NOTARIS YANG MENJABAT ANGGOTA LEGISLATIF

Notaris yang merangkap jabatan sebagai anggota legislatif tidak bertentangan dengan UUJN dan UU Pemilu. Secara kasat mata aturan hukum yang mengatur kedudukan Notaris yang menjadi anggota legislatif sangat berbeda, namun setelah ditelusuri lebih lanjut ternyata tidak terdapat insinkronisasi antara U...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: GABRIEL JENNIFER MOGI, 030710338
Format: Theses and Dissertations NonPeerReviewed
Language:Indonesian
Indonesian
Published: 2009
Subjects:
Online Access:http://repository.unair.ac.id/37703/1/gdlhub-gdl-s2-2010-mogigabrie-12322-tmk127-k.pdf
http://repository.unair.ac.id/37703/2/gdlhub-gdl-s2-2010-mogigabrie-11265-tmk127-9.pdf
http://repository.unair.ac.id/37703/
http://lib.unair.ac.id
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: Indonesian
Indonesian
Description
Summary:Notaris yang merangkap jabatan sebagai anggota legislatif tidak bertentangan dengan UUJN dan UU Pemilu. Secara kasat mata aturan hukum yang mengatur kedudukan Notaris yang menjadi anggota legislatif sangat berbeda, namun setelah ditelusuri lebih lanjut ternyata tidak terdapat insinkronisasi antara UU Pemilu yang melarang Notaris berpraktik apabila terpilih menjadi anggota legislatif dan UUJN yang mengharuskan Notaris yang menjadi pejabat Negara dalam hal ini anggota legislatif untuk mengambil cuti selama masa jabatannya. Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008, tidak dapat serta merta Rumusan dilarang berpraktik dalam Pasal 12 huruf l dan 50 ayat (1) huruf l Undang-ditafsirkan bahwa Notaris dilarang menjalankan tugas jabatannya sebagai Notaris atau dengan kata lain diwajibkan berhenti. Rumusan tersebut harus ditafsirkan secara gramatikal dan dikaji lebih lanjut berdasarkan teori dan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang profesi Notaris. Apabila ditafsirkan secara gramatikal dan dihubungkan dengan kedudukan Notaris sebagai pejabat umum maka kata dilarang berpraktik dapat diuraikan sebagai dilarang berpraktik sebagai pejabat umum atau dilarang menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN. Artinya Notaris yang menjalankan cuti sesuai ketentuan UUJN tidak berpraktik karena meskipun tetap menyandang kedudukan sebagai pejabat umum, Notaris yang sedang cuti tidak membuat akta dan manjalankan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN. Pasal 38 ayat (3) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01.-HT.03.01 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, dan Pemberhentian Notaris sebagai salah satu peraturan pelaksanaan UUJN, memberikan alternatif bagi Notaris yang permohonan cutinya ditolak oleh Majelis Pengawas Pusat yaitu mengajukan permohonan untuk berhenti sementara. Jadi status hukum seorang Notaris yang menjadi anggota legislatif dapat berupa sebagai seorang pejabat umum yang mengambil cuti atau seorang Notaris yang berhenti sementara dari jabatannya sebagai pejabat umum. Bila Notaris menggunakan hak cutinya, maka berarti Notaris yang bersangkutan tidak berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya. Kewenangan tersebut untuk sementara waktu selama Notaris melaksanakan cuti menjadi kewenangan Notaris Pengganti. Setiap pemberian atau adanya pendelegasian suatu kewenangan, senantiasa diikuti pula dengan kewajiban dan tanggung jawab dari padanya. Tanggung jawab utama Notaris Pengganti terhadap Notaris yang menjabat sebagai anggota legislatif adalah merawat dan menyimpan protokol yang diserahkan sementara kepadanya. Tanggung jawab lainnya adalah melaksanakan kewajiban dalam Pasal 16 UUJN, tidak melakukan perbuatan di luar wewenangnya, tidak melanggar hal-hal yang dilarang UUJN dan sebagai manajer operasional kantor sehari-hari serta melaksanakan tugas sebatas wewenang yang didelegasikan Notaris kepada Notaris Pengganti .