PERJANJIAN PENYERAHAN BAGIAN TANAH HAK PENGELOLAAN UNTUK SATUAN NON RUMAH SUSUN

Perjanjian Penyerahan Hak Pengelolaan untuk Satuan Non Rumah Susun Hak Pengelolaan pada Pasal 1 ayat (3) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, adalah hak menguasai dar...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: OSCAR YOGI YUSTIANO, 030710275 N
Format: Theses and Dissertations NonPeerReviewed
Language:Indonesian
Indonesian
Published: 2010
Subjects:
Online Access:http://repository.unair.ac.id/37548/1/gdlhub-gdl-s2-2010-yustianoos-12392-tmk121-k.pdf
http://repository.unair.ac.id/37548/2/gdlhub-gdl-s2-2010-yustianoos-10906-tmk121.pdf
http://repository.unair.ac.id/37548/
http://lib.unair.ac.id
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: Indonesian
Indonesian
Description
Summary:Perjanjian Penyerahan Hak Pengelolaan untuk Satuan Non Rumah Susun Hak Pengelolaan pada Pasal 1 ayat (3) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Pemegang HPL menurut Pasal 67 ayat (1) Permen Agraria Nomor 9 Tahun 1999 adalah instansi pemerintah termasuk pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, PT. Persero, Badan Otorita dan Badan-Badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah. Kemudian, pada ayat (2) disebutkan bahwa badan-badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan hak pengelolaan sepanjang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan pengelolaan tanah. Disamping itu, dapat serahkan kepada pihak ketiga. Penyerahan kepada pihak ketiga dilaksanakan dengan Perjanjian Penyerahan Bagian Tanah Hak Pengelolaan. Hak pengelolaan tersebut dimanfaatkan pihak ketiga untuk kegiatan bisnis, diantaranya dengan memanfaatkan untuk pendirian pusat perdagangan (Satuan Non Rumah Susun atau Rusun). Definisi Rusun atau Non Rusun sesuai Pasal 1 ayat (1) UU No.16 Tahun 1985 tentang Rusun adalah Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Pendirian pusat perdagangan diatas Hak Pengelolaan diatur dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, yakni dengan terlebih dahulu memohonkan Hak Guna Bangunan (HGB) diatas HPL kepada kantor pertanahan. Hal ini menjadi permasalahan dikemudian hari karena, dengan berakhirnya masa penyerahan HPL maka HGB hapus, dan pemilik Satuan Non Rusun harus meninggalkan satuan non rumah susun sebagaimana Pasal 36 ayat (2) PP No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah padahal persepsi pemilik Satuan Non Rusun adalah memiliki selamanya. Disamping itu, dengan hapusnya HGB maka, Satuan Non Rusun menyebabkan Satuan Non Rusun tidak dapat disebut sebagai Satuan Non Rumah Susun melainkan bangunan diatas HPL, karena tidak memenuhi unsur tanah bersama dalam hal ini HGB, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 16 Tahun 1985. Oleh karena itu, tidak seharusnya di atas dibangun Satuan Non Rumah Susun atau Rusun karena akan menimbulkan persoalan dikemudian hari. Disamping itu, perlu digagas untuk Undang-Undang yang mengatur mengenai HPL.