Perspektif historiografi tras-nasional sebagai upaya membangun kesepahaman negeri-negeri serantau di Asia Tenggara
Sejarah adalah kompleksitas peristiwa yang dibangun tidak oleh satu faktor saja, melainkan berbagai macam sebab yang dimaknai secara beragam oleh pelaku, saksi, atau generasi sesudahnya, maka bagaimanakah sejarah yang sebagaimana adanya menurut Ranke dapat dituliskan jika “sebagaimana adanya” itu...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Conference or Workshop Item |
Language: | English |
Published: |
2014
|
Subjects: | |
Online Access: | http://repo.uum.edu.my/14562/1/5.pdf http://repo.uum.edu.my/14562/ http://www.iaha2014.uum.edu.my/ |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Institution: | Universiti Utara Malaysia |
Language: | English |
Summary: | Sejarah adalah kompleksitas peristiwa yang dibangun tidak oleh satu faktor saja, melainkan berbagai macam sebab yang dimaknai secara beragam oleh pelaku, saksi, atau generasi sesudahnya, maka
bagaimanakah sejarah yang sebagaimana adanya menurut Ranke dapat dituliskan jika “sebagaimana
adanya” itu sendiri tiada otoritas yang jadi patokan, sebagaimana Munslow (2001) katakan, “is history what happened or what the historians tell us happened?” Adanya ruang perspektif subjektif yang begitu besar antara fakta sejarah dengan sejarahwan akan memperlihatkan kontradiksi yang jelas dan sangat membingungkan bagi masyarakat awam.Sejarah hanya menjadi versi-versi tafsiran peristiwa dan kehilangan otoritasnya sebagai media eksplanasi identitas individu maupun kolektif. Sebagai “otoritas resmi”, negara sering mengambil peran, sehingga memasuki abad ke-21 orientasi nasional sebagai bingkai sejarah menjadi umum – suatu historiografi nasion-sentris.Sejarah Asia Tenggara, masih umum dikenal sebagai Rantau Melayu, memasuki lima ratus tahun terakhir
menjadi semakin kompleks. Era pasca-kolonialisme membuat wilayah ini terkotak-kotak menjadi negarakebangsaan yang bisa dibilang spontan dan kompromistis.Rantau Melayu itu – jajaran Kepulauan Nusa Antara – terbagi menjadi negara-negara bangsa serumpun; Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam,
Singapura, dan Filiphina Selatan membuat penulisan sejarah pun menjadi bersifat nasionalistis;
Indonesia punya Sejarah Nasional Indonesia, begitupun Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Filiphina Selatan memiliki versi sejarah nasion-nya sendiri dalam lingkup negara-bangsa modern.Historiografi dengan bingkai kebangsaan diawali dengan pemihakan, bagaimana kita menjelaskan etnisitas, migrasi, konflik perbatasan, sengketa politik, hubungan dua negara, dan sebagainya melalui konteks “kebenaran (negara) kami”.Sejarah seharusnya menjadi media rujukan bersama manakala membangun hubungan antar negara, sebab pemihakan berarti hilangnya keseimbangan objektif dan tumbuhnya prasangka. Dalam konteks Asia Tenggara, diperlukan kesadaran para sejarahwan untuk bertemu dan menyusun satu historiografi bersama yang bersifat trans-nasional, suatu Tarikh Negerinegeri Serantau. |
---|