PERCERAIAN DI LUAR PENGADILAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA

Perkawinan adalah perjanjian yang kokoh (mitsaqon gholido), yang dengannya Allah Swt mengikat hubungan antara laki-laki dan perempuan. Perkawinan itu merupakan jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan . Namun dalam perjalanan kehidupan pasangan suami istri bisa d...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: MUHAMMAD NIDZOM ANSHORI, 03122453048
Format: Theses and Dissertations NonPeerReviewed
Language:Indonesian
Indonesian
Published: 2016
Subjects:
Online Access:http://repository.unair.ac.id/72938/1/THD.%2014-18%20Ans%20p%20Abstrak.pdf
http://repository.unair.ac.id/72938/2/THD.%2014-18%20Ans%20p.pdf
http://repository.unair.ac.id/72938/
http://lib.unair.ac.id
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: Indonesian
Indonesian
Description
Summary:Perkawinan adalah perjanjian yang kokoh (mitsaqon gholido), yang dengannya Allah Swt mengikat hubungan antara laki-laki dan perempuan. Perkawinan itu merupakan jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan . Namun dalam perjalanan kehidupan pasangan suami istri bisa dilanda masalah, yang akhirnya bisa berakhir dengan perceraian. Dalam tesis ini penulis menfokuskan pembahasan tentang Perceraian di luar Pengadilan dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif. Bahwa seorang suami bisa menjatuhkan talaknya kepada istrinya di luar Pengadilan, dari sinilah terjadi perbedaan pandangan terhadap keabsahan perceraian seperti ini. Menurut Hukum (fiqh) Islam yang dianut oleh mayoritas masyarakat di Indonesia, talak adalah hak suami, sehingga talak yang dilakukan oleh suami dimanapun otomatis akan jatuh talaknya. Sebaliknya menurut Hukum Positif, talak yang dilakukan di luar Pengadilan itu tidak sah. Hasil penelitian menjelaskan bahwa ada kesenjangan antara apa yang diharapkan oleh hukum (das sollen) dengan kenyataan yang berkembang dimasyarakat (das sein), yaitu : perceraian itu seharusnya dilaksanakan di Pengadilan yang menjadi harapan Undang-Undang, dengan perceraian diluar Pengadilan yang terjadi dimasyarakat. Cita-cita mulia pasal 39 ayat 1 Undang- Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan pasal 65 Undang-Undang nomor 7 tahun 1989 tentang Pengadilan Agama sulit tercapai. Hal ini disebabkan adanya keyakinan masyarakat terhadap ikrar talak tidak harus dilakukan di depan sidang Pengadilan. Dikalangan organisasi Islam sendiri terjadi perbedaan pendapat terhadap masalah ini, Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Bahsul Masail Nahdatul Ulama (NU) dan Persatuan Islam (Persis) berpendapat bahwa perceraian di luar Pengadilan itu sah dan tidak perlu diulang, sedangkan Majelis Tarjih Muhammadiyah berpendapat tidah sah dan perlu diulang dihadapan Pengadilan. Oleh karena itu perlu adanya solusi dari masalah ini, yaitu : solusi kuratif : pengajuan Cerai Talak dan yang kedua pengajuan Isbat Talak, sedangkan solusi preventif adalah : Pembinaan tokoh masyarakat dan sosialisasi prosedur berperkara secara benar. Khusus Isbat Talak karena hal yang baru dan belum diakomodir oleh Kompilasi Hukum Islam (KHI), maka perlu dirumuskan lebih detail.