KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MELAKUKAN PUNGUTAN TERHADAP PROFESI PENUNJANG PASAR MODAL

Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan, sebagai peraturan pelaksana Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, menjelaskan tata cara bagi Otoritas jasa Keuangan (OJK) mengenakan pungutan kepada pihak ya...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: SUJIANTO, S.H., 031414253068
Format: Theses and Dissertations NonPeerReviewed
Language:Indonesian
Indonesian
Published: 2016
Subjects:
Online Access:http://repository.unair.ac.id/49678/1/abstrak.pdf
http://repository.unair.ac.id/49678/2/TESIS%20%26%20COVER%20%20SUJIANTO%20-%20PERPUS.pdf
http://repository.unair.ac.id/49678/
http://lib.unair.ac.id
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: Indonesian
Indonesian
Description
Summary:Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan, sebagai peraturan pelaksana Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, menjelaskan tata cara bagi Otoritas jasa Keuangan (OJK) mengenakan pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Pungutan yang dapat dipungut oleh OJK sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 antara lain pungutan untuk biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran dan pengesahan, biaya pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, serta penelitian dan transaksi pedagang efek, serta pungutan terhadap pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. lembaga jasa keuangan dan atau orang perorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan disektor jasa keuangan, dimana salah satu obyek pungutan tersebut adalah profesi penunjang pasar modal. Hasil dari pungutan sebagai sumber anggaran OJK sebagimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, dapat digunakan sebagai salah satu sumber anggaran OJK, selain dari sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Hal ini menimbulkan permasalahan hukum terkait dengan status hukum kelembagaan OJK, apakah termasuk dalam klasifikasi lembaga Negara dan apakah pungutan OJK yang menjadi sumber keuangan OJK tersebut dapat dikategorisasikan sebagai keuangan Negara. Kejelasan ini membawa implikasi terhadap akibat hukum dari pengelolaan keuangan OJK yang bersumber dari pungutan OJK tersebut.