PERBANDINGAN MATURASI, MORFOLOGI DAN FERTILISASI ANTARA OOSIT SAPI YANG DIVITRIFIKASI PRA DAN PASCA MATURASI IN VITRO

Simpan beku dengan metode vitrifikasi telah menjadi teknologi yang berkembang dan menjanjikan dalam teknologi reproduksi berbantu. Simpan beku embrio lebih umum dilakukan, simpan beku oosit lebih lama berkembang karena sifat fisik oosit yang khas, dimana rasio volume dan permukaannya rendah, serta o...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Zakiyatul Faizah, NIM011046002
Format: Theses and Dissertations NonPeerReviewed
Language:Indonesian
Indonesian
Published: 2013
Subjects:
Online Access:http://repository.unair.ac.id/38472/2/gdlhub-gdl-s2-2014-faizahzaki-29389-8.abstr-k.pdf
http://repository.unair.ac.id/38472/13/gdlhub-gdl-s2-2014-faizahzaki-29389-full%2520text.pdf
http://repository.unair.ac.id/38472/
http://lib.unair.ac.id
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: Indonesian
Indonesian
Description
Summary:Simpan beku dengan metode vitrifikasi telah menjadi teknologi yang berkembang dan menjanjikan dalam teknologi reproduksi berbantu. Simpan beku embrio lebih umum dilakukan, simpan beku oosit lebih lama berkembang karena sifat fisik oosit yang khas, dimana rasio volume dan permukaannya rendah, serta oosit yang matur berisi benang spindle yang sangat rentan terhadap penurunan suhu. Chang menyebutkan bahwa benang spindle dari oosit dapat terjaga selama proses pembekuan dan penghangatan, walaupun terpapar suhu yang sangat dingin dan mengalami fase transisi 2 kali. Paz melaporkan keberhasilan simpan beku oosit imatur, untuk selanjutnya difertilisasi dengan jumlah fertilisasi sebesar 64,5%, sehingga dapat memberi harapan untuk menyimpan oosit imatur. perbandingan jumlah oosit matur, morfologi normal dan abnormal serta jumlah fertilisasi pada oosit sapi yang divitrifikasi pra dan pasca maturasi in vitro Maturasi dilakukan dalam medium TC 100 μl ditutup dengan mineral oil dalam cawan petri dengan diameter 36 mm. Vitrifikasi diawali dengan pencucian oosit dalam medium PBS yang disuplementasi serum 20% selama 1-2 menit, dilanjutkan dalam medium PBS + serum 20% + etilen glikol 10% selama 10-14 menit. Oosit kemudian dipindahkan dalam medium vitrifikasi PBS + serum 20% + sukrosa 0,5M + etilen glikol 15% + PROH 15% selama 25-30 detik. Thawing dilakukan dengan cara oosit direndam secara berturut dalam media : 1). PBS + 20% serum + sukrosa 0,5M, 2). PBS + 20% serum + sukrosa 0,25M, dan 3). PBS + 20% serum + sukrosa 0,1M. Inseminasi dilakukan dalam rosset, Jumlah fertilisasi diamati setelah 48 jam. Persentase rata-rata oosit matur pada kelompok kontrol, K1 dan K2 adalah 66,35%, 66,73%, dan 63,44%. Persentase morfologi normal pada kelompok kontrol, K1 dan K2 adalah 99,05%, 94,33% dan 92,38%. Persentase morfologi abnormal pada kelompok kontrol sebesar 0,95%, sedangkan pada kelompok K1 dan K2 sebesar 5,67% dan 7,61%. Jumlah fertilisasi pada kelompok kontrol sebesar 42,97%, sementara pada K1 dan K2 tidak ada fertilisasi sama sekali. Hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan angka maturasi antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada p<0,05, ketiga kelompok tidak menunjukkan perbedaan morfologi yang signifikan pada p<0,05 Jumlah fertilisasi pada kelompok kontrol dan perlakuan menunjukkan perbedaan yang signifikan pada p<0,05, pada kelompok perlakuan baik K1 maupun K2 tidak ada fertilisasi sama sekali. Kesimpulan penelitian ini adalah tidak ada perbedaan jumlah oosit matur, jumlah morfologi normal dan abnormal serta jumlah fertilisasi antara oosit sapi yang divitrifikasi pra dan pasca maturasi in vitro.