AKIBAT HUKUM KETERANGAN PALSU TERHADAP KEBERLAKUAN AKTA NOTARIS

Ada 2 (dua) macam akta otentik yang pembuatannya menjadi wewenang Notaris, yaitu Akta pejabat, atau disebut juga ambtelijke akte, atau dikenal pula sebagai relaas akte (selanjutnya akan ditulis : relaas akte), yaitu akta otentik yang dibuat oleh (door de) Notaris. Misal: untuk memperoleh bukti bahwa...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: IBRAHIM SURYOATMODJO, 031142124
Format: Theses and Dissertations NonPeerReviewed
Language:Indonesian
Indonesian
Published: 2013
Subjects:
Online Access:http://repository.unair.ac.id/84499/2/KKB%20KK%202%20TKM%2065%2013%20ATM%20A%20abstrak.pdf
http://repository.unair.ac.id/84499/1/KKB%20KK%202%20TKM%2065%2013%20ATM%20A%20full.pdf
http://repository.unair.ac.id/84499/
http://lib.unair.ac.id
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: Indonesian
Indonesian
Description
Summary:Ada 2 (dua) macam akta otentik yang pembuatannya menjadi wewenang Notaris, yaitu Akta pejabat, atau disebut juga ambtelijke akte, atau dikenal pula sebagai relaas akte (selanjutnya akan ditulis : relaas akte), yaitu akta otentik yang dibuat oleh (door de) Notaris. Misal: untuk memperoleh bukti bahwa penarikan uodian sudah dilakukan secara jujur (fair), atau, untuk membuktikan bahwa Rapat Umum Pemagang Saham (disingkat RUPS) telah mengambil keputusan tettentu, dan Akta pihak, atau disebut partij akte (selanjutnya akan ditulis : party akte), yaitu akta otentik yang dibuat di hadapan (ten overstan) Notaris. Misal: untuk membuktikan bahwa antara penjual dan pembeli sudah terdapat kesepakatanjual beli. Apabila suatu akla telah memperoieh otentisitas (derajad otentik), maka akta tersebut akan secara olomatis menjamin kepastian hukum serta memberikan perlindungan hukum bagi para pihak yang bersangkutan, bagi pihak-pihak yang mendapat hak darinya, maupun bagi Notaris sendiri. AktaNotaris tidak akan memperoleh otentisitas apabila disusun tanpa memcnuhi syarat-syarat (fonnalitas) tersebut. Terdapat kemungkinan bahwa apa yang oleh pejabat umum dicatat sebagai benar (dan kemudian dituangkan dalam akta-akta) itu ternyata terbukti tidak benar (palsu). Di sinilah Notaris harus berhati-hati, karena risiko pidananya tidak ringan. Sccara umum dclik keterangan palsu diatur dalam KUHP, yaitu dalam Pasal266 KUHP. Takjarang Notaris dilibatkan sebagai pihak tergugat dan atau dijadikan tersangka dalam perkara-perkara yang bersumber pada dugaan adanya perbuatan pidana memasukkan keterangan palsu dalam akta otcntik. Padahal sebenarnya, dalam kasus seperti itu Notaris tidak selalu harus dilibatkan sebagai pihak tergugat dan atau pihak tersangka. Jika demikian faktanya, maka yang perlu dikaji secara Icbih mendalam adalah sejauh mana batas-batas tanggung jawab Notaris apabila terdapat ketemngan palsu yang terbukti masuk ke dalam akta otentik. Unluk menghindari risiko yang dapal timbul sebagai akibal penempatan keterangan palsu oleh pam pihakJpenghadap, maka Notaris harus paham berbagai peraturan perundang.-undangan (ketentuan-ketentuan hukum formil maupun materiil) yang herlaku, schingga mampu menangkap dan menyaring isi, keterangan, pernyataan-pcrnyataan, dan atau perbuatan hukum yang oleh para pihak/penghadap akan dinyatakan dalam bagian isi akta. Apabila tcrdapat indikasi bahwa keterangan yang diberikan para pihakJpenghadap itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau palsu (bertentangan dengan fakta yang benar) maka Notaris dapat sedini mungkin menolak. Segala apa yang kemudian dituangkan ke dalam partij akte tersebut, tetap merupakan keinginan, kehendak, serta permintaan dari (dan dengan demikian merupakan perbuatannya) para pihak/penghadap sendiri. Bukan keinginan, kehendak, serta permintaan atau perbuatan Notaris. Notaris berada di luar para pihak dalam akta, dan sarna sekali bukan serta tidak menjadi pihak dalam akta yang dibuat di hadapannya. Bilamana mengenai isi dari suatu partij akte ternyata kemudian terjadi perselisihan di antara para pihak/penghadap, maka semua itu merupakan persoalan di antara para pihak/penghadap sendiri. Bcgitu pula jika terdapat indikasi bahwa ada di antara mcreka itu telah mcmasukkan keterangan palsu pada partij akte, maka tidak tepat apabila kcmudian Notarisnya diminta pertanggungjawaban. Bahkan juga tidak sejalan dengan karakter yuridis partij akte, apabila dalam hal scdemikian itu Notaris dijadikan tersangka, terdakwa, bahkan terdakwa dalam perkara pidana, atau ditempatkan sebagai Tergugat atau Turut Tergugat dalam perkara perdata.