KEBERLAKUAN PASAL 197 AYAT (1) HURUF K KUHAP PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-X/2012
Keberadaan Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP juncto Pasal 197 ayat (2) KUHAP sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-X/2012 dimaksudkan untuk memberi kejelasan status penahanan bagi terdakwa. Batalnya putusan yang tidak memuat perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam taha...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Theses and Dissertations NonPeerReviewed |
Language: | English English |
Published: |
2018
|
Subjects: | |
Online Access: | http://repository.unair.ac.id/79118/1/abstrak.pdf http://repository.unair.ac.id/79118/2/full%20text.pdf http://repository.unair.ac.id/79118/ http://lib.unair.ac.id |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Institution: | Universitas Airlangga |
Language: | English English |
Summary: | Keberadaan Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP juncto Pasal 197 ayat (2) KUHAP
sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-X/2012
dimaksudkan untuk memberi kejelasan status penahanan bagi terdakwa. Batalnya
putusan yang tidak memuat perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam
tahanan atau dibebaskan lebih merupakan perlindungan bagi terdakwa atas status
tahanannya selama proses persidangan berlangsung hingga berkekuatan hukum
tetap (in kracht van gewisjde). Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUUX/
2012 yang menguji Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP merupakan model
putusan “konstitusional bersyarat” (Conditionally Constitutional). Penjelasan
terkait hal tersebut adalah Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP, Mahkamah
Konstitusi menyatakan bertentangan dengan UUD NRI 1945, sepanjang dikaitkan
dengan Pasal 197 ayat (2) KUHAP yang menyebabkan suatu putusan dinyatakan
batal demi hukum.
Dalam Tesis ini Penulis memfokuskan pada keberlakuan Pasal 197 ayat (1) huruf
k KUHAP yang masih ada didalam KUHAP sekalipun dinyatakan bertentangan
dengan UUD NRI 1945 oleh Mahkamah Konstitusi. Sasaran yang ingin dicapai
dalam penulisan Tesis ini adalah mengenai jalannya hukum acara pidana dengan
mencerminkan keadilan dan kepastian hukum. Disamping itu perlu adanya
mekanisme “checks and balances” antara lembaga tinggi negara dalam
menjalankan masing-masing fungsinya. |
---|