STUDI PENGGUNAAN OBAT AMIODARON DAN DIGOKSIN PADA PASIEN ATRIAL FIBRILASI (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya)
AF adalah gangguan irama jantung dengan kareteristik tidak ada gambaran gelombang P yang jelas pada EKG, dan siklus atrial (jika terlihat) yaitu interval di antara dua aktivasi atrial sangat bervariasi kurang dari 200 atau lebih dari 300 kali per menit. Dengan AF, kontraksi atrium lebih cepat dan m...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Theses and Dissertations NonPeerReviewed |
Language: | English Indonesian Indonesian |
Published: |
2017
|
Subjects: | |
Online Access: | http://repository.unair.ac.id/64880/1/KKC%20KK%20FF%20FK%2010-17%20Sid%20s-Abstrak.pdf http://repository.unair.ac.id/64880/2/KKC%20KK%20FF%20FK%2010-17%20Sid%20s-Abstrak.pdf http://repository.unair.ac.id/64880/3/KKC%20KK%20FF%20FK%2010-17%20Sid%20s.pdf http://repository.unair.ac.id/64880/ http://lib.unair.ac.id |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Institution: | Universitas Airlangga |
Language: | English Indonesian Indonesian |
Summary: | AF adalah gangguan irama jantung dengan kareteristik tidak ada gambaran gelombang P yang jelas pada EKG, dan siklus atrial (jika terlihat) yaitu interval di antara dua aktivasi atrial sangat bervariasi kurang dari 200 atau lebih dari 300 kali per menit. Dengan AF, kontraksi
atrium lebih cepat dan menciptakan irama jantung yang tidak teratur. Ketidakteraturan irama dan peningkatan frekuensi atrium membuatkan atrium menghantarkan impuls terus menerus ke AV node, yang mengakibatkan aktivitas ventrikular dan denyut jantung tidak normal. Secara umum, penyakit AF ini ada banyak managemen terapi.
Antaranya adalah dengan mengembalikan ritme sinus (rhythm control), kontrol kadar denyut jantung (rate control), pencegahan komplikasi tromboemboli dengan penggunaan antikoagulan dan mencegah kekambuhan. Terapi yang diberikan pada pasien dapat berbeda tiap individunya dikarenakan perbedaan tingkat kategori AF (paroksimal atau persisten atau permanen) dan dengan adanya penyakit penyerta. Kedua
obat ini memiliki efek samping dan interaksi. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan studi penggunaan obat amiodaron dan digoxin terkait regimentasi dosis yang sesuai dan menganalisa interaksi dan efek samping agar tercapai keberhasilan terapi bagi pasien.
Tujuan studi ini adalah untuk mengkaji penggunaan obat
amiodaron dan digoks in pada pasien AF di SMF Jantung dan Pembuluh Darah RSUD Dr. Soetomo Surabaya period MRS 1 Januari 2016 – 31 Desember 2016. Penelitian dilakukan secara observasional dengan rancangan deskriptif retrospektif dan dilakukan di Ruang Rekam Medik
RSUD Dr. Soetomo Surabaya dengan sampel berupa Rekam Medik
Kesehatan (RMK) pasien rawat inap dengan diagnosa AF dengan atau penyakit penyerta di SMF Jantung dan Pembuluh Darah RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Dari hasil peneltian didapatkan sampel sebanyak 50 pasien dari 148 pasien, dimana yang memenuhi kriteria inklusi adalah pasien AF, yang mendapatkan terapi amiodaron atau digoxin selama masuk rumah
sakit. Hasil penelitian ini menunjukkan dari 5o pasien AF yang memperoleh terapi obat amiodaron dan digoksin, dimana 27 pasien (54%) adalah laki laki dan 23 pasien (45%) adalah pasien perempuan. Penggunaan digoxin sebagai rate control yang paling banyak digunakan iaitu sebanyak (70%).sedangkan penggunaan amiodaron sebagai rhythm control sebanyak (26%) dan kombinasi amiodaron dan digoxin adalah hanya sebanyak (4%). Dosis terapi amiodaron dan digoxin diberikan adalah berbeda beda, tergantung pada kondisi pasien. Sedangkan, rute pemberian amiodaron dan digoxin adalah melalui oral
dan intravena, dimana terdiri daripada loading dose dan maintenance dose. Pada penelitian ini, amiodaron secara oral didapatkan dosis 200mg, 400mg, dan 600mg adalah masing masing 5pasien (10%), dan pada dosis oral 1200mg 4 pasien (8%) Sedangkan untuk dosis intermitten 150mg/30menit adalah 5pasien (10%), 300mg/6jam sebanyak 6pasien (12%) dan 600mg/18jam sebanyak 9pasien (18%). Untuk dosis digoksin
oral didapatkan 0,125mg dan 0,5mg masing masing 2 pasien (4%) dan dosis 0,25mg sebanyak 32 pasien (64%). Sedangkan pada rute IV, dosis 0,25mg adalah 13 pasien (26%) dan 0,50mg sebanyak 2 pasien (4%). Identifikasi DRP (Drug Related Problem) pada penelitian ini ditemukan adanya interaksi antara obat pada yakni interaksi potensial
obat amiodaron dan digoxin apabila di gunakan bersamaan obat lain. Anataranya adalah menyebabkan hipokalemi apabila obat amiodaron di gunakan bersama hidroklorothiazid, furosemide dan spiranolakton. Penggunaan obat amiodaron bersamaan warfarin dan bisoprolol juga akan menimbulkan efek dari interaksinya, masing masing akan menyebabkan
peningkatan efek antikoagulan, hipotensi dan bradikardia. Seterusnya adalah timbulnya efek samping dengan penggunaan obat amiodaron dan digoxin adalah dapat menimbulkan efek samping seperti hipokalemia, bradikardia dan tejadi toksisitas Berdasarkan uraian diatas, diketahui bahwa banyak hal yang perlu menjadi perhatian farmasis dalam penggunaan obat pada pasien AF meliputi pemilihan regimen terapi yang sesuai, menentukan dosis obat yang diberikan, memonitoring kondisi pasien, menangani DRP yang terjadi selama terapi, serta memberikan konseling bagi pasien agar dapat meningkatkan efektivitas kerja obat. |
---|