HAK WARIS SENTANA MULIH DAHA (PULANG KEMBALI) AKIBAT PERCERAIAN MENURUT HUKUM ADAT BALI

Dalam masyarakat patrilinial di Bali kedudukan laki-laki (purusa) sangatlah penting. Ada beberapa jenis perkawinan di Bali, salah satunya perkawinan nyentana. Apabila seorang laki-laki melaksanakan perkawinan nyentana maka ia akan ditarik kerumpun keluarga perempuan. Dalam hal ini kedudukan perem...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: I KADEK SURYA TAMANBALI, S.H., 031424253067
Format: Theses and Dissertations NonPeerReviewed
Language:English
English
Published: 2017
Subjects:
Online Access:http://repository.unair.ac.id/60200/1/abstrak.pdf
http://repository.unair.ac.id/60200/2/TESIS%20I%20KADEK%20SURYA%20T%20FIX.compressed.pdf
http://repository.unair.ac.id/60200/
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: English
English
Description
Summary:Dalam masyarakat patrilinial di Bali kedudukan laki-laki (purusa) sangatlah penting. Ada beberapa jenis perkawinan di Bali, salah satunya perkawinan nyentana. Apabila seorang laki-laki melaksanakan perkawinan nyentana maka ia akan ditarik kerumpun keluarga perempuan. Dalam hal ini kedudukan perempuan diangkat statusnya menjadi purusa (laki-laki) sedangkan laki-laki menjadi predana (perempuan). Seorang laki-laki yang melaksanakan perkawinan nyentana apabila ia kembali kepada keluarga asalnya akibat dari perceraian disebut sentana mulih deha. Dalam peristiwa tersebut sering terjadi permasalahan mengenai hak mewaris dari laki-laki tersebut terhadap harta warisan orangtuanya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum yuridis normatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach), Pendekatan konsep (Conceptual Approach) dan pendekatan Studi Kasus (Case Study) di Banjar Bunutan Desa Kedewatan Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar. Perceraian dalam perkawinan nyentana tidak akan mengubah kedudukan anak hasil dari perkawinan tersebut, anak yang lahir akan tetap menjadi anggota keluarga sentana rajeg, sedangkan laki-laki nyentana akan kembali ke rumah orangtua asalnya. Kedudukan sentana mulih deha dalam Hukum Adat Bali bukan sebagai ahli waris, hal ini juga ditegaskan dalam Awig-Awig Desa Pekraman Bunutan, namun sentana mulih deha hanya berhak sebatas menikmati harta orangtua asalnya.