IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 68/PUU-XV/2017 TERKAIT PEMBATALAN SANKSI PIDANA TERHADAP JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PENANGANAN PERKARAN ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM
Metode yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah penelitian yuridis normatif (legal research), dengan menggunakan pendekatan masalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach). Permasalahan dalam tesis ini adalah: Apa pertimbangan Mahkamah...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Theses and Dissertations NonPeerReviewed |
Language: | English English |
Published: |
2019
|
Subjects: | |
Online Access: | http://repository.unair.ac.id/81103/1/abstrak.pdf http://repository.unair.ac.id/81103/2/full%20text.pdf http://repository.unair.ac.id/81103/ http://lib.unair.ac.id |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Institution: | Universitas Airlangga |
Language: | English English |
Summary: | Metode yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah penelitian yuridis
normatif (legal research), dengan menggunakan pendekatan masalah pendekatan
perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual
approach). Permasalahan dalam tesis ini adalah: Apa pertimbangan Mahkamah
Konstitusi dalam pembatalan sanksi pidana terhadap jaksa penuntut umum dalam
penanganan perkara anak berhadapan dengan hukum dan Apakah upaya
pencegahan penyalahgunaan kewenangan Jaksa Penuntut Umum yang menangani
perkara anak berhadapan dengan hukum terkait dengan pembatalan Pasal 99
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/Puu-Xv/2017.
Penjatuhan sanksi pidana terhadap Jaksa Penuntut Umum diakarenakan
tidak melakukan kewajiban mengeluarkan anak dari tahanan sebagaimana diatur
dalam Pasal 34 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012. Pelanggaran tersebut
merupakan pelanggaran administratif bukan merupakan suatu perbuatan pidana.
Ancaman pidana terhadap perbuatan pelanggaran yang bersifat administratif
merupakan tanggungjawab bersama dengan lembaga pemasyarakatn dalam hal
penahanan seorang anak yang berhadapan dengan hukum sangatlah tidak tepat
dan error in iuris karena sanksi administratif merupakan konsekuensi logis
pertama yang harus didahulukan dari sanksi pidana.
Berdasarkan pengalaman penulis sebagai Jaksa Penuntut Umum, adanya
sanksi pidana terhadap jaksa dalam penanganan perkara anak berdampak buruk
bagi kalangan jaksa. Banyak jaksa yang menghindar bahkan ketakutan dalam
menangani perkara anak. Kebanyakan jaksa menolak jika ditunjuk untuk
menangani perkara anak. Dengan status jaksa sebagai PNS sebagaimana
diamanatkan dalam UU Kejaksaan, membuat profesi jaksa harus tunduk pula
kepada UU ASN. Oleh karena itu secara tidak langsung, Jaksa wajib menerapkan
AUPB dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Dalam rangka mewujudkan jaksa
yang memiliki integritas kepribadian serta disiplin tinggi guna melaksanakan
tugas penegakan hukum dalam rangka mewujudkan keadilan dan kebenaran,
maka dikeluarkanlah kode etik prilaku jaksa sebagaimana tertuang dalam
Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Per –014/A/Ja/11/2012
Tentang Kode Perilaku Jaksa. Berdasarkan ketentuan Pasal 12 Kode Prilaku
Jaksa, Jaksa yang terbukti melakukan pelanggaran dijatuhi tindakan administratif
dengan tidak mengesampingkan ketentuan pidana dan hukuman disiplin
berdasakan peraturan disiplin pegawai negeri sipil apabila atas perbuatan tersebut
terdapat ketentuan yang dilanggar. |
---|