memahami tentang peraturan perwakafan. Upaya itu tidak memuaskan kedua belah pihak diselesaikan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS), dan upaya terakhir melalui Pengadilan Agama, kalau sampai terjadi eksekusi wajib didaftarkan ke Pengadilan Negeri yang mempunyai wewenang mengeksekusi karena Pengadilan Agama belum mempunyai Hukum Acara Pengadilan Agama.