PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM YANG PEMBAYARAN GANTI KERUGIANNYA MELALUI KONSINYASI
Pembayaran melalui konsinyasi atas kerugian pihak yang berhak harus menerima besarnya ganti kerugian yang ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan, meskipun konsinyasi dikenal Burgerlijke Wetboek (B.W), dan UU No. 2 Tahun 2012 mengenal adanya konsinyasi tetapi tidak sebagaimana dalam B.W Pembayaran ganti...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Theses and Dissertations NonPeerReviewed |
Language: | Indonesian Indonesian |
Published: |
2014
|
Subjects: | |
Online Access: | http://repository.unair.ac.id/39219/1/gdlhub-gdl-s2-2015-rahantokna-35236-3.abstr-k.pdf http://repository.unair.ac.id/39219/2/Binder6.pdf http://repository.unair.ac.id/39219/ http://lib.unair.ac.id |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Institution: | Universitas Airlangga |
Language: | Indonesian Indonesian |
Summary: | Pembayaran melalui konsinyasi atas kerugian pihak yang berhak harus menerima besarnya ganti kerugian yang ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan, meskipun konsinyasi dikenal Burgerlijke Wetboek (B.W), dan UU No. 2 Tahun 2012 mengenal adanya konsinyasi tetapi tidak sebagaimana dalam B.W Pembayaran ganti rugi melalui konsinyasi dalam pembebasan tanah tidak hanya ganti rugi yang materiil saja melainkan juga ganti kerugian immateriil di antaranya kesenangan hidup di lingkungannya, yang berarti bahwa pembayaran ganti rugi pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan dan pemegang hak harus menerimanya selama pembayaran tunai disertai dengan penitipan apabila perhitungan ganti rugi telah dilakukan berupa penggantian kerugian secara materiil dan immateriil. Melalui konsinyasi atas ganti kerugian hak atas tanah menjadi hapus, karena pembayaran ganti rugi baik yang dilakukan oleh Lembaga Pertanahan secara langsung kepada pemegang hak maupun pembayaran ganti rugi dengan penitipan di pengadilan negeri, maka sejak saat itu hak atas tanah menjadi hapus dan bukti hak menjadi tidak berlaku lagi. Hapusnya hak atas tanah karena pembebasan hanya dapat dilakukan jika Lembaga Pertanahan telah membebaskan lebih dari 75 % dari seluruh bidang tanah yang dibutuhkan bagi pembangunan untuk kepentingan umum dan sebelumnya antara Lembaga Pertanahan dengan pemegang hak telah bersepakat namun gagal. |
---|