PENGUASAAN TANAH OLEH SUKU OHEE DI JAYAPURA ( ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 31K/PDT/1985)

Hukum agraria didasarkan atas hukum adat. Eksistensi hukum adat dalam hukum nasional masih diakui sebagaimana pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Meskipun eksistenti tanah ulayat tersebut mendapat pengakuan, tidak jarang dalam pemanfaatkannya timbul masalah, yang dis...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: SUTINI, 031142027
Format: Theses and Dissertations NonPeerReviewed
Language:Indonesian
Indonesian
Published: 2013
Subjects:
Online Access:http://repository.unair.ac.id/39583/1/gdlhub-gdl-s2-2015-sutini-37261-3.abst-k.pdf
http://repository.unair.ac.id/39583/2/Binder27.pdf
http://repository.unair.ac.id/39583/
http://lib.unair.ac.id
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Institution: Universitas Airlangga
Language: Indonesian
Indonesian
Description
Summary:Hukum agraria didasarkan atas hukum adat. Eksistensi hukum adat dalam hukum nasional masih diakui sebagaimana pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Meskipun eksistenti tanah ulayat tersebut mendapat pengakuan, tidak jarang dalam pemanfaatkannya timbul masalah, yang disebabkan banyak daerah masih terdapat tanah-tanah dalam lingkungan masyarakat hukum adat yang pengurusan, penguasaan dan penggunaannya didasarkan pada ketentuan hukum adat setempat dan diakui oleh para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan sebagai tanah ulayatnya, yang akhirnya terjadi konflik dalam penguasaan antara tanah ulayat dan tanah negara Hasil yang di dapat dari penelitian ini adalah bahwa tanah yang dikuasai oleh Suku Ohee Jayapura merupakan hak ulayat, karena bidang tanah yang diatasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu dikuasai oleh suku Ohee secara turun temurun. Sebagai pemegang ulayat, maka suku Ohee sebagai pemegang hak ulayat yaitu kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahirian dan batiniah turun menurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan. Pertimbangan hakim bahwa secara yuridis jual beli tanah rakyat oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu itu telah tuntas dan sekarang tanah tersebut telah menjadi tanah yang langsung dikuasai oleh negara Republik Indonesia sebagai penerus hak atas wilayah Republik Indonesia dari tangan penjajah, padahal berdasarkan kesepakatan tidak terjadi jual beli melainkan terjadi sewa menyewa.