TINDAK PIDANA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK YANG MELAKUKAN PENGEROYOKAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus Putusan Nomor 01/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Kdr)
4.1 Kesimpulan Konsep pengeroyokan dalam perspektif KUHP disebut dengan “Tindak pidana penyerangan dengan tenaga bersama terhadap orang atau barang”, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 170 KUHP. Perbedaaan antara Pasal 170 KUHP dengan Pasal 351 KUHP terletak pada jumlah pelaku, tempat tindakan...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Theses and Dissertations NonPeerReviewed |
Language: | Indonesian Indonesian |
Published: |
2017
|
Subjects: | |
Online Access: | http://repository.unair.ac.id/58330/1/FH.%2005-17%20Ada%20t%20abstrak.pdf http://repository.unair.ac.id/58330/2/FH.%2005-17%20Ada%20t.pdf http://repository.unair.ac.id/58330/ http://lib.unair.ac.id |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Institution: | Universitas Airlangga |
Language: | Indonesian Indonesian |
Summary: | 4.1 Kesimpulan
Konsep pengeroyokan dalam perspektif KUHP disebut dengan “Tindak
pidana penyerangan dengan tenaga bersama terhadap orang atau barang”,
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 170 KUHP. Perbedaaan antara Pasal 170
KUHP dengan Pasal 351 KUHP terletak pada jumlah pelaku, tempat tindakan
tersebut dilakukan dan sanksi yang dikenakan terhadap pelaku. Pasal 170 KUHP
pelaku adalah lebih dari satu, dilakukannya tindakan itu di muka umum atau
tempat orang banyak atau publik dapat melihat, dan sanksi pidananya lebih berat.
Sedangkan dalam Pasal 351 KUHP pelaku adalah satu orang, tidak dibedakan
tindakan itu dilakukan di ruang tertutup untuk umum ataupun dimuka umum, dan
sanksi pidananya lebih ringan daripada Pasal 170 KUHP. Pasal 170 KUHP
termasuk penyertaan mutlak sehingga tidak selalu diperlukan kerjasama yang
diinsyafi seperti pada penyertaan dalam Pasal 55 KUHP. Oleh karena itu
berdasarkan Pasal 170 KUHP untuk mewujudkan suatu tindak pidana secara
bersama, tidak selalu diperlukan kesepakatan suatu kesamaan kehendak terlebih
dahulu antara beberapa orang (antara peserta dan pembuat pelaksana). Apabila
dalam melakukan suatu tindak pidana terlebih dahulu dilakukan dengan
kesepakatan atas suatu kehendak yang sama antara beberapa orang, maka
termasuk dalam penyertaan pada Pasal 55 KUHP. Sedangkan dalam Undang-Undang tentang Perlindungan anak, konsep
“Pengeroyokan” termasuk dalam kekerasan atau penganiayaan sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002. Dalam
Putusan Pengadilan Negeri Kota Kediri Nomor 01/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Kdr,
perbuatan yang dilakukan oleh kedua Terdakwa telah memenuhi unsur-unsur
tindak pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 80 ayat (1) Undang-
Undang tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, yang
terdiri dari beberapa unsur antara lain barang siapa; melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap anak; dan yang melakukan, yang
menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan.
Pertanggungjawaban pidana anak pelaku tindak pidana dilakukan dengan
terpenuhinya syarat-syarat dalam unsur kesalahan, antara lain anak melakukan
perbuatan pidana, sesuai dengan batas umur tertentu untuk dimintai
pertanggungjawaban pidana dan mampu bertanggungjawab, mempunyai suatu
bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan (dolus; opzet) atau kealpaan (culpa),
dan tidak adanya alasan pemaaf. Pada Putusan Pengadilan Negeri Kota Kediri
Nomor 01/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Kdr, kedua Terdakwa yaitu SYAHRUL
PRASETYO dan KRISTI ADI BASKARA telah terbukti memenuhi seluruh
unsur-unsur dalam Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002.
Dalam hal mengenai batasan umur anak yang dapat dimintai pertanggungjawaban
pidana, SYAHRUL PRASETYO dan KRISTI ADI BASKARA masing-masing
berumur 15 tahun dan mampu bertanggungjawab sehingga dapat dijatuhi pidana.
Dengan melihat dari fakta hukum terlihat kerjasama yang saling menginsyafi
antara kedua Terdakwa yaitu penganiayaan terhadap korban DION ABIMANYU
NUGROHO, sehingga dalam hal ini unsur kesengajaan terpenuhi. Serta tidak ada
alasan pemaaf adalah alasan yang menghapuskan kesalahan Terdakwa, sehingga
kedua Terdakwa harus bertanggungjawab atas perbuatannya meskipun mereka
masih dalam kualifikasi anak pelaku. Oleh karena itu hakim menjatuhkan pidana
penjara 3 (tiga) bulan dengan masa percobaan 6 (enam) bulan.
4.2 Saran
Aparat penegak hukum seharusnya memahami bahwa Undang-Undang
tentang Perlindungan Anak ditujukan untuk perlindungan hukum bagi anak
sebagai korban. Diharapkan dalam menentukan pidana atau tindakan yang dapat
dijatuhkan kepada anak, hakim memperhatikan berat ringannya tindak pidana atau
kenakalan yang dilakukan oleh anak yang bersangkutan. Di samping itu hakim
juga wajib memperhatikan keadaan anak, keadaan rumah tangga orang tua, wali
atau orangtua asuh, hubungan antara anggota keluarga dan keadaan
lingkungannya. Serta hakim wajib memperhatikan laporan Pembimbing
Kemasyarakatan.
Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara pidana anak
seharusnya mempertimbangkan kepentingan yang terbaik, terutama bagi pelaku
yang masih merupakan anak dibawah umur. Oleh karena itu anak perlu mendapat
kesempatan untuk tetap berkembang dengan tanpa adanya perlakuan secara
diskriminasi walaupun ia telah melakukan suatu tindak pidana. Seharusnya hakim menjatuhkan pidana tindakan karena dalam Undang-Undang tentang Pengadilan
Anak terdapat berbagai jenis sanksi pidana. Jenis sanksi pidana bagi anak nakal
berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
yaitu antara lain pidana pokok, pidana tambahan, dan tindakan. Tindakan yang
meliputi mengembalikan kepada orang tua, wali, orang tua asuh; menyerahkan
kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau
menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial kemasyarakatan
yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja. Penjatuhan
vonis pidana penjara bagi anak pelaku tindak pidana diharapkan benar-benar
dijatuhkan oleh hakim sebagai upaya pemidanaan terakhir terhadap anak,
mengingat anak masih mempunyai masa depan yang panjang dalam hidupnya.
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak, diharapkan penegakan hukum terhadap perkara pidana anak dapat
berjalan dengan lebih baik lagi untuk mewujudkan keadilan dalam kepentingan
yang terbaik bagi anak. Untuk itu juga diperlukan pembentukan lembaga-lembaga
yang diamanatkan oleh Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak untuk kepentingan anak yang berhadapan dengan hukum, dapat
digunakan dan berfungsi sebagaimana mestinya. |
---|