Stigma Masyarakat Tentang Gangguan Jiwa
Stigma terhadap penderita gangguan jiwa di Indonesia masih sangat kuat. Dengan adanya stigma ini, orang yang mengalami gangguan j iwa terkucilkan, dan dapat memperparah gangguan jiwa yang diderita. Pada umumnya, penderita gangguan jiwa berat (skizofrenia) dirawat dan diberi pengobatan di rumah sakit...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Conference or Workshop Item PeerReviewed |
Language: | English English |
Published: |
2017
|
Subjects: | |
Online Access: | http://repository.unair.ac.id/85672/1/Stigma%20Masyarakat%20Indonesia%2005022019.pdf http://repository.unair.ac.id/85672/2/48.%20Stigma%20Masyarakat%20Indonesia%20%20%2004302019.pdf http://repository.unair.ac.id/85672/ |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Institution: | Universitas Airlangga |
Language: | English English |
id |
id-langga.85672 |
---|---|
record_format |
dspace |
spelling |
id-langga.856722019-08-08T01:12:03Z http://repository.unair.ac.id/85672/ Stigma Masyarakat Tentang Gangguan Jiwa AH. Yusuf, NIDN. 0001016716 RT Nursing Stigma terhadap penderita gangguan jiwa di Indonesia masih sangat kuat. Dengan adanya stigma ini, orang yang mengalami gangguan j iwa terkucilkan, dan dapat memperparah gangguan jiwa yang diderita. Pada umumnya, penderita gangguan jiwa berat (skizofrenia) dirawat dan diberi pengobatan di rumah sakit. Setelah membaik dan dipulangkan ke rurnah, tidak ada penanganan khusus yang berkelanjutan bagi penderita. Penderita gangguan jiwa sulit untuk langsung sembuh dalam satu kali perawatan, namun membutuhkan proses yang panjang dalam penyembuhan. Karena itu, dibutuhkan pendampingan yang terus menerus sampai pasien benar-benar sembuh dan dapat bersosialisasi dengan orang lain secara normal. Ketika di rumah, dukungan dan perawatan dari keluarga dan lingkungan sekitar sangat dibutuhkan agar penderita bisa menjalani proses penyembuhannya. Apabila penanganan yang di lakukan tidak berlanjut sesuai dengan perawatan, maka stigma terhadap gangguan jiwa akan semakin kompleks (Hendriyana, 2013; Lestari & Wardhani, 2014). Stigma merupakan salah satu hambatan yang mencegah orang dengan gangguan jiwa mendapat perawatan (Cooper, Corrigan, & Watson, 2003). Dalam kenyataannya, 50 - 60% orang dengan gangguan jiwa menghindari perawatan karena takut mendapat stigma (Substance Abuse and Menial Health Services Administration, 2003 dalam Park, et.al, 2014). Stigma tidak hanya terjadi pada penderita gangguan jiwa, namun juga pada anggota keluarga yang terkait juga bisa terkena dampaknya. Struktur budaya di lingkungan masyarakat juga turut andil mempengaruhi pembentukan nilai dan norma di dalam keluarga. Keluarga merasakan adanya anggapan negatif labelling dan diskriminasi yang mempengaruhi kehidupan mereka, sehingga menumbuhkan keinginan menarik diri secara fisik dan sosial dan membatasi diri untuk menggunakan kesempatan berbaur dengan lingkungan masyarakat (Napolion, 2010). Keluarga juga menyembunyikan anggota keluarga yang sakit sehingga terjadi penundaan atau keterlambatan dalam perawatan; dan diskriminasi pelayanan. Hal ini bisa menyebabkan kualitas hidup rendah, depresi dan peningkatan beban emosi keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Agiaminda (2006) menunjukkan hasil bahwa keluarga juga mengalami beban dalam merawat anggota keluarga Yang menderita skizofrenia. Beban yang dirasakan berupa beban finansial dalam biaya perawatan, beban psikologis dalam menghadapi perilaku pasien serta beban sosial terutama dalam menghadapi stigma dari masyarakat tentang anggota keluarganya yang mengalami gangguan iwa (Yosep, 2010; Leafley, 1989 dalam Park & Park, 2014;'Girma, et al. 2014). 2017-05-21 Conference or Workshop Item PeerReviewed text en http://repository.unair.ac.id/85672/1/Stigma%20Masyarakat%20Indonesia%2005022019.pdf text en http://repository.unair.ac.id/85672/2/48.%20Stigma%20Masyarakat%20Indonesia%20%20%2004302019.pdf AH. Yusuf, NIDN. 0001016716 (2017) Stigma Masyarakat Tentang Gangguan Jiwa. In: Seminar Keperawatan: Peran Perawat dalam menghadapi Trend dan Issue Kesehatan Jiwa di Era MEA, 21 Mei 2017, Graha Widya Mandala, Surabaya. (In Press) |
institution |
Universitas Airlangga |
building |
Universitas Airlangga Library |
country |
Indonesia |
collection |
UNAIR Repository |
language |
English English |
topic |
RT Nursing |
spellingShingle |
RT Nursing AH. Yusuf, NIDN. 0001016716 Stigma Masyarakat Tentang Gangguan Jiwa |
description |
Stigma terhadap penderita gangguan jiwa di Indonesia masih sangat kuat. Dengan adanya stigma ini, orang yang mengalami gangguan j iwa terkucilkan, dan dapat memperparah gangguan jiwa yang diderita. Pada umumnya, penderita gangguan jiwa berat (skizofrenia) dirawat dan diberi pengobatan di rumah sakit. Setelah membaik dan
dipulangkan ke rurnah, tidak ada penanganan khusus yang berkelanjutan bagi penderita. Penderita gangguan jiwa sulit untuk langsung sembuh dalam satu kali perawatan, namun membutuhkan proses yang panjang dalam penyembuhan. Karena itu, dibutuhkan pendampingan yang terus menerus sampai pasien benar-benar sembuh dan dapat bersosialisasi dengan orang lain secara normal. Ketika di rumah, dukungan dan perawatan dari keluarga dan lingkungan sekitar sangat dibutuhkan agar penderita bisa menjalani proses penyembuhannya. Apabila penanganan yang di lakukan tidak berlanjut sesuai dengan perawatan, maka stigma terhadap gangguan jiwa akan semakin kompleks (Hendriyana, 2013; Lestari & Wardhani, 2014).
Stigma merupakan salah satu hambatan yang mencegah orang dengan gangguan jiwa mendapat perawatan (Cooper, Corrigan, & Watson, 2003). Dalam kenyataannya, 50 - 60%
orang dengan gangguan jiwa menghindari perawatan karena takut mendapat stigma (Substance Abuse and Menial Health Services Administration, 2003 dalam Park, et.al, 2014).
Stigma tidak hanya terjadi pada penderita gangguan jiwa, namun juga pada anggota keluarga yang terkait juga bisa terkena dampaknya. Struktur budaya di lingkungan masyarakat juga turut andil mempengaruhi pembentukan nilai dan norma di dalam keluarga. Keluarga merasakan adanya anggapan negatif labelling dan diskriminasi yang mempengaruhi kehidupan mereka, sehingga menumbuhkan keinginan menarik diri secara fisik dan sosial dan membatasi diri untuk menggunakan kesempatan berbaur dengan lingkungan masyarakat (Napolion, 2010). Keluarga juga menyembunyikan anggota keluarga yang sakit sehingga
terjadi penundaan atau keterlambatan dalam perawatan; dan diskriminasi pelayanan. Hal ini bisa menyebabkan kualitas hidup rendah, depresi dan peningkatan beban emosi keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Agiaminda (2006) menunjukkan hasil bahwa keluarga juga mengalami beban dalam merawat anggota keluarga Yang menderita skizofrenia. Beban yang dirasakan berupa beban finansial dalam biaya perawatan, beban psikologis dalam menghadapi perilaku pasien serta beban sosial terutama dalam menghadapi stigma dari masyarakat tentang anggota keluarganya yang mengalami gangguan iwa (Yosep, 2010;
Leafley, 1989 dalam Park & Park, 2014;'Girma, et al. 2014). |
format |
Conference or Workshop Item PeerReviewed |
author |
AH. Yusuf, NIDN. 0001016716 |
author_facet |
AH. Yusuf, NIDN. 0001016716 |
author_sort |
AH. Yusuf, NIDN. 0001016716 |
title |
Stigma Masyarakat Tentang Gangguan Jiwa |
title_short |
Stigma Masyarakat Tentang Gangguan Jiwa |
title_full |
Stigma Masyarakat Tentang Gangguan Jiwa |
title_fullStr |
Stigma Masyarakat Tentang Gangguan Jiwa |
title_full_unstemmed |
Stigma Masyarakat Tentang Gangguan Jiwa |
title_sort |
stigma masyarakat tentang gangguan jiwa |
publishDate |
2017 |
url |
http://repository.unair.ac.id/85672/1/Stigma%20Masyarakat%20Indonesia%2005022019.pdf http://repository.unair.ac.id/85672/2/48.%20Stigma%20Masyarakat%20Indonesia%20%20%2004302019.pdf http://repository.unair.ac.id/85672/ |
_version_ |
1681152076464259072 |