PELEMBAGAAN PROGRAM JPKM MANDIRI (Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belum Melembaganya Program Jamlnan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Mandlri Dl Kabupatan Pasuruan)
ABSTRAK Tingginya biaya kesehatan yang pada umumnya dikeluarkan langsung dari kantong masyarakat membuat JPKM menjadi pilihan utama dalam sistem 'pembiayaan kesehatan yang efektif, efisien, bermutu serta terjangkau untuk lapisan masyarakat yang belum tercakup dalam ASKES, yang mana program JPK...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Theses and Dissertations NonPeerReviewed |
Language: | Indonesian |
Published: |
2003
|
Subjects: | |
Online Access: | http://repository.unair.ac.id/48401/1/Fis%20AN%2011-03.net%20p.pdf http://repository.unair.ac.id/48401/ http://lib.unair.ac.id |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Institution: | Universitas Airlangga |
Language: | Indonesian |
Summary: | ABSTRAK
Tingginya biaya kesehatan yang pada umumnya dikeluarkan langsung dari kantong masyarakat membuat JPKM menjadi pilihan utama dalam sistem 'pembiayaan kesehatan yang efektif, efisien, bermutu serta terjangkau untuk lapisan masyarakat yang belum tercakup dalam ASKES, yang mana program JPKM mandiri sendiri sudah dikembangkan sejak berakhirnya program JPKMJPSBK akhir tahun 1999 dan JPKM sendiri jauh dikembangkan sejak 12 tahun silam.
Studi tentang pelembagaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) dimaksudkan untuk mengetahui mengapa program JPKM belum dapat melembaga di masyarakat. Padahal program JPKM telah dicetuskan 12 tahun silam sejak JPKM dimasukkan dalam UU No 23 /1992 tentang kesehatan, dan cikal bakal Program JPKM jauh dikenaI pada era 1980-an sebagai Program DUKM (Dana Upaya Kesehatan Masyarakat) atau yang dikenaI sebagai Dana Sehat.
Penelitian ini di lakukan di Kabupaten Pasuruan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif Dengan variabeI yang diteliti yaitu variabel kepemimpinan, doktrin dan program organisasi karena dianggap cukup strategis dan komprehensif dalam menjelaskan pelembagaan. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh aparat Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan yang terkait dalam pelembagaan JPKM dan subjek penelitiannya adalah tenaga kesehatan (PPK) di Puskesmas baik dokter maupun tenaga penyuluh kesehatan, anggota BAPEL, anggota BAPIM. Dan untuk croschek dipilih masyarakat di 2 Kecamatan (Kecamatan Grati dan Wonorejo). Penentuan sampel secara purposive sampling. Dalam analisis data mengacu pada analisis Miles dan Huberman dimana data hasil wawancara disajikan dalam bentuk tabel dan matriks untuk mempermudah pembaca melihat keseluruhan temuan data di lapangan. Untuk mengecek keabsahan data yang didapat dari hasil wawancara, observasi digunakan triangulasi teori dan triangulasi sumber dari hasil dokumentasi data sekunder.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan secara kuantitatif pelembagaan Program JPKM-Mandiri di Kabupaten Pasuruan sudah menampakkan hasil, walaupun belum significant dengan jumlah sasaran JPKM yaitu ±60% dari keseluruhan penduduk kabupaten Pasuruan, dimana cakupan kepesertaan JPKM meningkat dari 27 orang di tahun 1999 menjadi 208 di tabun 2002. Hal ini didukung oleh pimpinan sub dinas Pemberdayaan Kesehatan yang mampu memodifikasi kebijakan , program yang sifatnya top down kedalam bahasa yang tidak kaku dan dapat dipahami oleh pengambil kebijakan di daerah. Dibuktikan dengan dukungan regulasi Pemerintah Daerah untuk mengintervensi cakupan kepesertaan melalui para tokoh masyarakat dan perangkat desa.
Namun secara kualitatif JPKM belum melembaga. Ditunjukkan dengan indikator pelembagaan dalam penelitian ini yaitu komitment aparat, kemampuan teknis dan penerimaan masyarakat terhadap program yang sifatnya mandiri belum dapat terwujud. Komitment aparat hanya pada tataran kognisi itupun pada level atas dari aparat Dinas Kesehatan, sedangkan intensitas dan arah respon dari
xvii
aparat Dinas Kesehatan aparat kesehatan di bawahnya belum memahami sepenuhnya JPKM. Hal ini berpengaruh pada kemampuan teknis dalam melembagakan program pada masyarakat. Dimana masyarakat belum menerima program JPKM, disebabkan informasi yang didapat sepotong-sepotong, komunikasi inovasi sebagai strataegi social marketing belum dilaksanakan.
Indikator keberhasilan pelembagaan dari Joseph. W Eaton diatas yang belum terpenuhi, disebabkan variabel-variabel yang membuat suatu program dapat melembaga belum dapat berjalan. Seperti variabel kepemimpinan, dimana pimpinan belum dapat mengarahkan, membimbing dan mengintegrasikan komponen organisasi secara optimal.
Selain itu faktor doktrin ikut mempengaruhi belum melembaganya JPKM. Dimana ditingkat nasional JPKM masih menjadi polemik apakah nantinya ada regulasi khusus yang sifatnya intervensi wajib agar setiap orang ikut dalam JPKM. Belum adanya perundang-undangan khusus yang mengatur tentang JPKM dan rasionalisasi tarif pelayanan Puskesmas yang belum terwujud membuat aparat Kesehatan di daerah memiliki strategi sendiri-sendiri dalam melembagakan program ini pada masyarakat. Akibatnya ketidakmampuan sasaran dan tujuan doktrin dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat membuat program ini belum didukung oleh masyarakat, karena di pihak aparat Dinas Kesehatan sendiri program ini masih dipahami sebagai konsep yang parsial baik di tingkat konsepsi mupun implementasi. Pada akhimya belum optimalnya variabel kepemimpinan dan doktrin berakibat program organisasi belum sepenuhnya mengena pada kelompok sasaran. Dilain pihak Variabel linkage (kaitan) fungsional belum memberikan input terhadap pelembagaan JPKM, ditunjukkan dengan kordinasi horizontal dengan BAPIM yang belum terwujud, pembentukan BAPEL yang belum sepenuhnya mengacu pada JPKM dan kemampuan PPK serta tenaga penyuluh kesehatannya untuk memberikan penyuluhan karena mainstream tenaga kesehatan yang masih pada tataran klinik belurn mengacu pada public health. |
---|