NILAI TAWAR SASTRA DYSTOPIA: DETERRITORIALISASI DALAM NOVEL THE HUNGER GAMES, DIVERGENT DAN MAZE RUNNER
Klasifikasi sastra dystopia, The Hunger Games, Divergent dan The Maze Runner, jatuh pada hirarki bacaan populer karena mendulang keuntungan serta minat pembaca yang besar sehingga nominasi ini seolah menandakan mereka hanya karya fantastis penuh cinta yang memanfaatkan latar dunia penuh kehancura...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Theses and Dissertations NonPeerReviewed |
Language: | Indonesian Indonesian |
Published: |
2016
|
Subjects: | |
Online Access: | http://repository.unair.ac.id/60699/1/ABSTRAK.pdf http://repository.unair.ac.id/60699/2/FULLTEXT%20TKSB%2001-17%20Mur%20n.pdf http://repository.unair.ac.id/60699/ http://lib.unair.ac.id |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Institution: | Universitas Airlangga |
Language: | Indonesian Indonesian |
Summary: | Klasifikasi sastra dystopia, The Hunger Games, Divergent dan The Maze
Runner, jatuh pada hirarki bacaan populer karena mendulang keuntungan serta minat
pembaca yang besar sehingga nominasi ini seolah menandakan mereka hanya karya
fantastis penuh cinta yang memanfaatkan latar dunia penuh kehancuran. Artinya
karya ini divonis menjadi hilang relevansi nilai sosio-kulturalnya berbeda dengan
jenis model sastra kanon. Namun, status yang diberikan kepada karya ini tidak
pernah dalam pemahaman yang definitif karena nyatanya ketiga karya tersebut tidak
selalu berbicara masalah cinta, bahkan malah menyiratkan pengalaman hidup yang
begitu pelik untuk dicerna. Hal ini membuktikan tiga novel dystopia ini justru
memerlukan analisis untuk menunjukkan posisi nilai tawar sosialnya. Kontribusi
sosial untuk melampaui hal tersebut hanya dapat ditunjukkan ketika posisi teoretik
tidak sibuk pada pencarian makna atau representasi tetapi lebih pada kemungkinan
gagasan kondisi revolusioner di dalamnya untuk menggugah masyarakat “mungkin”
atau deterritorialization. Analog dengan pernyataan tersebut, analisis yang diusulkan
menghendaki pentingnya gagasan sastra minor di mana karya sastra muncul tidak
semata-mata untuk dicari maknanya, dokumentasi sejarahnya, atau representasinya
namun lebih kepada kepentingannya pada manusia untuk menjawab suatu
ketidakberesan sosial ketika hasrat direpresi. Dengan demikian, kajian merujuk
kembali pada teks demi menyingkap posisi nilai tawar ketiga novel dystopia.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Metode kualitatif digunakan karena sifatnya yang tidak menaklukkan pada fakta
anomali. Objek material adalah ketiga karya dengan titik tekan pada tokoh-tokoh
yang ada dan peristiwa didalam teks yang menentukan muncul tidaknya perlawanan
pada struktur sosial. Data yang dikumpulkan diperiksa melalui pemahaman novel
dalam permainan deteritorialisasi bahasa, kepekaan politik dan collective
assemblage of enunciation. Rangkaian konsep tersebut membantu untuk
menentukan posisi teks dalm mempersepsikan dunia dan membuka kemungkinan
lain bagi masyarakat untuk mengubah diri. Selanjutnya, data dianalisis dalam
hubungannya dengan konsep hasrat dan deterritorialization untuk mengetahui
kondisi revolusioner dalam karya.
Hasil menunjukkan tiga karya memiliki kondisi sastra minor sebagai wujud
intensifikasi pengalaman tiran yang harus dilawan. Katniss, dalam The Hunger
Games, mendobrak permainan kekuasaan sehingga mampu memicu ide kekuatan
kolektif. Beatrice, dalam Divergent, membongkar gagasan identitas mutlak dengan
menolak sistem faksi. Thomas, dalam The Maze Runner, menampilkan tradisi
nyatanya tidak selalu memecahkan masalah. Setiap karakter menampilkan kualitas
hasrat yang tidak ingin didisiplinkan sehingga mampu melampaui struktur
masyarakat di mana kemenangan mereka turut menentukan perubahan sosial. Isu-isu
kekuasaan, identitas dan tradisi yang hadir ditolak determinasi sosialnya dan hal ini
sekaligus membatalkan legitimasi popular pada karya. Secara singkat, seluruh
analisis juga menyarankan pentingnya visi dalam karya untuk membuka pengalaman
baru pada hidup. |
---|