REKOMENDASI PERBAIKAN KOORDINASI BERDASARKAN TEORI HIGH PERFORMANCE WORK PRACTICES PADA PENGELOLAAN OBAT ESENSIAL DI RSU KARSA HUSADA BATU

Salah satu peran rumah sakit adalah memastikan bahwa obat esensial selalu tersedia dalam jumlah yang cukup. Koordinasi dalam penyediaan obatobatan esensial merupakan pembahasan penting. Masalah dari penelitian ini adalah tingginya jumlah hambatan koordinasi yang mencapai 16 kegiatan (38%) dari s...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: YENI FARIDA ISTANTI, 101714453007
Format: Theses and Dissertations NonPeerReviewed
Language:Indonesian
Indonesian
Published: 2019
Subjects:
Online Access:http://repository.unair.ac.id/83365/1/TKA.%2016-19%20Ist%20r%20Abstrak.pdf
http://repository.unair.ac.id/83365/2/TKA.%2016-19%20Ist%20r.pdf
http://repository.unair.ac.id/83365/
http://lib.unair.ac.id
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: Indonesian
Indonesian
Description
Summary:Salah satu peran rumah sakit adalah memastikan bahwa obat esensial selalu tersedia dalam jumlah yang cukup. Koordinasi dalam penyediaan obatobatan esensial merupakan pembahasan penting. Masalah dari penelitian ini adalah tingginya jumlah hambatan koordinasi yang mencapai 16 kegiatan (38%) dari semua kegiatan yang berjumlah 42 kegiatan (100%) dalam pengelolaan obat esensial, pada semester pertama dan kedua tahun 2017 dan semester pertama tahun 2018 di Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu. Hal ini menyebabkan kekosongan obat esensial rata-rata dalam tiap semester 37,33% dari yang seharusnya 0% sesuai Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) No 1457 tahun 2003. Penelitian ini bertujuan mengembangkan rekomendasi untuk meningkatkan koordinasi berdasarkan teori high performance work practices dalam proses pengelolaan obat-obatan esensial di Rumah Sakit Karsa Husada Batu. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Unit analisis adalah seluruh staf rumah sakit yang terlibat dalam pengelolaan obat esensial yang berjumlah 29 responden, yang terdiri dari petugas user 4 orang masing-masing 1 rawat jalan, 1 rawat inap, 1 dari ICU dan unit Operasi, 1 dari unit gawat darurat, 4 orang dari Instalasi Farmasi sebagai tim perencanaan, 5 orang tim Pengadaan, 4 orang Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP), 4 orang bagian gudang, dan 4 orang bagian distribusi, dan 4 orang di bagian keuangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selection for cross functional teamwork sudah baik, cross-functional teamwork conflict resolution sudah baik, cross functional meeting kurang baik, cross functional boundary spanner kurang baik, dan cross functional performance juga kurang baik. Variabel independen berhubungan dengan variable dependen. Rekomendasi yang diusulkan adalah perlunya perbaikan cross functional meeting yang terprogram dengan pertemuan unit/fungsi sebulan sekali, antar unit atau lintas fungsional setiap tiga bulan sekali, dan untuk seluruh unit setiap enam bulan sekali. Cross Functional Boundary Spanner diperbaiki dengan adanya delegasi kepada salah satu kepala seksi sebagai pengawas/pengendali yang diberi kewenangan penuh oleh direktur untuk mengawasi atau mengendalikan pengelolaan obat esensial lintas fungsional dengan tetap melaporkan hasil kepada direktur. Perbaikan cross functional performance measurement dapat dilakukan dengan penilaian kinerja individu sebulan sekali oleh kepala instalasi dilaporkan kepada kepegawaian dan direktur. Penilaian kinerja unit/fungsi dilakukan oleh kepala seksi masing-masing dan dilaporkan kepada direktur setiap 3 bulan sekali. Penilaian kinerja lintas fungsional/seluruh unit yang terlibat dalam pengelolaan obat esensial dinilai oleh direktur rumah sakit dan bisa dijadikan bahan indikator mutu rumah sakit.