KONFLIK MASYARAKAT PERBATASAN INDONESIA DAN TIMOR LESTE DALAM PENDEKATAN NON-TRADISIONAL (Studi Kasus Batas Darat antara Kecamatan Bikomi Nilulat dan Sub-Distrik Passabe)

Sejak Timor Leste terpisah dari Indonesia, keduanya telah banyak bekerjasama menyelesaikan masalah demarkasi wilayah di titik un-surveyed segment yang menjadi batas antara kecamatan Bikomi Nilulat dan sub-distrik Passabe. Kerjasama dimaksud menghasilkan kesepakatan bahwa lahan di titik tersebut m...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: YOSEF SERANO KORBAFFO, 071614553017
Format: Theses and Dissertations NonPeerReviewed
Language:Indonesian
Indonesian
Indonesian
Published: 2018
Subjects:
Online Access:http://repository.unair.ac.id/80049/1/ABSTRAK_THI.10%2018%20Kor%20k.pdf
http://repository.unair.ac.id/80049/2/FULLTEXT_THI.10%2018%20Kor%20k.pdf
http://repository.unair.ac.id/80049/3/JURNAL_THI.10%2018%20Kor%20k.pdf
http://repository.unair.ac.id/80049/
http://lib.unair.ac.id
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: Indonesian
Indonesian
Indonesian
Description
Summary:Sejak Timor Leste terpisah dari Indonesia, keduanya telah banyak bekerjasama menyelesaikan masalah demarkasi wilayah di titik un-surveyed segment yang menjadi batas antara kecamatan Bikomi Nilulat dan sub-distrik Passabe. Kerjasama dimaksud menghasilkan kesepakatan bahwa lahan di titik tersebut merupakan bagian dari teritori Timor Leste, sebagaimana yang tertuang dalam Provicional Agreement tahun 2005. Pada tahun 2013 pemerintah Indonesia menerbitkan Peta Annex B1 dengan tidak mengakomodasi lahan di titik tersebut sebagai bagian dari teritori Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menggunakan metode fenomenologi dan teori soft border, tulisan ini berpendapat bahwa makna perbatasan bagi masyarakat kecamatan Bikomi Nilulat erat kaitannya dengan dimensi budaya, khususnya kearifan lokal masyarakat suku Atoni Meto. Logika ini berbeda dengan pemahaman Westphalia yang memandang perbatasan negara hanya dari segi fisik-teritorialitas semata. Pemahaman ini menjadi alasan masyarakat kecamatan Bikomi Nilulat menolak hasil kesepakatan kedua negara dan tetap mengklaim kepemilikan lahan di titik tersebut hingga memicu konflik dengan masyarakat sub-distrik Passabe.