Penerapan Prinsip Transparansi, Partisipasi Dan Akuntabilitas Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur

Penerapan Prinsip Transparansi, Partisipasi dan Akuntabilitas dalam Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur merupakan penelitian guna melihat sampai sejauhmana penerapan ketiga pilar tata pemerintahan yang baik ini. Selain ketiga pilar tersebut, asas-asas umum pengelolaan keuangan dilakukan...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Ach. Firdaus Fibrianto, 030943001
Format: Theses and Dissertations NonPeerReviewed
Language:Indonesian
Indonesian
Published: 2011
Subjects:
Online Access:http://repository.unair.ac.id/38108/1/gdlhub-gdl-s2-2011-fibriantoa-20291-th2111-k.pdf
http://repository.unair.ac.id/38108/2/gdlhub-gdl-s2-2011-fibriantoa-17042-th2111.pdf
http://repository.unair.ac.id/38108/
http://lib.unair.ac.id
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: Indonesian
Indonesian
Description
Summary:Penerapan Prinsip Transparansi, Partisipasi dan Akuntabilitas dalam Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur merupakan penelitian guna melihat sampai sejauhmana penerapan ketiga pilar tata pemerintahan yang baik ini. Selain ketiga pilar tersebut, asas-asas umum pengelolaan keuangan dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif bdengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat. Hal ini dituangkan dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005. Peraturan ini adalah penjabaran dari paket undang-undang keuangan, yakni, Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. Transparansi merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat mengetahui dan mendapatkan akses informasi yang seluas-luasnya. Sedangkan partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat untuk mengakomodasikan kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan. Di Jawa Timur, hal tersebut diwujudkan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang materinya diharapkan menjadi aspirasi yang dapat ditampung dalam penyusunan APBD dalam bentuk Peraturan Daerah. Dalam realitanya, tidak semua aspirasi bisa diakomodasi. Penggunaan keuangan dalam APBD, harus bisa dipertanggungjawabkan. Akuntabilitas keuangan dilakukan melalui laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah. Selain itu, kepala daerah juga menyampaikan dalam bentuk laporan keuangan pada BPK yang disusun sesuai dengan standar akuntasi pemerintahan. Oleh BPK kemudian dikeluarkan Laporan Hasil Pemeriksaan yang memuat opini. Untuk Provinsi Jawa Timur pada tahun 2009 memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian. Opini yang sama diperoleh pada tahun 2008. Namun menjadi pertanyaan tersendiri ketika Laporan Hasil Pemeriksaan BPK saat itu menyatakan terhadap program P2SEM, terdapat temuan �digunakan tidak sesuai tujuan� pada 5 titik lokasi. Dalam perkembangannya memunculkan fenomena P2SEM, karena terjadi pemeriksaan besarbesaran di seluruh Provinsi Jawa Timur yang kemudian memunculkan indikasi terjadi kerugian daerah sehingga harus dipertanggungjawabkan tidak hanya secara administrasi tapi sampai pada jalur hukum. Akibatnya, program pemerintah yang diberi nama P2SEM ini dari financial policy kemudian menjadi criminal policy yang menyeret banyak pihak masuk penjara.