KAJIAN INDUSTRI BAHAN BANGUNAN DI JAWA BARAT DALAM RANGKA PRODUKTlVITAS PEDESAAN DAN PELUANG KERJA LUAR PERTANIAN KASUS INDUSTRI BATAKO DI DESA KUTAJAYA, KECAMATAN CICURUG KABUPATEN SUKABUMI
Studi kasus batako ini merupakan bagian dari Kajian Industri Bahan Bangunan di Jawa Barat, dalam kaitannya dengan peluang usaha kerja luar pertanian. Studi ini secara deskriptif menguraikan kondisi industri batako di Kutajaya serta mengungkapkan permasalahan yang dihadapinya. Industri batako di Kut...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Other NonPeerReviewed |
Language: | Indonesian Indonesian |
Published: |
UNIVERSITAS AIRLANGGA
1992
|
Subjects: | |
Online Access: | http://repository.unair.ac.id/41440/1/ABSTRAK.pdf http://repository.unair.ac.id/41440/8/FULLTEXT5.pdf http://repository.unair.ac.id/41440/ http://lib.unair.ac.id |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Institution: | Universitas Airlangga |
Language: | Indonesian Indonesian |
Summary: | Studi kasus batako ini merupakan bagian dari Kajian Industri Bahan Bangunan di Jawa Barat, dalam kaitannya dengan peluang usaha kerja luar pertanian. Studi ini secara deskriptif menguraikan kondisi industri batako di Kutajaya serta mengungkapkan permasalahan yang dihadapinya. Industri batako di Kutajaya dipelopori oleh warga setempat, yang mengembangkan teknologinya sehingga memasyarakat, dan ditunjang oleh ketersediaan bahan baku. Selain adanya teknologi yang terjangkau dan sumber bahan baku, berkembang dan menyusutnya usaha pernbuatan batako tampak berkaitan erat dengan kondisi pasar perurnahan. Akan tetapi usaha pernbuatan batako berskala kecil sukar menjangkau pasar formal berskala besar, karena adanya berbagai harnbatan teknis dan administratif. Pengalaman Kutajaya memperlihatkan bahwa produksi usaha kecil sukar dapat memenuhi spesifikasi bahan sesuai persyaratan teknis, dalarn jumlah besar menurut waktu yang ditetapkan. Di lain fihak, adanya kemampuan rnernproduksi sesuai persyaratan yang diminta, tidak menjamin tertembusnya pasar yang tersedia oleh perusahaan bersangkutan, karena adanya hambatan non-teknis yang berkaitan dengan cara-cara pemasokan pada pasar formal, seperti misalnya persyaratan adminsitratif maupun praktek-praktek penyimpangan hukum dalam pemasokan. Pada kasus pernbuatan batako, fihak dengan permintaan besar kemudian cenderung memproduksi sendiri kebutuhan batakonya, karena teknologinya sederhana dan pengadaannya dinilai dapat lebih terjamin. |
---|