KEKERASAN DOMESTIK TERHADAP ISTRI PADA KELUARGA ETNIS JAWA

Tindak kekerasan terhadap perempuan merupakan ancaman terus menerus bagi perempuan dimanapun di dunia. Kondisi ini telah banyak menimbulkan korban yang "tersembunyi" (para istri korban kekerasan domestik dalam rumah tangga), dan juga melahirkan generasi penerus yang melanjutkan tradisi kek...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: , Suparjan
Format: Article NonPeerReviewed
Published: [Yogyakarta] : Lembaga Penelitian 2002
Online Access:https://repository.ugm.ac.id/92340/
http://repository.ugm.ac.id/digitasi/index.php?module=cari_hasil_full&idbuku=124
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Gadjah Mada
id id-ugm-repo.92340
record_format dspace
institution Universitas Gadjah Mada
building UGM Library
country Indonesia
collection Repository Civitas UGM
description Tindak kekerasan terhadap perempuan merupakan ancaman terus menerus bagi perempuan dimanapun di dunia. Kondisi ini telah banyak menimbulkan korban yang "tersembunyi" (para istri korban kekerasan domestik dalam rumah tangga), dan juga melahirkan generasi penerus yang melanjutkan tradisi kekerasan dalam membina keluarga. Meskipun, Indonesia telah merativikasi Konvensi Perempuan melalui UU No. 7/1984 tetapi diskriminasi maupun tindak kekerasan terhadap perempuan tetap berlangsung tanpa ada sanksi yang tegas bagi pelanggarnya. Faktor nilai nilai budaya masyarakat ikut berperan bagi terjadinya tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap wanita. Bertitik tolak dari hal tersebut, maka penelitian tentang bagaimana pengaruh nilai-nilai budaya masyarakat terhadap terjadinya tindak kekerasan suami terhadap istri menjadi sangat menarik untuk dilakukan. Dalam konteks penelitian ini, maka dipilih kasus kekerasan terhadap istri yang terjadi pada keluarga etnis Jawa. Budaya Jawa, dikenal selalu mengusahakan dan mengembangkan perilaku hidup rukun, saling menghormati dan menghindari konflik dalam rangka mempertahankan harmoni. Dari pemyataan ini, menyiratkan bahwa masyarakat yang menganut ideologi harmoni akan terhindar dari kekerasan domestik dalam keluarga. Akan tetapi, dalam realitasnya kekerasan domestik terhadap istri pada masyarakat Jawa masih banyak terjadi. Untuk mengkaji persoalan tersebut, maka penelitian dilakukan dengan metode penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi maupun studi kepustakaan. Adapun inf6rman dalam penelitian ini adalah perempuan Jawa, asli yang sudah kawin dan pernah maupun sedang mengalami kekerasan domestik dari suami, perempuan perempuan yang mengajukan gugat cerai akibat kekerasan domestik yang dialaminya dari suami, dan perempuan yang cerai akibat kekerasan domestik yang dialaminya dari suami. Lokasi penelitian yang dipilih adalah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan alasan daerah ini merupakan centre of excellence dari budaya Jawa. Melalui penelitian ini diharapkan akan diperoleh gambaram mengenai bagaimana persepsi perempuan Jawa terhadap kekerasan domestik, bentuk bentuk kekerasan yang timbul terhadap istri dalam rumah tangga etnis Jawa, dampak tejadinya insiden kekerasan domestik dan upaya yang mereka lakukan untuk keluar dari jerat kekerasan domestik tersebut. Dari hasil penelitian, ternyata dapat diperoleh hasil bahwa konstruksi budaya Jawa memiliki pengaruh yang cukup signifikan bagi terjadinya reproduksi kekerasan domestik terhadap istri. Bagi para istri, kekerasan yang menimpanya merupakan sesuatu hal yang wajar dan dapat ditolerir. Dengan demikian, para istri lebih banyak bersikap diam, nrimo, dan pasrah ketika menerima kekerasan dari suami. Sikap demikian, dipandang istri sebagai wujud bakti dan taat dari istri kepada suami sesuai dengan apa yang digariskan dalam nilai nilai budaya Jawa. Kekerasan yang dilakukan oleh suami pada hakekatnya nanti akan mendapatkan ganjaran yang setimpal dari Sang Pencipta. Selain itu, istri cenderung mengalah kepada suaminya demi pertimbangan keutuhan keluarga dan masa depan anak mereka. Dengan demikian, ideologi familiaslisme dan patriarkhi memang sedemikian kuat menguasai mindset kaum perempuan. Dalam hal bentuk kekerasan domestik yang terjadi, ternyata empat macam bentuk kekerasan dialami oleh para istri, baik itu kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekerasan ekonomi, maupun kekerasan sexual. Kekerasan fisik merupakan bentuk kekerasan yang paling sering dialami oleh informan. Semua informan tersebut mengalami kekerasan setelah berlangsungnya pernikahan diantara mereka. Kekerasan yang telah dilakukan oleh suami telah mengakibatkan dampak baik bagi individu sendiri, nuclear family, maupun extended family. Pada level individu, misalnya kekerasan yang terjadi telah mengakibatkan dampak baik fisik, ekonomi maupun psikologis. Dilihat dari aspek fisik, para istri seringkali mengalami pening, pusing bahkan pendarahan kepala. Kemudian, dilihat dari aspek ekonomi telah menyebabkan istri harus banting tulang untuk menghidupi anak anaknya. Sementara dilihat dari aspek psikologis, kekerasan yang dilakukan oleh suami telah mengakibatkan penderitaan batin bagi para istri. Dampak pada level nuclear family adanya kekerasan domestik telah menyebabkan hubungan antar anggota menjadi tidak harmonis lagi, banyak anak yang kemudian membenci orang tuanya. Sedangkan dari aspek extended family, dampak kekerasan telah menyebabkan hubungan antara orang tua suami maupun istri (besan) menjadi renggang dan tidak harmonis lagi. Konstruksi budaya Jawa ternyata juga mempengaruhi bagaimana upaya yang ditempuh oleh istri untuk keluar dari jerat kekerasan dornestik. Bagi sebagian wanita, pada awalnya langkah yang mereka tempuh cenderung bersikap nrimo dan pasrah, ketika menerima tindak kekerasan. Ia juga cenderung menutupi apa yang terjadinya padanya kepada pihak luar, bahkan kepada anggota keluarga, karena jika hal tersebut dilakukan dianggap akan membuka aib keluarga. Namun, setelah para istri tidak lagi sanggup menahan penderitaan, maka upaya yang ditempuh adalah meminta saran dari orang tua mereka. Cara kekeluargaan, adalah alternatif yang ditempuh oleh para istri dalam upaya keluar dari jerat kekerasan domestik. Ketika cara ini tidak berhasil, maka jalur cerai melalui pengadilan adalah alternatif terakhir yang dilakukan. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ideologi familialisme dan patriarkhi sedemikian kuat menguasai mindset para wanita. Situasi ini berpengaruh bagi terjadinya reproduksi kekerasan. Untuk mengurangi tindak kekerasan dornestik tersebut, maka upaya sosialisasi kesadaran jender memang sangat diperlukan baik pada tataran individu, keluarga maupun masyarakat. Di sisi lain, dari aspek regulasi, UU tentang Kekerasan dornestik merupakan hal. yang sangat urgen untuk segera direalisasikan.
format Article
NonPeerReviewed
author , Suparjan
spellingShingle , Suparjan
KEKERASAN DOMESTIK TERHADAP ISTRI PADA KELUARGA ETNIS JAWA
author_facet , Suparjan
author_sort , Suparjan
title KEKERASAN DOMESTIK TERHADAP ISTRI PADA KELUARGA ETNIS JAWA
title_short KEKERASAN DOMESTIK TERHADAP ISTRI PADA KELUARGA ETNIS JAWA
title_full KEKERASAN DOMESTIK TERHADAP ISTRI PADA KELUARGA ETNIS JAWA
title_fullStr KEKERASAN DOMESTIK TERHADAP ISTRI PADA KELUARGA ETNIS JAWA
title_full_unstemmed KEKERASAN DOMESTIK TERHADAP ISTRI PADA KELUARGA ETNIS JAWA
title_sort kekerasan domestik terhadap istri pada keluarga etnis jawa
publisher [Yogyakarta] : Lembaga Penelitian
publishDate 2002
url https://repository.ugm.ac.id/92340/
http://repository.ugm.ac.id/digitasi/index.php?module=cari_hasil_full&idbuku=124
_version_ 1681229235725795328
spelling id-ugm-repo.923402014-11-28T07:37:20Z https://repository.ugm.ac.id/92340/ KEKERASAN DOMESTIK TERHADAP ISTRI PADA KELUARGA ETNIS JAWA , Suparjan Tindak kekerasan terhadap perempuan merupakan ancaman terus menerus bagi perempuan dimanapun di dunia. Kondisi ini telah banyak menimbulkan korban yang "tersembunyi" (para istri korban kekerasan domestik dalam rumah tangga), dan juga melahirkan generasi penerus yang melanjutkan tradisi kekerasan dalam membina keluarga. Meskipun, Indonesia telah merativikasi Konvensi Perempuan melalui UU No. 7/1984 tetapi diskriminasi maupun tindak kekerasan terhadap perempuan tetap berlangsung tanpa ada sanksi yang tegas bagi pelanggarnya. Faktor nilai nilai budaya masyarakat ikut berperan bagi terjadinya tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap wanita. Bertitik tolak dari hal tersebut, maka penelitian tentang bagaimana pengaruh nilai-nilai budaya masyarakat terhadap terjadinya tindak kekerasan suami terhadap istri menjadi sangat menarik untuk dilakukan. Dalam konteks penelitian ini, maka dipilih kasus kekerasan terhadap istri yang terjadi pada keluarga etnis Jawa. Budaya Jawa, dikenal selalu mengusahakan dan mengembangkan perilaku hidup rukun, saling menghormati dan menghindari konflik dalam rangka mempertahankan harmoni. Dari pemyataan ini, menyiratkan bahwa masyarakat yang menganut ideologi harmoni akan terhindar dari kekerasan domestik dalam keluarga. Akan tetapi, dalam realitasnya kekerasan domestik terhadap istri pada masyarakat Jawa masih banyak terjadi. Untuk mengkaji persoalan tersebut, maka penelitian dilakukan dengan metode penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi maupun studi kepustakaan. Adapun inf6rman dalam penelitian ini adalah perempuan Jawa, asli yang sudah kawin dan pernah maupun sedang mengalami kekerasan domestik dari suami, perempuan perempuan yang mengajukan gugat cerai akibat kekerasan domestik yang dialaminya dari suami, dan perempuan yang cerai akibat kekerasan domestik yang dialaminya dari suami. Lokasi penelitian yang dipilih adalah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan alasan daerah ini merupakan centre of excellence dari budaya Jawa. Melalui penelitian ini diharapkan akan diperoleh gambaram mengenai bagaimana persepsi perempuan Jawa terhadap kekerasan domestik, bentuk bentuk kekerasan yang timbul terhadap istri dalam rumah tangga etnis Jawa, dampak tejadinya insiden kekerasan domestik dan upaya yang mereka lakukan untuk keluar dari jerat kekerasan domestik tersebut. Dari hasil penelitian, ternyata dapat diperoleh hasil bahwa konstruksi budaya Jawa memiliki pengaruh yang cukup signifikan bagi terjadinya reproduksi kekerasan domestik terhadap istri. Bagi para istri, kekerasan yang menimpanya merupakan sesuatu hal yang wajar dan dapat ditolerir. Dengan demikian, para istri lebih banyak bersikap diam, nrimo, dan pasrah ketika menerima kekerasan dari suami. Sikap demikian, dipandang istri sebagai wujud bakti dan taat dari istri kepada suami sesuai dengan apa yang digariskan dalam nilai nilai budaya Jawa. Kekerasan yang dilakukan oleh suami pada hakekatnya nanti akan mendapatkan ganjaran yang setimpal dari Sang Pencipta. Selain itu, istri cenderung mengalah kepada suaminya demi pertimbangan keutuhan keluarga dan masa depan anak mereka. Dengan demikian, ideologi familiaslisme dan patriarkhi memang sedemikian kuat menguasai mindset kaum perempuan. Dalam hal bentuk kekerasan domestik yang terjadi, ternyata empat macam bentuk kekerasan dialami oleh para istri, baik itu kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekerasan ekonomi, maupun kekerasan sexual. Kekerasan fisik merupakan bentuk kekerasan yang paling sering dialami oleh informan. Semua informan tersebut mengalami kekerasan setelah berlangsungnya pernikahan diantara mereka. Kekerasan yang telah dilakukan oleh suami telah mengakibatkan dampak baik bagi individu sendiri, nuclear family, maupun extended family. Pada level individu, misalnya kekerasan yang terjadi telah mengakibatkan dampak baik fisik, ekonomi maupun psikologis. Dilihat dari aspek fisik, para istri seringkali mengalami pening, pusing bahkan pendarahan kepala. Kemudian, dilihat dari aspek ekonomi telah menyebabkan istri harus banting tulang untuk menghidupi anak anaknya. Sementara dilihat dari aspek psikologis, kekerasan yang dilakukan oleh suami telah mengakibatkan penderitaan batin bagi para istri. Dampak pada level nuclear family adanya kekerasan domestik telah menyebabkan hubungan antar anggota menjadi tidak harmonis lagi, banyak anak yang kemudian membenci orang tuanya. Sedangkan dari aspek extended family, dampak kekerasan telah menyebabkan hubungan antara orang tua suami maupun istri (besan) menjadi renggang dan tidak harmonis lagi. Konstruksi budaya Jawa ternyata juga mempengaruhi bagaimana upaya yang ditempuh oleh istri untuk keluar dari jerat kekerasan dornestik. Bagi sebagian wanita, pada awalnya langkah yang mereka tempuh cenderung bersikap nrimo dan pasrah, ketika menerima tindak kekerasan. Ia juga cenderung menutupi apa yang terjadinya padanya kepada pihak luar, bahkan kepada anggota keluarga, karena jika hal tersebut dilakukan dianggap akan membuka aib keluarga. Namun, setelah para istri tidak lagi sanggup menahan penderitaan, maka upaya yang ditempuh adalah meminta saran dari orang tua mereka. Cara kekeluargaan, adalah alternatif yang ditempuh oleh para istri dalam upaya keluar dari jerat kekerasan domestik. Ketika cara ini tidak berhasil, maka jalur cerai melalui pengadilan adalah alternatif terakhir yang dilakukan. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ideologi familialisme dan patriarkhi sedemikian kuat menguasai mindset para wanita. Situasi ini berpengaruh bagi terjadinya reproduksi kekerasan. Untuk mengurangi tindak kekerasan dornestik tersebut, maka upaya sosialisasi kesadaran jender memang sangat diperlukan baik pada tataran individu, keluarga maupun masyarakat. Di sisi lain, dari aspek regulasi, UU tentang Kekerasan dornestik merupakan hal. yang sangat urgen untuk segera direalisasikan. [Yogyakarta] : Lembaga Penelitian 2002 Article NonPeerReviewed , Suparjan (2002) KEKERASAN DOMESTIK TERHADAP ISTRI PADA KELUARGA ETNIS JAWA. text. http://repository.ugm.ac.id/digitasi/index.php?module=cari_hasil_full&idbuku=124