PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KOMBATAN DALAM CYBER WARFARE BERDASARKAN ASAS PUBLIC CONSCIENCE DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL (Studi Cyber Warfare Antara Rusia Dan Georgia Pada Agustus Tahun 2008)

Cyber warfare merupakan bentuk perang baru yang memanfaatkan malware komputer sebagai senjata dan cyberspace sebagai medan perangnya ini menyebabkan adanya kekosongan hukum terhadap law of armed conflict. Para pakar teknik informatika Rusia melakukan cyberattack terhadap Georgia, keahlian dalam...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: MIKO ADITIYA SUHARTO, S.H., 031514153043
Format: Theses and Dissertations NonPeerReviewed
Language:Indonesian
Indonesian
Published: 2017
Subjects:
Online Access:http://repository.unair.ac.id/67203/1/TH.Int.02.17%20.%20Suh.p%20-%20ABSTRAK.pdf
http://repository.unair.ac.id/67203/2/TH.Int.02.17%20.%20Suh.p%20-%20SEC.pdf
http://repository.unair.ac.id/67203/
http://lib.unair.ac.id
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: Indonesian
Indonesian
Description
Summary:Cyber warfare merupakan bentuk perang baru yang memanfaatkan malware komputer sebagai senjata dan cyberspace sebagai medan perangnya ini menyebabkan adanya kekosongan hukum terhadap law of armed conflict. Para pakar teknik informatika Rusia melakukan cyberattack terhadap Georgia, keahlian dalam bidang pemrograman komputer tersebut digunakan sebagai upaya penyerangan terhadap website-website Georgia yang memiliki peran penting dalam pemerintahan dan pemberitaan sehingga website tersebut lumpuh total selama beberapa hari dan tidak dapat diakses. Dalam perspektif hukum humaniter Internasional, pakar teknik informasi Rusia yang melakukan cyberattack terhadap Georgia yaitu, anggota StopGeorgia.ru dan anggota Russian Business Network (RBN) merupakan pihak yang berpartisipasi secara langsung dalam cyber warfare ini. Pada perang konvensional pihak yang kontak secara langsung dalam konflik bersenjata disebut sebagai kombatan, sehingga ada kemungkinan anggota kedua kelompok tersebut dapat disebut kombatan. Kekosongan hukum dalam law of armed conflict ini memunculkan kesadaran masyarakat Internasional untuk segera membuat peraturan hukum sebagai suatu sumber hukum yang digunakan dalam menyelesaikan cyber warfare. Berdasarkan peristiwa hukum tersebut NATO pada tahun 2009 mengumpulkan para ahli hukum dan ahli teknik teknologi informasi untuk membentuk Tallinn Manual on The International Law Applicable to Cyber Warfare. Regulasi yang hanya berbentuk manual ini dari perspektif Article 38 Statute of the International court of Justice tidak termasuk salah satu sumber hukum Internasional sehingga memunculkan permasalahan mengenai keberlakuan dari Tallinn Manual on The International Law Applicable to Cyber Warfare ini. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian hukum menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Analisa tesis ini menggunakan analisa perskriptif yang bertujuan mencari kebenaran koherensi dan dapat memberikan penyelesaian isu hukum yang muncul terkait cyber warfare sebagai metode perang baru. Hasil pembahasan dari penelitian ini adalah Tallinn Manual on The International Law Applicable to Cyber Warfare dapat digunakan sebagai sumber hukum Internasional sebagai Public Conscience. Pada Additional Protokol I yang menyatakan Public Conscience sebagai penutup celah kekosongan hukum memberikan kepastian hukum dalam memberlakukan Tallinn Manual on The International Law Applicable to Cyber Warfare sebagai sumber hukum dalam menangani masalah Cyber Warfare. Anggota StopGeorgia.ru yang melakukan cyberattack terhadap website-website Georgia termasuk sebagai kombatan sehingga dapat diberikan perlindungan dan hak-hak kombatan ketika mereka telah menyatakan hors de combat. Sedangkan anggota dari RBN tidak memenuhi syarat-syarat kombatan sehingga RBN merupakan Unlawful Combatant.