PEMERIKSAAN KEPADA ANGGOTA DPR PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 76/PUU
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 76/PUU-XII/2014 terkait pengujian UU No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) khususnya di Pasal 245 ayat (1) yang mengharuskan izin presiden bila memeriksa anggota DPR membawa dampak penting dalam penegakan hukum khususnya bagi anggota dewan...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Theses and Dissertations NonPeerReviewed |
Language: | Indonesian Indonesian |
Published: |
2016
|
Subjects: | |
Online Access: | http://repository.unair.ac.id/49367/1/abstrak.pdf http://repository.unair.ac.id/49367/2/Tesis%20M.%20Zainur.pdf http://repository.unair.ac.id/49367/ http://lib.unair.ac.id |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Institution: | Universitas Airlangga |
Language: | Indonesian Indonesian |
Summary: | Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 76/PUU-XII/2014 terkait pengujian UU No 17
Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) khususnya di Pasal 245 ayat (1)
yang mengharuskan izin presiden bila memeriksa anggota DPR membawa dampak penting
dalam penegakan hukum khususnya bagi anggota dewan. Putusan tersebut bermula dari adanya
permohonan pengujian Pasal 245 ayat (1) yang diajukan Supriyadi sebagai pemohon
perseorangan dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) sebagai pemohon Badan Hukum
Privat. Menurut para pemohon, Pasal 245 UU tersebut terkait dengan pemanggilan dan
permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan
pelaksanaan tugas harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Majelis Kehormatan Dewan
(MKD) harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat karena bertentangan dengan prinsip persamaan di hadapan hukum dan prinsip
nondiskriminasi sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Menarik untuk dikaji dalam kaitannya
dengan proses peradilan pidana khususnya dalam hal pemeriksaan anggota DPR yang terlibat
kasus pidana pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XII/2014. Pertama, ratio
legis adanya izin Presiden dalam pemeriksaan kasus pidana yang melibatkan anggota DPR.
Kedua, keberlakuan izin presiden dalam pemeriksaan kasus pidana yang melibatkan anggota
DPR pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XII/2014. Dari penelitian ini dapat
ditarik simpulan bahwa Izin Presiden dalam pemeriksaan kasus pidana yang melibatkan anggota
DPR sebagai penerapan asas check and balances kekuasaan negara dan penerapan asas equality
before the law dan izin presiden dalam pemeriksaan kasus pidana yang melibatkan anggota DPR
pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XII/2014 adalah bersifat wajib diikuti oleh
seluruh aparat penegak hukum. |
---|