PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK

Tindak pidana perdagangan perempuan dan anak merupakan bentuk kejahatan yang melanggar hak asasi manusia, oleh karena perempuan dan anak yang menjadi objek perdagangan dieksploitasi sedemikian rupa, baik secara fisik dan psikis sehingga tidak memungkinkannya untuk menjalani hidup dan kehidupannya se...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: KIKI KRISTANTO, 030810156 M
Format: Theses and Dissertations NonPeerReviewed
Language:Indonesian
Indonesian
Published: 2009
Subjects:
Online Access:http://repository.unair.ac.id/38253/1/gdlhub-gdl-s3-2010-kristantok-11233-th5509-k.pdf
http://repository.unair.ac.id/38253/2/gdlhub-gdl-s3-2010-kristantok-10480-th5509.pdf
http://repository.unair.ac.id/38253/
http://lib.unair.ac.id
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: Indonesian
Indonesian
Description
Summary:Tindak pidana perdagangan perempuan dan anak merupakan bentuk kejahatan yang melanggar hak asasi manusia, oleh karena perempuan dan anak yang menjadi objek perdagangan dieksploitasi sedemikian rupa, baik secara fisik dan psikis sehingga tidak memungkinkannya untuk menjalani hidup dan kehidupannya sebagaimana layaknya manusia pada umumnya. Trafficking merupakan pengingkaran terhadap kedudukan hakiki manusia sebagai subyek hukum, telah menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan sekaligus merendahkan martabat manusia. Trafficking dilakukan dengan berbagai modus operandi yang disertai segala bentuk penipuan, pemerasan, eksploitasi dan kekerasan serta merupakan fenomena sosial yang cukup lama atau bagian dari sejarah peradaban manusia, sehingga terkesan mengandung masalah yang demikian kompleks dengan berbagai aspek yang melingkupinya seperti politik, budaya dan sosial ekonomi, dimana keberadaan instrumen hukum diharapkan mampu memberikan respon normatif baik melalui substansinya yang bersifat mengatur maupun memaksa terhadap upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan perempuan dan anak. Bertitik tolak dari uraian tersebut, menjadi latar belakang penulis untuk mengkaji tentang trafficking perempuan dan anak, khususnya terkait dengan perlindungan hukum pidana terhadap perempuan dan anak sebagai korban tindak pidana trafficking, serta kebijakan kriminal yang terkait dengan upaya penanganan tindak pidana perdagangan perempuan dan anak. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, maka diperlukan metode pendekatan penelitian yang dapat membantu penulis dalam menganalisa isu hukum dalam tulisan ini. Untuk itu, metode penulisan yang digunakan adalah yuridis normatif khususnya pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Berdasarkan hasil analisa penulis, maka diperoleh jawaban terhadap dua rumusan masalah sebagai isu hukum tersebut, yaitu: UU PTPPO merupakan produk yang sangat penting karena merupakan komitmen Indonesia untuk melaksanakan Protokol PBB Tahun 2000 Tentang Mencegah, Memberantas dan Menghukum TPPO khususnya Perempuan dan Anak (Protokol Palermo) yang telah ditandatangani Pemerintah Indonesia. Ketentuan mengenai perlindungan perdagangan perempuan dan anak pada dasarnya telah diatur dalam beberapa pasal dalam KUHP, Undang-Undang Perlindungan Anak, UU PKDRT. Mengingat tindak pidana trafficking selain sifatnya sebagai kejahatan internasional atau transnasional dan dilaksanakan secara terorganisasi, juga bersifat sangat merugikan dan membahayakan masyarakat, bangsa, dan Negara sehingga perlu ketentuan hukum materiil yang berbeda. Undang-undang ini dibentuk, selain untuk mencegah dan menangani trafficking, juga untuk melindungi korban sebagai akibat dari tindak pidana trafficking, melalui keberadaan sanksi pidana penjara dan denda yang cukup berat bagi pelaku perdagangan perempuan dan anak. Penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan penerapan hukum pidana; pencegahan tanpa pidana; dan mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media. Dengan demikian upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu sarana penal (hukum pidana) dan sarana non penal (di luar hukum pidana). Penanggulangan kejahatan dengan sarana penal lebih menitikberatkan pada sifat “repressive” sesudah kejahatan terjadi. Penanggulangan kejahatan dengan sarana non penal, maka penanggulangan ini lebih bersifat tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan. Sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-fakor kondusif itu antara lain, berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh-suburkan kejahatan.