FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN SEROPREVALENSI TOKSOPLASMOSIS PADA WANITA USIA SUBUR DI KECAMATAN BANJARMASIN BARAT KOTA BANJARMASIN

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, suatu protozoa intraselular. Kucing merupakan hospes definitif parasit ini dan hewan berdarah panas termasuk manusia adalah hospes perantara. Infeksi toksoplasma dapat terjadi akibat tertelannya ookista infektif yang dikeluarkan...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: ISTIANA, 090415456/M
Format: Theses and Dissertations NonPeerReviewed
Language:Indonesian
Indonesian
Published: 2006
Subjects:
Online Access:http://repository.unair.ac.id/36274/1/gdlhub-gdl-s2-2007-istiana-3648-tkt02_0-k.pdf
http://repository.unair.ac.id/36274/13/gdlhub-gdl-s2-2007-istiana-3648-tkt02_0-u.pdf
http://repository.unair.ac.id/36274/
http://lib.unair.ac.id
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: Indonesian
Indonesian
id id-langga.36274
record_format dspace
institution Universitas Airlangga
building Universitas Airlangga Library
country Indonesia
collection UNAIR Repository
language Indonesian
Indonesian
topic R Medicine
RC109-216 Infectious and parasitic diseases
spellingShingle R Medicine
RC109-216 Infectious and parasitic diseases
ISTIANA, 090415456/M
FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN SEROPREVALENSI TOKSOPLASMOSIS PADA WANITA USIA SUBUR DI KECAMATAN BANJARMASIN BARAT KOTA BANJARMASIN
description Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, suatu protozoa intraselular. Kucing merupakan hospes definitif parasit ini dan hewan berdarah panas termasuk manusia adalah hospes perantara. Infeksi toksoplasma dapat terjadi akibat tertelannya ookista infektif yang dikeluarkan oleh kucing dan tertelannya kista jaringan yang terdapat pada daging mentah atau setengah matang. Infeksi ini juga dapat terjadi melalui transfusi darah, transpiantasi organ dan secara vertikal dari ibu ke janinnya melalui plasenta. Penderita toksoplasmosis dengan sistem imun baik biasanya tidak menunjukkan gejala klinis atau asimptomatik, tetapi infeksi yang didapat selama kehamilan atau 8 minggu sebelum pembuahan dapat menyebabkan aborsi, janin lahir mari dan kelainan kongenital pada bayi. Diagnosis toksoplasmosis biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan serologis yaitu dengan menemukan antibodi dalam serum . Tingginya prevalensi pada manusia tergantung pada perbedaan faktor lingkungan seperti geografi, iklim, ketinggian dan lingkungan pedesaan atau perkotaan dan faktor perilaku yang memudahkan penularan T.gondii seperti kontak kucing, kontak tanah, mencuci tangan tanpa sabun, kebiasaan mencuci sayur atau buah, merebus air minum, cara menyimpan makanan matang dan kebiasaan makan makanan mentah atau setengah matang. Faktor tersebut berbeda pada daerah dan budaya yang berbeda, oleh karena itu penting untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan seroprevalensi toksoplasmosis di Banjarmasin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi seropositif antibodi IgG anti Toxoplasma dan menganalisis hubungan faktor risiko (umur dan perilaku yang berhubungan dengan penularan toksoplasmosis) dengan seroprevalensi toksoplasmosis pads WUS di Kecamatan Banjarmasin Barat Kota Banjarmasin. Rancangan penelitian adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional terhadap 125 WUS yang dipilih secara acak selama bulan Maret sampai April 2006. Pengumpulan data dilakukan dengan kunjungan rumah untuk pengambilan sampel darah dan melakukan wawancara. Sampel darah selanjutnya diproses di laboratorium untuk digunakan dalam pemeriksaan antibodi IgG anti Toxoplasma dengan uji lateks aglutinasi. Analisis data menggunakan regresi logistik pada tingkat signifikansi alfa 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seroprevalensi toksoplasmosis pada WUS di kecamatan Banjannasin Barat adalah 63,2%. Tidak terdapat berhubungan bermakna antara umur dengan seroprevalensi toksoplasmosis (p=0,253), meskipun secara deskriptif terdapat peningkatan prevalensi seiring dengan peningkatan usia. Perilaku WUS memiliki hubungan yang bermakna dengan seroprevalensi toksoplasmosis pada tingkat signifikansi 0,001 dan Odds Ratio sebesar 38,000 pada WUS dengan perilaku kurang (skor perilaku < 50%) dan 11,226 pada WUS yang memiliki perilaku cukup (skor perilaku 50%-<75%) dibandingkan WUS yang berperilaku baik (skor perilaku >75%). Responden dengan perilaku kurang berpeluang 86% menunjukkan seropositif antibodi IgG anti Toxoplasma, sedangkan responden yang berperilaku cukup berpeluang sebesar 65%. Tindakan yang berhubungan dengan tingginya seroprevalensi toksoplasmosis di daerah ini adalah kontak kucing, kontak tanah dan mencuci tangan tanpa sabun. Dengan tingginya prevalensi toksoplasmosis di kecamatan Banjannasin Barat maka perlu kerjasama antara dinas kesehatan dengan instansi lain yang terkait untuk melakukan tindakan preventif dengan penyuluhan dalam mencegah infeksi Toxoplasma. Translation: The objective of this study is to determine the seropositive rate of IgG antibodies against Toxoplasma gondii among women at childbearing age in West Banjarmasin district and to analyze risk factors (age and behaviour which related to mode of transmission of Tgondii) which have correlation with the seropositive rate of toxoplasmosis. Cross sectional study carried out on 125 women at childbearing age were systematic randomly selected during March — April 2006. Data were obtained by home visit to take blood sample and interview. Latex agglutination test was used to identify immunity to Tgondii. Data analysis used regression logistic with level of significance of 0.05. The result showed that seroprevalence of toxoplasmosis in women at childbearing age was 63.2%. No significant relationship was found between age and seroprevalence of toxoplasmosis (p=0.253) although descriptively the prevalence increased with age. Behaviour have significant correlation with seroprevalence of toxoplasmosis with significance rate of 0.001 and odds ratio of 38.000 in women who have low score of behaviour (< 50%) and 11.226 in women who have moderate score of behaviour (50% - <75%) compared to good behaviour women (score of behaviour of >75%). The probability of getting seropositive rate in women with low percentage of behaviour was 86% and in women with moderate percentage of behaviour was 65%. The practice which have correlation with the high seroprevalence of toxoplasmosis in this study were contact with cat, contact with soil and hand washing. With the high seroprevalence of toxoplasmosis in West Banjarmasin district, it needs to cooperate between health of institution with the others of institution to do preventive program with health promotion in avoiding Toxoplasma infection.
format Theses and Dissertations
NonPeerReviewed
author ISTIANA, 090415456/M
author_facet ISTIANA, 090415456/M
author_sort ISTIANA, 090415456/M
title FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN SEROPREVALENSI TOKSOPLASMOSIS PADA WANITA USIA SUBUR DI KECAMATAN BANJARMASIN BARAT KOTA BANJARMASIN
title_short FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN SEROPREVALENSI TOKSOPLASMOSIS PADA WANITA USIA SUBUR DI KECAMATAN BANJARMASIN BARAT KOTA BANJARMASIN
title_full FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN SEROPREVALENSI TOKSOPLASMOSIS PADA WANITA USIA SUBUR DI KECAMATAN BANJARMASIN BARAT KOTA BANJARMASIN
title_fullStr FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN SEROPREVALENSI TOKSOPLASMOSIS PADA WANITA USIA SUBUR DI KECAMATAN BANJARMASIN BARAT KOTA BANJARMASIN
title_full_unstemmed FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN SEROPREVALENSI TOKSOPLASMOSIS PADA WANITA USIA SUBUR DI KECAMATAN BANJARMASIN BARAT KOTA BANJARMASIN
title_sort faktor risiko yang berhubungan dengan seroprevalensi toksoplasmosis pada wanita usia subur di kecamatan banjarmasin barat kota banjarmasin
publishDate 2006
url http://repository.unair.ac.id/36274/1/gdlhub-gdl-s2-2007-istiana-3648-tkt02_0-k.pdf
http://repository.unair.ac.id/36274/13/gdlhub-gdl-s2-2007-istiana-3648-tkt02_0-u.pdf
http://repository.unair.ac.id/36274/
http://lib.unair.ac.id
_version_ 1681144123318337536
spelling id-langga.362742017-06-07T18:22:45Z http://repository.unair.ac.id/36274/ FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN SEROPREVALENSI TOKSOPLASMOSIS PADA WANITA USIA SUBUR DI KECAMATAN BANJARMASIN BARAT KOTA BANJARMASIN ISTIANA, 090415456/M R Medicine RC109-216 Infectious and parasitic diseases Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, suatu protozoa intraselular. Kucing merupakan hospes definitif parasit ini dan hewan berdarah panas termasuk manusia adalah hospes perantara. Infeksi toksoplasma dapat terjadi akibat tertelannya ookista infektif yang dikeluarkan oleh kucing dan tertelannya kista jaringan yang terdapat pada daging mentah atau setengah matang. Infeksi ini juga dapat terjadi melalui transfusi darah, transpiantasi organ dan secara vertikal dari ibu ke janinnya melalui plasenta. Penderita toksoplasmosis dengan sistem imun baik biasanya tidak menunjukkan gejala klinis atau asimptomatik, tetapi infeksi yang didapat selama kehamilan atau 8 minggu sebelum pembuahan dapat menyebabkan aborsi, janin lahir mari dan kelainan kongenital pada bayi. Diagnosis toksoplasmosis biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan serologis yaitu dengan menemukan antibodi dalam serum . Tingginya prevalensi pada manusia tergantung pada perbedaan faktor lingkungan seperti geografi, iklim, ketinggian dan lingkungan pedesaan atau perkotaan dan faktor perilaku yang memudahkan penularan T.gondii seperti kontak kucing, kontak tanah, mencuci tangan tanpa sabun, kebiasaan mencuci sayur atau buah, merebus air minum, cara menyimpan makanan matang dan kebiasaan makan makanan mentah atau setengah matang. Faktor tersebut berbeda pada daerah dan budaya yang berbeda, oleh karena itu penting untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan seroprevalensi toksoplasmosis di Banjarmasin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi seropositif antibodi IgG anti Toxoplasma dan menganalisis hubungan faktor risiko (umur dan perilaku yang berhubungan dengan penularan toksoplasmosis) dengan seroprevalensi toksoplasmosis pads WUS di Kecamatan Banjarmasin Barat Kota Banjarmasin. Rancangan penelitian adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional terhadap 125 WUS yang dipilih secara acak selama bulan Maret sampai April 2006. Pengumpulan data dilakukan dengan kunjungan rumah untuk pengambilan sampel darah dan melakukan wawancara. Sampel darah selanjutnya diproses di laboratorium untuk digunakan dalam pemeriksaan antibodi IgG anti Toxoplasma dengan uji lateks aglutinasi. Analisis data menggunakan regresi logistik pada tingkat signifikansi alfa 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seroprevalensi toksoplasmosis pada WUS di kecamatan Banjannasin Barat adalah 63,2%. Tidak terdapat berhubungan bermakna antara umur dengan seroprevalensi toksoplasmosis (p=0,253), meskipun secara deskriptif terdapat peningkatan prevalensi seiring dengan peningkatan usia. Perilaku WUS memiliki hubungan yang bermakna dengan seroprevalensi toksoplasmosis pada tingkat signifikansi 0,001 dan Odds Ratio sebesar 38,000 pada WUS dengan perilaku kurang (skor perilaku < 50%) dan 11,226 pada WUS yang memiliki perilaku cukup (skor perilaku 50%-<75%) dibandingkan WUS yang berperilaku baik (skor perilaku >75%). Responden dengan perilaku kurang berpeluang 86% menunjukkan seropositif antibodi IgG anti Toxoplasma, sedangkan responden yang berperilaku cukup berpeluang sebesar 65%. Tindakan yang berhubungan dengan tingginya seroprevalensi toksoplasmosis di daerah ini adalah kontak kucing, kontak tanah dan mencuci tangan tanpa sabun. Dengan tingginya prevalensi toksoplasmosis di kecamatan Banjannasin Barat maka perlu kerjasama antara dinas kesehatan dengan instansi lain yang terkait untuk melakukan tindakan preventif dengan penyuluhan dalam mencegah infeksi Toxoplasma. Translation: The objective of this study is to determine the seropositive rate of IgG antibodies against Toxoplasma gondii among women at childbearing age in West Banjarmasin district and to analyze risk factors (age and behaviour which related to mode of transmission of Tgondii) which have correlation with the seropositive rate of toxoplasmosis. Cross sectional study carried out on 125 women at childbearing age were systematic randomly selected during March — April 2006. Data were obtained by home visit to take blood sample and interview. Latex agglutination test was used to identify immunity to Tgondii. Data analysis used regression logistic with level of significance of 0.05. The result showed that seroprevalence of toxoplasmosis in women at childbearing age was 63.2%. No significant relationship was found between age and seroprevalence of toxoplasmosis (p=0.253) although descriptively the prevalence increased with age. Behaviour have significant correlation with seroprevalence of toxoplasmosis with significance rate of 0.001 and odds ratio of 38.000 in women who have low score of behaviour (< 50%) and 11.226 in women who have moderate score of behaviour (50% - <75%) compared to good behaviour women (score of behaviour of >75%). The probability of getting seropositive rate in women with low percentage of behaviour was 86% and in women with moderate percentage of behaviour was 65%. The practice which have correlation with the high seroprevalence of toxoplasmosis in this study were contact with cat, contact with soil and hand washing. With the high seroprevalence of toxoplasmosis in West Banjarmasin district, it needs to cooperate between health of institution with the others of institution to do preventive program with health promotion in avoiding Toxoplasma infection. 2006 Thesis NonPeerReviewed text id http://repository.unair.ac.id/36274/1/gdlhub-gdl-s2-2007-istiana-3648-tkt02_0-k.pdf text id http://repository.unair.ac.id/36274/13/gdlhub-gdl-s2-2007-istiana-3648-tkt02_0-u.pdf ISTIANA, 090415456/M (2006) FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN SEROPREVALENSI TOKSOPLASMOSIS PADA WANITA USIA SUBUR DI KECAMATAN BANJARMASIN BARAT KOTA BANJARMASIN. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA. http://lib.unair.ac.id