MENJADI KELUARGA "TERORIS" (Studi Kualitatif Tentang Makna Menjadi Keluarga "Teroris" Bagi Keluarga Tersangka Terorisme Amrozi dan Ali Ghufron di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan)
Tesis ini berjudul MENJADI KELUARGA “TERORIS” (Studi Kualitatif Tentang Makna Menjadi Keluarga “Teroris” Bagi Keluarga Tersangka Terorisme Amrozi dan Ali Ghufron di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan). Ide untuk mengambil tema ini berawal dari “santernya” pemberitaan atas kasus t...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Theses and Dissertations NonPeerReviewed |
Language: | Indonesian Indonesian |
Published: |
2011
|
Subjects: | |
Online Access: | http://repository.unair.ac.id/38133/1/gdlhub-gdl-s2-2011-ulfiyatina-21000-tso071-k.pdf http://repository.unair.ac.id/38133/2/gdlhub-gdl-s2-2011-ulfiyatina-17610-tso0711.pdf http://repository.unair.ac.id/38133/ http://lib.unair.ac.id |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Institution: | Universitas Airlangga |
Language: | Indonesian Indonesian |
Summary: | Tesis ini berjudul MENJADI KELUARGA “TERORIS” (Studi Kualitatif Tentang Makna Menjadi Keluarga “Teroris” Bagi Keluarga Tersangka Terorisme Amrozi dan Ali Ghufron di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan). Ide untuk mengambil tema ini berawal dari “santernya” pemberitaan atas kasus terorisme yang terjadi di Indonesia terutama setelah terjadinya peledakan bom di Kuta-Bali pada tahun 2002 yang lalu. Pemberitaan dan ekspose semua media pun lalu terarah pada sosok seorang Amrozi dan Ali Ghufron yang kemudian ditangkap dan lalu diketahui bersama bahwa merekalah yang melakukan aksi pengeboman tersebut. Sejak masa penangkapan, proses hukum yang berjalan, sampai pada akhirnya kedua adik kakak kandung tersebut dieksekusi mati pada akhir tahun 2008 yang lalu, perhatian semua media pun tidak lepas dari sepak terjang baik tersangka sendiri maupun latar belakang keluarga yang ada di sekitar para tersangka. Keluarga yang merupakan pihak “lain” dari kasus terorisme sendiri turut serta menjadi “tersangka” yang diadili secara pihak oleh media, begitu juga dengan semua kehidupan sosial ekonominya yang terus menjadi wacana konsumsi publik. Dengan menggunakan paradigma interpretatif dan metode penelitian kualitatif, serta mengambil preposisi dan pemikiran “Interaksionisme simbolik” dari Herbert Blumer untuk mengarahkan isu penelitian. Beberapa konsep dan isu utama yang dipakai untuk membatasi kerangka kerja dan pemikiran dalam penelitian ini antara lain : pemaknaan identitas, redefinisi sosial, benturan pemikiran, terorisme, jihad, dan keluarga. Penulis kemudian menggali data primer dengan melakukan mendalam kepada para informan yang tidak lain adalah anggota keluarga dari Amrozi dan Ali Ghufron sendiri. Pada akhirnya menghasilkan beberapa kesimpulan : (1) Keluarga “teroris” dari awal sudah menunjukkan proses redefinisi atas identitasnya sebagai keluarga ‘teroris’ dengan mengatakan bahwa “kami” memang “berbeda” dengan keluarga lain yang ada di masyarakat pada umumnya, perbedaan yang dimaksud adalah terkait dengan adanya beberapa hal yang dijadikan sebagai “prinsip” hidup yang harus tetap dipegangnya yang berlandaskan pada aqidah Islam yang diyakini. (2) informan sendiri justru merasa “bangga” dengan identitas yang mereka miliki. Keluarga “teroris” ini lebih memilih untuk menegosiasikan identitas mereka ditengah-tengah masyarakat luas dan tetap berkumpul dengan lingkungan social dimana mereka tinggal, tetapi tetap dengan memegang “prinsip” yang mereka yakini, bahwa kepentingan agama harus berada di atas kepentingan lainnya, bahkan untuk kepentingan keluarga sekalipun. Mereka sadar bahwa keluarga “kami” memang “berbeda” dan justru menjadi sebuah “karomah”, “rahmat”, dan “kemuliaan” sebagai keluarga dari seorang “syuhada” yang memiliki “derajad” dan “harkat martabat” yang lebih “tinggi” di mata Allah SWT. |
---|