Penyempurnaan UUPA, Di Antara Dua Pilihan

Tinjauan kritis yang menyeluruh terhadap UUPA dengan kesimpulan perlunya melakukan penyempurnaan UUPA telah dilaksanakan dua tahun yang lalu (tanggal 31 Agustus � 1 September 1999) dalam suatu seminar yang bertajuk "Reformasi Kebijakan di Bidang Pertanahan dan Tinjauan Kritis terhadap UUPA&qu...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Perpustakaan UGM, i-lib
Format: Article NonPeerReviewed
Published: [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada 2001
Subjects:
Online Access:https://repository.ugm.ac.id/19519/
http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=2351
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Gadjah Mada
Description
Summary:Tinjauan kritis yang menyeluruh terhadap UUPA dengan kesimpulan perlunya melakukan penyempurnaan UUPA telah dilaksanakan dua tahun yang lalu (tanggal 31 Agustus � 1 September 1999) dalam suatu seminar yang bertajuk "Reformasi Kebijakan di Bidang Pertanahan dan Tinjauan Kritis terhadap UUPA". Seminar tersebut merupakan rangkaian kegiatan Tim Keppres No. 48 Tahun 1999 yang berakhir pada bulan September 1999 dan menghasilkan "Pokok-pokok Pikiran Reformasi Kebijalcan di Bidang Pertanahan" pada tanggal 14 September 1999. Sesungguhnya, pemikiran tentang perlunya penyempurnaan UUPA telah disuarakan oleh berbagai pihak dalam berbagai kesempatan dengan alasan dan pokok-pokok pikiran yang bervariasi (Sumardjono 1998, Konsorsium Pembaruan Agraria/KPA, 2000). Pada saat ini, Pemerintah, dalam ha! ini BPN, telah menyusun RUU Pertanahan (RUUP) sebagai pengganti UUPA. Dalam kesempatan ini, penulis tidak bermaksud untuk mengkritisi RUUP tersebut, karena memang seminar ini bukanlah forum yang tepat untuk tujuan itu. Namun demikian, senyampang belum terlambat, barangkali perlu dikemukakan alternatifpemikiran penyusunan RUU penyempurnaanUUPA dengan melihat pada pada dua hal, yakni proses pembentukan RUU yang bersangkutan dan rancang bangun (substansi) RUU, yang diharapkan dapat dipertanggungicrwablcan secara filosofis, yuridis dan sosiologis. Dapat dipahami bahwa BPN mempunyai target waktu penyelesaiannya, tetapi kiranya kurang bijaksana apabila demi target waktu, penyiapan RUU secara prosedural maupun substansial berakibat pada resistensi masyarakat yang tidak dapat dipandang dengan sebelah mata. Masyarakat sudah semakin sadar, bahwa dalam era demolcrasi, pembuatan undangundang bukanlah monopoli instansi tertentu, terlebihjika undang-undang itu dipahami sebagai "milik" atau digunakan untuk mengoperasionalkan kepentingan instansi pemrakarsa. Undang-undang dibuat untuk memberikan rasa keadilan dan menciptakan kepastian hukum , sehingga dengan demikian bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian, peran serta masyarakat yang berwujud kritik, saran serta usulan alternatif dalam perancangan setiap undang-undang, merupakan suatu keniscayaan.