Lesson learned of Rohingya persecution in Myanmar for sustainable development and policy transformation in Malaysia
Makalah ini membahas tentang pelajaran penting dari orang-orang Rohingya yang dianiaya di Myanmar. Rezim Myanmar tidak mengakui keberadaan orang-orang Rohingya sebagai warga negara, karena mereka dianggap sebagai orang Bengali yang berasal dari Bangladesh. Masalah penolaka...
Saved in:
Main Authors: | , , |
---|---|
Format: | Article |
Language: | English |
Published: |
2020
|
Subjects: | |
Online Access: | http://eprints.unisza.edu.my/7124/1/FH02-FUHA-20-42072.pdf http://eprints.unisza.edu.my/7124/ https://doi.org/10.22487/jpag.v2i 2.108 |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Institution: | Universiti Sultan Zainal Abidin |
Language: | English |
Summary: | Makalah ini membahas tentang pelajaran penting dari orang-orang Rohingya yang
dianiaya di Myanmar. Rezim Myanmar tidak mengakui keberadaan orang-orang
Rohingya sebagai warga negara, karena mereka dianggap sebagai orang Bengali
yang berasal dari Bangladesh. Masalah penolakan kewarganegaraan telah
menyebabkan orang-orang Rohingya tinggal di limbo. Tidak seperti etnis lain di
Myanmar, mereka ditolak haknya sebagai warga negara yang berdaulat. Situasi
menjadi lebih buruk ketika warga setempat lainnya, karena alasan etnis dan agama,
bergabung dengan rezim dalam melanggar dan menyalahgunakan hak-hak orang
Rohingya. Oleh karena itu, orang-orang Rohingya dibiarkan sebagai individu tanpa
kewarganegaraan di negara mereka sendiri dan dipaksa menjadi pengungsi untuk
mencari kehidupan yang lebih baik. Kasus orang-orang Rohingya di Myanmar bisa
menjadi pelajaran bagi warga Malaysia yang tinggal di negara multiras ini.
Pemerintah dan rakyat Malaysia harus sadar bahwa kebijakan yang tidak adil dan
kekerasan fisik dapat meningkatkan intensitas konflik dan menyebabkan implikasi
buruk dalam hal perdamaian dan harmoni di negara ini. Oleh karena itu, beberapa
prakarsa proses perdamaian yang memungkinkan dari pembangunan
berkelanjutan harus diperkenalkan untuk mengubah kebijakan tertentu dan
semakin memperkuat hubungan etnis di Malaysia untuk memastikan semua orang
hidup bersama dalam kedamaian dan keharmonisan.
This paper examines about the lesson learned of persecuted Rohingya people in
Myanmar. The Myanmar regime does not recognize the Rohingyas as their people
and accused them as Bengalis from Bangladesh. The issue of denied citizenship has
caused the Rohingya people to live in limbo. Unlike other ethnics in Myanmar, they
are denied the rights as sovereign citizens. The situation becomes worse when the
other local citizens, for the reason of ethnic and religion matters, join forces with
the regime in violating and abusing the Rohingyas. Therefore, the Rohingyas are
left as stateless people in their own country and are forced to become refugees to
seek a better life. The case of the Rohingya people in Myanmar can be a lesson
learned for Malaysians who are living in a multi-society country. The government
and the people have to be aware that unfair policy and physical violence could
increase the intensity of conflict and cause bad implication in terms of peace and
harmony in the country. Hence, several possible peace process initiatives of
sustainable development must be introduced to transform the certain policy and
further strengthen the ethnic relation in Malaysia to ensure everyone lives together
in peace and harmony. |
---|