High througput screening antimalaria beberapa tanaman Indonesia dengan metode ELISA Histidine Rich Protein 2

Penyakit malaria tersebar di seluruh Indonesia dengan angka prevalensi yang beragam. Sebanyak 15 provinsi mempunyai prevalensi malaria klinis di atas angka nasional, sebagian besar berada di Indonesia Timur. Malaria tersebar merata di semua kelompok umur, prevalensi pada bayi relatif rendah, dan...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Authors: Aty, Widyawaruyanti, Achmad, Fuad Hafid, Indah, Tantular
Format: Monograph PeerReviewed
Language:Indonesian
Indonesian
Published: Univeristas Airlangga 2014
Subjects:
Online Access:http://repository.unair.ac.id/57119/2/Article%20C38-Laporan%20PUPT%20Okt%202014.pdf
http://repository.unair.ac.id/57119/1/38%20Penilaian%20Reviewer.pdf
http://repository.unair.ac.id/57119/
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: Indonesian
Indonesian
Description
Summary:Penyakit malaria tersebar di seluruh Indonesia dengan angka prevalensi yang beragam. Sebanyak 15 provinsi mempunyai prevalensi malaria klinis di atas angka nasional, sebagian besar berada di Indonesia Timur. Malaria tersebar merata di semua kelompok umur, prevalensi pada bayi relatif rendah, dan relatif tinggi pada kelompok umur produktif, yakni, 25 - 54 tahun (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Resistensi pada semua obat antimalaria meningkatkan angka mortalitas terkait malaria (White, 2004). Prevalensi dari resistensi obat antimalaria merupakan dasar dari usaha penelitian untuk mencari obat antimalaria baru (Gelb, 2007). Pada penelitian tahun pertama ditentukan ekstrak aktif antimalaria dari beberapa tanaman Indonesia dengan menggunakan metode HRP2. Dilanjutkan penelitian pada tahun kedua dengan menentukan dosis efektif dari ekstrak aktif antimalaria secara in vivo pada mencit terinfeksi Plasmodium berghei. Dari hasil penelitian tahun pertama telah dilakukan ekstraksi terhadap 20 sampel tanaman yang diperoleh dari hasil eksplorasi tanaman di Taman Nasional Hutan Alas Purwo, Banyuwangi-Jawa Timur. Selanjutnya dilakukan skrining fitokimia untuk mengetahui kandungan golongan senyawa kimia dari masing-masing ekstrak, khususnya terhadap golongan senyawa alkaloid, terpenoid, dan polifenol. Hasil uji aktivitas antimalaria in vitro pada kultur parasit Plasmodium falciparum strain 3D7 menunjukkan bahwa pada konsentrasi rata-rata 1000 µg/mL terdapat tiga ekstrak, yaitu batang Lepisanthes rubiginosum, ekstrak daun Garuga floribunda, dan ekstrak daun Alectryon serratus memiliki persentase hambatan pertumbuhan berturut-turut 92,4% ± 0,4%; 86,2% ± 0,8%; dan 88,1% ± 0,9%. Ketiga ekstrak tersebut kemudian diuji kembali untuk mengetahui nilai IC50 menggunakan serial konsentrasi dari 1000 µg/mL sampai 15 µg/mL. Dari hasil uji diketahui bahwa IC50 ekstrak batang Lepisanthes rubiginosum, ekstrak daun Garuga floribunda, dan ekstrak daun Alectryon serratus berturut-turut 252,2 µg/mL, < 14,8 µg/mL, dan 12,3 µg/mL. Menurut Kohler (2002), ekstrak yang memiliki nilai IC50 kurang dari 50µg/ml dan fraksi yang memiliki nilai IC50 kurang dari 25µg/ml dapat dikatakan efektif sebagai antimalaria. Fidock (2004) menyatakan bahwa suatu bahan obat prospektif untuk dikembangkan sebagai antimalaria jika mempunyai IC50<1-5µM pada uji antimalaria in vitro dan ED50<5-25 mg/kg BB mencit pada uji in vivo. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun Alectryon serratus merupakan ekstrak aktif dan potensial untuk dikembangkan sebagai obat malaria. 3 Pada tahun kedua ini penelitian dilanjutkan untuk mengetahui dosis efektif dari ekstrak daun Alectryon serratus sebagai ekstrak aktif pada mencit terinfeksi parasit Plamodium berghei. Untuk mengetahui fraksi/bahan aktif antimalaria dari ekstrak ekstrak daun Alectryon serratus maka pada tahun ke dua ini juga akan dilakukan fraksinasi dan uji antimalaria baik in vivo maupun in vitro dari hasil fraksinasi ekstrak daun Alectryon serratus. Pada tahap awal penelitian ini telah dilakukan ekstraksi terhadap daun Alectryon serratus, kemudian terhadap ekstrak dilakukan fraksinasi cair-cair menggunakan pelarut diklorometana, etil asetat dan n-butanol. Selanjutnya dilakukan Kromatografi Lapis Tipis terhadap hasil fraksinasi yaitu fraksi diklorometana, fraksi etil asetat, fraksi n-butanol dan fraksi air. Kromatografi Lapis Tipis dilakukan dengan menggunakan fase diam silica gel (fase normal) dan RP-18 (fase terbalik). Terhadap fraksi-fraksi tersebut dilakukan skrining uji aktivitas antimalaria in vitro dengan metode HRP2 pada konsentrasi uji 100 µg/ml. Hasil skrining tersebut menunjukkan bahwa ekstrak dan fraksi mampu menghambat pertumbuhan parasit >90%, kecuali fraksi air yang hanya menghambat 54% pertumbuhan parasit. Hambatan tertinggi ditunjukkan oleh fraksi etil asetat yang menghambat 96% pertumbuhan parasit sedangkan ekstrak mampu menghambat 95% pertumbuhan parasit. Terhadap ekstrak dan fraksi etil asetat selanjutnya dilakukan uji aktivitas in vivo untuk menentukan nilai ED50. Hasil uji in vivo menunjukkan bahwa ekstrak dan fraksi etil asetat memiliki nilai ED50 berturut-turut sebesar 13,82 dan 5,92 mg/kg BB.