PIUTANG YANG AKAN ADA DIKEMUDIAN HARI SEBAGAI OBJEK JAMINAN FIDUSIA DALAM PERSPEKTIF SYARIAH

Dalam perkembangan ekonomi, terdapat debitur yang tidak mempunyai benda yang dapat dijadikan jaminan kecuali benda miliknya sendiri yang digunakannya sebagai modal usaha. Untuk menjawab permasalahan ini, munculah Lembaga Jaminan Fidusia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: DAVIN WAHYU RAMADHAN, 031614253016
Format: Theses and Dissertations NonPeerReviewed
Language:Indonesian
Indonesian
Published: 2018
Subjects:
Online Access:http://repository.unair.ac.id/72904/1/ABSTRAK_TMK.94%2018%20Ram%20p.pdf
http://repository.unair.ac.id/72904/2/FULLTEXT_TMK.94%2018%20Ram%20p.pdf
http://repository.unair.ac.id/72904/
http://lib.unair.ac.id
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: Indonesian
Indonesian
Description
Summary:Dalam perkembangan ekonomi, terdapat debitur yang tidak mempunyai benda yang dapat dijadikan jaminan kecuali benda miliknya sendiri yang digunakannya sebagai modal usaha. Untuk menjawab permasalahan ini, munculah Lembaga Jaminan Fidusia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. DidalamKetentuan Pasal 9 Ayat (1) UUJF diatur bahwa, jaminan fidusia dapat berupa piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. Jika ketentuan ini diterapkan kepada bank konvensional memang tidak menyalahi aturan, namun apabila diterapkan pada bank syariah kemungkinannya akan berbeda, karena jaminan berupa piutang yang akan ada dikemudian hari masih digantungkan atas pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga. Oleh karena, bank syariah wajib menerapkan pedoman pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dan obyek jaminan fidusia berupa piutang yang akan ada dikemudian hari memiliki potensi untuk melanggar ketentuan syariah terutama larangan adanya unsur maisir dan gharar, dan menjadi kendala dalam mencapai maqasid asy-syar’iyah. Maka diperlukan pengujian terhadap keabsahan Pasal 9 Ayat (1) UUJF sebagai obyek jaminan fidusia dalam perspektif syariah.Rumusan masalah yang diulas dalam penelitian ini adalah piutang yang akan ada dikemudian hari sebagai obyek jaminan fidusia dalam perspektif syariah dan akibat hukum pada perjanjian jaminan fidusia atas piutang yang akan ada dikemudian hari dalam perspektif syariah.Metode yang dipergunakan adalah penelitian teoritik dan penelitian doktrinal.Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bahwa objek berupa piutang yang akan ada dikemudian hari tidak dapat dijadikan jaminan fidusia karena tidak memenuhi unsur aniyahdan melanggar prinsip syariah, karena mengandung unsur maisir, gharar, dan zalim. Sehingga status perjanjian jaminan fidusia menjadi bathal, yaitu harus diabaikan atau menjadi tidak sah. Akibatnya, bank syariah tidak memiliki jaminan kebendaan atas fasilitas pembiayaan yang diberikannya kepada nasabah dan menempatkan bank syariah hanya sebatas kreditur konkuren saja.