PLURALISME DAN TOLERANSI DALAM MASYARAKAT INDONESIA: STUDI KASUS DI DESA JOMBATAN KABUPATEN JOMBANG, JAWA TIMUR

Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian mengenai pluralisme dan toleransi sosial yang sudah dilakukan dalam tahun pertama. Penelitian ini menegaskan bahwa toleransi sosial merupakan kebutuhan individu atau kelompok dalam menata kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini, pengertian toleransi...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: , Bambang Hudayana
Format: Article NonPeerReviewed
Published: [Yogyakarta] : Lembaga Penelitian 2002
Online Access:https://repository.ugm.ac.id/92427/
http://repository.ugm.ac.id/digitasi/index.php?module=cari_hasil_full&idbuku=215
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Gadjah Mada
id id-ugm-repo.92427
record_format dspace
institution Universitas Gadjah Mada
building UGM Library
country Indonesia
collection Repository Civitas UGM
description Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian mengenai pluralisme dan toleransi sosial yang sudah dilakukan dalam tahun pertama. Penelitian ini menegaskan bahwa toleransi sosial merupakan kebutuhan individu atau kelompok dalam menata kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini, pengertian toleransi mengacu pada gagasan dan komitmen individu atau kelompok yang mendorong sikap dan perilaku mereka dalam mewujudkan kehidupan bersama secara harmonis dan rukun. Toleransi sosial dilandasi oleh nilai-nilai sosio kultural yang dipegang dan disepakati individu atau kelompok di dalam menanggapi perbedaan dan pluralitas sosial. Penelitian ini mengkaji pola-pola umum toleransi sosial yang ditunjukkan oleh sikap dan perilaku individu atau kelompok di dalam rona pergaulan mereka di keluarga dan kerabat, lingkungan tempat tinggal serta tempat kerja mereka. Berkaitan pola-pola umum toleransi sosial itu, penelitian ini menganalisis pelembagaannya dalam masyarakat dan latar belakang sosial yang mempengaruhi terbentuknya pelembagaan toleransi sosial tersebut. Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di desa Jombatan, Kabupaten Jombang, Jawa Timur yang memiliki citra sebagai Kota Santri untuk lokasi penelitiannya. Berbeda dengan penelitian tahun pertama, penelitian ini memfokuskan kajian pada komunitas yang relatif homogen latar belakang sosialnya. Homogenitas itu dipandang dari citra dominan yang muncul di dalam komunitas tersebut. Pendekatan dilakukan dengan memadukan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk pengumpulan dan analisis data mengenai pola-pola umum toleransi sebagai realitas subyektif pada aras individu, sedangkan metode kualitatif merujuk pada analisis dalam aras kolektif. Penelitian ini menemukan bahwa di dalam komunitas yang memiliki citra homogen, warganya sangat toleran terhadap variasi sosial dan pluralitas yang berkembang di dalam kehidupan sosialnya. Dalam hal ini, citra homogenitas tersebut mengacu pada menonjolnya bentuk-bentuk aktivitas dan kelembagaan sosial yang dominan dalam komunitas tersebut sehingga homogen tidaklah berarti keseragaman, melainkan kesan umum yang tampak menjadi karakteristik sosialnya. Berkenaan dengan pengertian tersebut, penelitian ini menegaskan bahwa citra komunitas yang homogen itu juga memiliki variasi dan segmentasi sosial yang majemuk sebagai konsekuensi pertumbuhan kota. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dalam komunitas ini, orang bisa menerima perbedaan dan pluralitas masyarakatnya sekali pun mereka berasal dari kelompok-kelompok yang dominan. Di dalam keluarga dan lingkungan kerabat, sikap toleran tersebut ditunjukkan dengan penerimaan terhadap anggotanya melalui perkawinan. Orang bisa menerima anggota keluarganya yang kawin dengan suku atau dari kelompok etnis lain. Orang yang beragama lain masih bisa diterima melalui perkawinan campur, walaupun kalau bisa dicegah atau dihindarkan. Akan tetapi, mereka cenderung keberatan dengan kepindahan anggotanya menjadi pemeluk agama lain. Dalam konteks ini, tampaknya persoalan lebih disebabkan pada gagasan tentang keluarga yang tunggal dan usaha menjaga reputasi orang tua serta kerabat dalam hal mendidik anggotanya untuk patuh. Namun demikian, perbedaan afiliasi anggota keluarga terhadap partai politik bisa dimaklumi. Di dalam lingkungan tempat tinggal, perbedaan dan multikulturalisme diterima warga masyarakatnya dalam hubungan ketetanggaan. Mereka menunjukkan kepedulian dan bahkan rasa kesetiakawanan sebagai warga kampung satu dengan yang lainnya. Partisipasi sebagai warga tampak cukup tinggi dalam merembug kepentingan bersama di wilayahnya atau memecahkan persoalan-persoalan di sekitarnya, seperti kebersihan lingkungan, keamanan dan bahkan kesejahteraan sosial dengan menyantuni tetangga yang kurang beruntung secara ekonomis. Di dalam komunitas kampung, partisipasi warga terhadap aktivitas tampaknya tinggi pada tingkat RT dan semakin berkurang pada tingkat di atasnya, yaitu RW dan Kelurahan. Hal ini dimungkinkan oleh pergaulan yang lebih intensif di RT ketimbang pada tingkat RW dan Kelurahan yang lebih merupakan kepanjangan tangan birokrasi negara. Sementara itu, di lingkungan pekerjaan yang lebih plural latar belakang sosio kulturalnya, orang bisa bersikap toleran dengan keanekaragaman tersebut. Hal ini berkaitan dengan hubungan fungsional yang terjalin di sektor pekerjaan karena suasana kondusif dalam bekerja menjadi kepentingan bersama. Hal-hal yang cenderung dihindarkan di lingkungan pekerjaan secara umum menyangkut intervensi terlalu dalam terhadap persoalan yang dianggap sensitif dalam hubungan tersebut. Sikap dan perilaku toleran tersebut misalnya orang cenderung ikut berpartisipasi dalam pembangunan fasilitas agama lain, tetapi tidak ikut terlibat secara aktif kegiatan agama bersangkutan meski terbuka kemungkinan menghadirinya. Sekalipun demikian, batas-batas toleransi terjadi berkenaan dengan masalah ideologi dan kepercayaan. Orang cenderung membatasi keterlibatan orang lain dalam kehidupan pribadinya atau di dalam memperbincangkan agama, kepercayaan atau afliasi politiknya. Dalam hal ini, persoalan yang berkaitan dengan keluarga cenderung diselesaikan secara internal dalam keluarga dan kerabatnya. Lebih dari itu, orang bisa menerima bahkan secara leluasa bebas mengutarakan persoalan-persoalan sosial lainnya, seperti hubungan ketetanggaan, pekerjaan, kegemaran dan hoby.
format Article
NonPeerReviewed
author , Bambang Hudayana
spellingShingle , Bambang Hudayana
PLURALISME DAN TOLERANSI DALAM MASYARAKAT INDONESIA: STUDI KASUS DI DESA JOMBATAN KABUPATEN JOMBANG, JAWA TIMUR
author_facet , Bambang Hudayana
author_sort , Bambang Hudayana
title PLURALISME DAN TOLERANSI DALAM MASYARAKAT INDONESIA: STUDI KASUS DI DESA JOMBATAN KABUPATEN JOMBANG, JAWA TIMUR
title_short PLURALISME DAN TOLERANSI DALAM MASYARAKAT INDONESIA: STUDI KASUS DI DESA JOMBATAN KABUPATEN JOMBANG, JAWA TIMUR
title_full PLURALISME DAN TOLERANSI DALAM MASYARAKAT INDONESIA: STUDI KASUS DI DESA JOMBATAN KABUPATEN JOMBANG, JAWA TIMUR
title_fullStr PLURALISME DAN TOLERANSI DALAM MASYARAKAT INDONESIA: STUDI KASUS DI DESA JOMBATAN KABUPATEN JOMBANG, JAWA TIMUR
title_full_unstemmed PLURALISME DAN TOLERANSI DALAM MASYARAKAT INDONESIA: STUDI KASUS DI DESA JOMBATAN KABUPATEN JOMBANG, JAWA TIMUR
title_sort pluralisme dan toleransi dalam masyarakat indonesia: studi kasus di desa jombatan kabupaten jombang, jawa timur
publisher [Yogyakarta] : Lembaga Penelitian
publishDate 2002
url https://repository.ugm.ac.id/92427/
http://repository.ugm.ac.id/digitasi/index.php?module=cari_hasil_full&idbuku=215
_version_ 1681229252268130304
spelling id-ugm-repo.924272014-11-28T07:37:12Z https://repository.ugm.ac.id/92427/ PLURALISME DAN TOLERANSI DALAM MASYARAKAT INDONESIA: STUDI KASUS DI DESA JOMBATAN KABUPATEN JOMBANG, JAWA TIMUR , Bambang Hudayana Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian mengenai pluralisme dan toleransi sosial yang sudah dilakukan dalam tahun pertama. Penelitian ini menegaskan bahwa toleransi sosial merupakan kebutuhan individu atau kelompok dalam menata kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini, pengertian toleransi mengacu pada gagasan dan komitmen individu atau kelompok yang mendorong sikap dan perilaku mereka dalam mewujudkan kehidupan bersama secara harmonis dan rukun. Toleransi sosial dilandasi oleh nilai-nilai sosio kultural yang dipegang dan disepakati individu atau kelompok di dalam menanggapi perbedaan dan pluralitas sosial. Penelitian ini mengkaji pola-pola umum toleransi sosial yang ditunjukkan oleh sikap dan perilaku individu atau kelompok di dalam rona pergaulan mereka di keluarga dan kerabat, lingkungan tempat tinggal serta tempat kerja mereka. Berkaitan pola-pola umum toleransi sosial itu, penelitian ini menganalisis pelembagaannya dalam masyarakat dan latar belakang sosial yang mempengaruhi terbentuknya pelembagaan toleransi sosial tersebut. Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di desa Jombatan, Kabupaten Jombang, Jawa Timur yang memiliki citra sebagai Kota Santri untuk lokasi penelitiannya. Berbeda dengan penelitian tahun pertama, penelitian ini memfokuskan kajian pada komunitas yang relatif homogen latar belakang sosialnya. Homogenitas itu dipandang dari citra dominan yang muncul di dalam komunitas tersebut. Pendekatan dilakukan dengan memadukan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk pengumpulan dan analisis data mengenai pola-pola umum toleransi sebagai realitas subyektif pada aras individu, sedangkan metode kualitatif merujuk pada analisis dalam aras kolektif. Penelitian ini menemukan bahwa di dalam komunitas yang memiliki citra homogen, warganya sangat toleran terhadap variasi sosial dan pluralitas yang berkembang di dalam kehidupan sosialnya. Dalam hal ini, citra homogenitas tersebut mengacu pada menonjolnya bentuk-bentuk aktivitas dan kelembagaan sosial yang dominan dalam komunitas tersebut sehingga homogen tidaklah berarti keseragaman, melainkan kesan umum yang tampak menjadi karakteristik sosialnya. Berkenaan dengan pengertian tersebut, penelitian ini menegaskan bahwa citra komunitas yang homogen itu juga memiliki variasi dan segmentasi sosial yang majemuk sebagai konsekuensi pertumbuhan kota. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dalam komunitas ini, orang bisa menerima perbedaan dan pluralitas masyarakatnya sekali pun mereka berasal dari kelompok-kelompok yang dominan. Di dalam keluarga dan lingkungan kerabat, sikap toleran tersebut ditunjukkan dengan penerimaan terhadap anggotanya melalui perkawinan. Orang bisa menerima anggota keluarganya yang kawin dengan suku atau dari kelompok etnis lain. Orang yang beragama lain masih bisa diterima melalui perkawinan campur, walaupun kalau bisa dicegah atau dihindarkan. Akan tetapi, mereka cenderung keberatan dengan kepindahan anggotanya menjadi pemeluk agama lain. Dalam konteks ini, tampaknya persoalan lebih disebabkan pada gagasan tentang keluarga yang tunggal dan usaha menjaga reputasi orang tua serta kerabat dalam hal mendidik anggotanya untuk patuh. Namun demikian, perbedaan afiliasi anggota keluarga terhadap partai politik bisa dimaklumi. Di dalam lingkungan tempat tinggal, perbedaan dan multikulturalisme diterima warga masyarakatnya dalam hubungan ketetanggaan. Mereka menunjukkan kepedulian dan bahkan rasa kesetiakawanan sebagai warga kampung satu dengan yang lainnya. Partisipasi sebagai warga tampak cukup tinggi dalam merembug kepentingan bersama di wilayahnya atau memecahkan persoalan-persoalan di sekitarnya, seperti kebersihan lingkungan, keamanan dan bahkan kesejahteraan sosial dengan menyantuni tetangga yang kurang beruntung secara ekonomis. Di dalam komunitas kampung, partisipasi warga terhadap aktivitas tampaknya tinggi pada tingkat RT dan semakin berkurang pada tingkat di atasnya, yaitu RW dan Kelurahan. Hal ini dimungkinkan oleh pergaulan yang lebih intensif di RT ketimbang pada tingkat RW dan Kelurahan yang lebih merupakan kepanjangan tangan birokrasi negara. Sementara itu, di lingkungan pekerjaan yang lebih plural latar belakang sosio kulturalnya, orang bisa bersikap toleran dengan keanekaragaman tersebut. Hal ini berkaitan dengan hubungan fungsional yang terjalin di sektor pekerjaan karena suasana kondusif dalam bekerja menjadi kepentingan bersama. Hal-hal yang cenderung dihindarkan di lingkungan pekerjaan secara umum menyangkut intervensi terlalu dalam terhadap persoalan yang dianggap sensitif dalam hubungan tersebut. Sikap dan perilaku toleran tersebut misalnya orang cenderung ikut berpartisipasi dalam pembangunan fasilitas agama lain, tetapi tidak ikut terlibat secara aktif kegiatan agama bersangkutan meski terbuka kemungkinan menghadirinya. Sekalipun demikian, batas-batas toleransi terjadi berkenaan dengan masalah ideologi dan kepercayaan. Orang cenderung membatasi keterlibatan orang lain dalam kehidupan pribadinya atau di dalam memperbincangkan agama, kepercayaan atau afliasi politiknya. Dalam hal ini, persoalan yang berkaitan dengan keluarga cenderung diselesaikan secara internal dalam keluarga dan kerabatnya. Lebih dari itu, orang bisa menerima bahkan secara leluasa bebas mengutarakan persoalan-persoalan sosial lainnya, seperti hubungan ketetanggaan, pekerjaan, kegemaran dan hoby. [Yogyakarta] : Lembaga Penelitian 2002 Article NonPeerReviewed , Bambang Hudayana (2002) PLURALISME DAN TOLERANSI DALAM MASYARAKAT INDONESIA: STUDI KASUS DI DESA JOMBATAN KABUPATEN JOMBANG, JAWA TIMUR. text. http://repository.ugm.ac.id/digitasi/index.php?module=cari_hasil_full&idbuku=215