PENOLAKAN KORBAN MILITARY COMFORT WOMEN SYSTEM DARI KOREA SELATAN TERHADAP 2015 JAPAN-ROK AGREEMENT ON COMFORT WOMEN
Japanese comfort women system merupakan salah satu masalah yang muncul pasca Perang Dunia II. Sistem ini merupakan sistem prostitusi militer yang tak hanya menjadi kejahatan perang, tetapi juga melibatkan kekerasan berbasis gender sehingga menjadikan para perempuan yang direkrut menjadi comfort wome...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Theses and Dissertations NonPeerReviewed |
Language: | Indonesian Indonesian |
Published: |
2018
|
Subjects: | |
Online Access: | http://repository.unair.ac.id/79645/1/ABSTRAK_Fis.HI.91%2018%20Put%20p.pdf http://repository.unair.ac.id/79645/2/FULLTEXT_Fis.HI.91%2018%20Put%20p.pdf http://repository.unair.ac.id/79645/ http://lib.unair.ac.id |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Institution: | Universitas Airlangga |
Language: | Indonesian Indonesian |
Summary: | Japanese comfort women system merupakan salah satu masalah yang muncul pasca Perang Dunia II. Sistem ini merupakan sistem prostitusi militer yang tak hanya menjadi kejahatan perang, tetapi juga melibatkan kekerasan berbasis gender sehingga menjadikan para perempuan yang direkrut menjadi comfort women sebagai korban. Banyak perempuan dari negara-negara bekas dudukan Jepang yang terpaksa maupun dipaksa untuk menjadi pekerja seksual dalam sistem ini, seperti Korea Selatan dengan jumlah korban terbesar. Isu ini menurai sorotan komunitas internasional karena adanya tuntutan-tuntutan bahwa pemerintah Jepang belum memenuhi tanggung jawabnya terhadap para korban, utamanya tuntutan-tuntutan korban dari Korea Selatan. Isu comfort women tidak hanya menjadi permasalahan tanggung jawab perang pemerintah Jepang, tetapi juga menjadi permasalahan yang belum usai bagi para korban. Hal ini dikarenakan tak hanya luka fisik dan psikologis yang didapat dari pengalaman buruk para korban sebagai comfort women, tapi juga tidak dipenuhinya hak-hak reparasi para korban dari Korea Selatan pasca berakhirnya Japanese military comfort women system. Meskipun pemerintah Jepang telah melakukan berbagai upaya hingga menyepakati 2015 Japan-ROK Agreement on Comfort Women dengan pemerintah Korea Selatan, isu ini masih belum selesai bagi para korban dari Korea Selatan. Jika perspektif negara menilai isu comfort women selesai melalui rekonsiliasi bilateral, maka pendekatan gender berusaha mendeklasifikasikan bahwa isu ini belum selesai dari perspektif para korban sebagai pihak yang terdampak langsung dari adanya Japanese military comfort women system. Keabaian untuk mengesampingkan perspektif korban dalam melihat isu dan tidak dilibatkannya para korban dalam penyelesaian isu ini pun membuat para korban terus bergerak untuk menuntut keadilan pada pemerintah Jepang. |
---|