EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BADAN PENGATUR HILIR MINYAK DAN GAS BUMI (BPH MIGAS) DALAM MENJAMIN KETERSEDIAAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI DI KOTA SAMARINDA
Dalam menjamin ketersediaan energi khususnya BBM nasional, pemerintah membentuk sebuah Badan Pengatur indenpenden dibawah pengawasan Kementerian ESDM dan DITJEN MIGAS melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.67 Tahun 2002 yang kemudian Badan Pengatur ini disebut dengan BPH Migas. BPH M...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Theses and Dissertations NonPeerReviewed |
Language: | Indonesian Indonesian |
Published: |
2014
|
Subjects: | |
Online Access: | http://repository.unair.ac.id/38776/2/gdlhub-gdl-s2-2014-lispadukay-32895-9.abstr-t.pdf http://repository.unair.ac.id/38776/1/gdlhub-gdl-s2-2014-lispadukay-32895-full%20text.pdf http://repository.unair.ac.id/38776/ http://lib.unair.ac.id |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Institution: | Universitas Airlangga |
Language: | Indonesian Indonesian |
Summary: | Dalam menjamin ketersediaan energi khususnya BBM nasional,
pemerintah membentuk sebuah Badan Pengatur indenpenden dibawah
pengawasan Kementerian ESDM dan DITJEN MIGAS melalui Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No.67 Tahun 2002 yang kemudian Badan
Pengatur ini disebut dengan BPH Migas. BPH Migas secara resmi berdiri tahun
2003 dan memiliki fungsi yang salah satunya adalah melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian BBM dan Pengangkutan
Gas Bumi melalui Pipa, dalam suatu pengaturan agar ketersediaan dan distribusi
Bahan Bakar Minyak yang ditetapkan Pemerintah dapat terjamin diseluruh
Indonesia serta meningkatkan pemanfaatan Gas Bumi di dalam Negeri.
Seiring waktu implementasi kebijakan BPH Migas sejak Tahun 2011,
kenyataan yang tampak di lapangan lebih banyak hasil yang nilainya negatif.
Berdasarkan data penelitian, selama ini banyak kalangan menilai subsidi BBM
yang diberikan kepada masyarakat sering tidak tepat sasaran, golongan kendaraan
yang bukan peruntukannya masih banyak ditemukan mengisi BBM subsidi untuk
kendaraannya, penyelewengan oleh oknum penyalur dan juga menjamurnya
pedagang eceran. Dan kelangkaan BBM bersubsidi di Samarinda hingga Tahun
2013 pun masih dapat dilihat dengan pemandangan antrian panjang kendaraan
pribadi, hingga kendaraan pengangkut di beberapa SPBU Kota Samarinda.
Dari fenomena tersebut muncul suatu pertanyaan besar terkait
implementasi kebijakan BPH Migas dalam menjamin ketersediaan BBM
bersubsidi khususnya di Kota Samarinda dari tahun 2011 hingga tahun 2013.
Perntanyaan itu muncul karena sesuai dengan pernyataan De Leon bahwa apabila
ada sesuatu yang tidak sesuai dengan tujuan kebijakan maka saat itu pula perlu
dilakukan suatu studi implementasi. Kemudian sebagai landasan teori dan
indikator efektifitas implementasi kebijakan penulis menggunakan model
implementasi kebijakan Mazmanian dan Sabatier juga indikator efektifitas
Goggin dkk. Dan untuk menjawab pertanyaan penelitian ini maka metode yang
digunakan adalah deskriptif kualitatif karena berusaha untuk melihat dan mencari
tahu faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan BPH
Migas dalam menjamin ketersediaan BBM bersubsidi.
Dari sinkronisasi atas hasil analisa terhadap data di lapangan terhadap
indikator kriteria efektifitas implementasi Goggin dkk, kesimpulan yang di dapat
adalah bahwa implementasi kebijakan BPH Migas dalam menjamin ketersediaan
BBM bersubsidi di Kota Samarinda masih dikatakan belum efektif. Hal ini
dikarenakan dari sudut pandang proses dan dampak atas implementasi kebijakan
yang dijadikan kriteria efektifitas implementasi kebijakan BPH Migas masih
belum dapat terlaksana dan terpenuhi secara maksimal. Ketersediaan BBM
bersubsidi untuk Kota Samarinda dan juga jumlah pedagang eceran hingga antrian
kendaraan yang mengantri di SPBU menjadi bagian penting karena dari
pemandangan tersebut dapat dilihat bahwa ada permasalahan dalam distribusi dan
ketersediaan BBM bagi sasaran kebijakan. |
---|